Share

Maduku Sahabatku

Aisyah dari kemarin tampak murung dan sesekali mengurung diri di kamar, ia bahkan seharian tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hati wanita malang itu sudah benar-benar hancur sekarang, padahal ia masih mempunyai harapan yang sangat besar bahwa ia akan memiliki anak dari suaminya, namun seketika rasanya harapannya pupus dalam semalam kini suaminya justru memilih untuk menikahi wanita lain yang diharapkan bisa segera memberikan suaminya keturunan.

“Bisa-bisanya kamu seharian malas-malasan, ya! Hari pernikahanku udah besok banget ini, bantuin dong,” ucap Bima dengan teganya.

Aisyah masih mematung dan mengabaikan perkataan suaminya itu.

“Yaya! TULI KAMU YA!” pekik Bima.

“Belum puas juga kamu siksa aku, Mas! Setelah apa yang kamu lakukan ke aku selama pernikahan ini dan sekarang kamu masih mau siksa aku, dengan nyuruh aku buat ngurus pernikahan suaminya sendiri yang udah jelas-jelas aku masih hidup!”

“Kamu mau jadi istri durhaka ya!” timpal mertua Aisyah.

”Ha? Aku istri durhaka Ma? Nggak kebalik?” sahut Aisyah kesal.

Tiba-tiba Bima menghampiri Aisyah dan mengangkat tangannya, satu tamparan telak mendarat di pipi Aisyah, “Berani kamu ngelawan Mamaku, ya!”

“Tampar lagi, Mas! Tampar!” ucap Aisyah yang mulai geram.

“Bima udah! Mama takut nanti dia malah lapor polisi lagi,” ujar wanita tua itu ketakutan.

            Sementara itu terdengar suara ketukan pintu, Bima segera ke luar untuk menengok siapa yang datang.

“Selamat pagi sayang, ayo masuk,” sambut Bima ramah.

“Eh ada anak cantik mama udah dateng.”

“Sayang? Anak? Ini maksudnya apa?” seru Aisyah dalam hati.

Wanita malang itu dibuat kembali kebingungan dengan situasi yang terjadi, ia tanpa berpikir panjang segera menghampiri tamu yang baru saja datang itu.

“Jihan? Ngapain kamu ke sini lagi?” tanya Aisyah penasaran.

“Ngapain? Coba tanya suami kamu,” jawab Jihan dengan sombongnya.

“Ow, maaf sayang aku belum ngenalin dia ke kamu.”

Dahi Aisyah mengkerut, “Sayang?”

“Kenalin dia calon istri aku, Jihan.” Bima tersenyum tipis tanpa rasa bersalah

“Jihan? Calon istri kamu?”

“Iya, Ya. Aku calon istrinya Mas Bima.”

“Han, kita sahabatan udah lama lo, tega kamu sama aku?”

“Aku nggak ngerebut suami kamu, kok. Tapi suami kamu yang mau sama aku, ya aku harus gimana?”

“Selama ini aku selalu curhat masalah rumah tangga aku sama Mas Bima ke kamu tapi kamu masih berpikiran buat jadi istri dari suami aku? Hebat kamu Han.”

“Ya udahlah ya, kamu juga nggak bisa ngerubah takdir, kalau aku jodohnya ya sama suami kamu.”

“Pokoknya Mas mau kalian akur, ya. Terutama kamu Ya, awas aja kalau kamu berani macam-macam sama Jihan. Sayang kalau dia jahatin kamu lapor ke Mas, ya,” ucap Bima sembari mengelus rambut Jihan.

Aisyah yang sudah muak melihat kelakuan suaminya lantas menampar suaminya itu, “Jijik aku lihat kelakuanmu, Mas. Kamu punya istri satu aja belum bisa bersikap adil apalagi dua.”

“Tega kamu, Ya. Nampar suami aku!”

“Aku masih istri sahnya!”

            Cobaan demi cobaan datang menghampiri Aisyah entah apa yang masih membuatnya bertahan berdiam diri di rumah itu, siksaan batin sudah sangat menguras tenaga Aisyah bahkan hanya untuk bernapas normal di rumah itu ia sudah sangat lelah. Sementara itu di kamar atas Jihan tampak mengemasi semua barang-barang Aisyah.

“Mau apa kamu?”

“Mulai hari ini aku sama Mas Bima tidur di sini! Jadi Mas Bima nyuruh aku buat beresin semua barang-barang kamu dan kamu bisa tidur di kamar tamu.”

“Han, sadar Han. Kalian berdua belum sah! Kamu sadar nggak sih apa yang kamu lakuin ini salah, tega kamu ngelakuin ini sama sahabat kamu sendiri.”

“Tolong digaris bawahi ya, aku udah bukan sahabat kamu, tapi calon istri suami kamu, paham! Jadi kamu jangan sok suci buat nasehatin dan ngasi tau ke aku mana yang benar dan mana yang salah. Kamu aja jadi istri belum becus ngurus suami udah mau ngajarin orang aja,” ucapnya tegas.

“Han, inget ya kamu masih punya anak perempuan, Tuhan itu nggak pernah tidur. Karma pasti ada!”

“Kamu! Jangan pernah bawa-bawa anak aku, anak aku nggak ada urusannya sama semua ini, sekali lagi kamu ngatain yang enggak-enggak tentang aku. Aku laporin kamu ke Mas Bima.”

“Silahkan! Aku nggak pernah takut sama siapa pun,” sahutnya dengan tatapan tajam.

       Jihan makin geram dengan perkataan Aisyah, ia lantas melempar Aisyah dengan beberapa potong pakaian ke wajah Aisyah. Wanita malang itu hanya diam dengan tatapan penuh amarah kepada Jihan.

“Mending sekarang kamu bawa semua barang kamu ini, aku udah muak liatnya.”

“Masih ada waktu Han, sebelum kamu menyesali perbuatanmu sendiri. Sebagai manusia yang beragama harusnya kamu masih takut dengan balasan dari Tuhan! Kamu lihat saja nanti!”

         

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status