Home / Romansa / DIMADU TANPA RESTU / 10 – Kedatangan Yang Mendadak

Share

10 – Kedatangan Yang Mendadak

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2025-04-08 16:27:54

Pukul sepuluh pagi, di kediaman Sekar.

Sebuah mobil minibus berhenti perlahan di halaman rumah sederhana itu. Dari dalamnya turun sepasang paruh baya—berpakaian rapi dan membawa sebuah bungkusan kecil. Wajah mereka tampak cerah, menyimpan senyum lebar seolah membawa kabar bahagia. Mereka berjalan perlahan menuju pintu rumah, langkah mereka penuh semangat.

Sementara itu, Sekar baru saja kembali dari halaman belakang. Di tangannya tergenggam sebuah gembor kosong yang hendak ia isi ulang, karena belum semua tanaman yang ia siram.

Saat pandangannya jatuh pada sepasang paruh baya yang sangat ia kenali itu, Sekar langsung menghentikan langkah. Ia meletakkan gembor di pinggir teras dan segera berjalan cepat menghampiri mereka.

“Ibu, Bapak, kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau datang?” sapanya dengan suara penuh kehangatan, seraya mengulurkan tangan. Ia menyalami keduanya dengan takzim dan penuh hormat.

“Kamu apa kabar, Nduk?” sang Ibu membuka suara, masih dengan senyum lebar. “Ibu dan Bapak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • DIMADU TANPA RESTU   11 – Ketahuan Juga

    Wira duduk di kursi samping ayahnya. Matanya tak henti melirik ke arah kamar tempat Amara bersembunyi. Gelas teh yang sejak tadi ia pegang sudah dingin, tapi belum juga disentuh. Di hadapannya, Sekar duduk berseberangan, pura-pura sibuk menyusun camilan di meja. Ia menyadari kegelisahan suaminya, namun memilih bungkam. Ia tahu, badai bisa datang sewaktu-waktu.“Ibu lihat kamu kok agak aneh, Wira?” tanya sang Ibu tiba-tiba, memecah keheningan yang menggantung di udara.Refleks, Wira menegakkan punggung. “Aneh gimana, Bu?”“Kelihatan tegang. Biasanya kalau kami datang, kamu santai. Tapi ini dari tadi kayak orang ketakutan.”Wira terkekeh kecil, meski terasa kaku. “Wira cuma kaget aja, Bu. Nggak nyangka Bapak dan Ibu datang mendadak. Padahal akhir pekan ini rencananya Wira mau beresin beberapa kerjaan.”“Kerjaan bisa diatur, Wira. Tapi keluarga itu tetap nomor satu,” ujar sang Ayah dengan nada lembut, sembari menepuk bahu anaknya.Sekar berdiri dengan senyum canggung. “Sekar ambilkan bua

    Last Updated : 2025-04-10
  • DIMADU TANPA RESTU   12 – Kemarahan Suryo

    Sekar masih terpaku di sudut kamarnya. Matanya menatap kosong ke dinding, tubuhnya terasa berat untuk sekadar berdiri. Ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan kedua orang tua Wira di ruang tamu. Namun yang pasti, hatinya semakin rapuh, nyaris tak mampu menanggung beban kenyataan yang menghimpit.Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Jantung Sekar berdetak kencang, menimbulkan dentuman cemas di dadanya. Ia enggan beranjak, tapi suara ketukan kembali terdengar, kali ini disertai dengan suara yang ia kenali: Dian, ibunda Wira.Dengan langkah pelan dan berat, Sekar mendekat. Ia menarik engsel pengunci pintu, lalu memutar gagangnya perlahan hingga pintu terbuka.“Ibu ingin bicara,” ucap Dian tanpa basa-basi.Sekar mengangguk, memberikan jalan agar wanita paruh baya itu bisa masuk ke dalam kamarnya.“Silakan duduk, Bu,” katanya pelan, seraya menarik sebuah kursi kayu mendekati ranjang.Dian duduk di kursi, sementara Sekar memilih duduk di tepi ranjang, menjaga jarak yang tetap terasa meny

    Last Updated : 2025-04-11
  • DIMADU TANPA RESTU   13 – Tersudut

    Malam ini terasa asing. Ruang makan yang dulu penuh kehangatan, kini dingin sedingin es. Baru kali ini Sekar duduk di meja makan yang sama dengan Wira dan Amara. Bahkan Dian dan Suryo pun ada di sana. Atmosfernya kaku, seolah ada sesuatu yang menggantung di udara—tajam, menusuk.Makanan tersaji di atas meja, aromanya menggoda. Siapa lagi yang memasak kalau bukan Sekar?Ya, selain karena tanggung jawabnya sebagai istri, Sekar memang jago masak. Tidak pernah sekalipun Wira mengeluh soal masakannya. Apa pun yang ia buat, selalu cocok di lidah Wira. Selalu.“Tunggu apa lagi? Ayo makan,” ucap Suryo memecah keheningan yang mencekam.Sekar yang sedari tadi termenung, tersentak. Ia duduk di samping Wira, mengambil piring, dan seperti biasa menuang nasi secukupnya lalu menyerahkannya kepada suaminya. Gerakan yang telah ia lakukan ratusan kali selama bertahun-tahun. Dian pun melakukan hal serupa untuk Suryo.Sementara Amara? Ia terlihat canggung, seperti orang yang salah kostum di pesta resmi.

    Last Updated : 2025-04-12
  • DIMADU TANPA RESTU   14 – Keinginan Sekar

    Usai mencuci piring, Amara meninggalkan dapur dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah ringan. Namun, langkah itu terhenti seketika saat suara Dian memanggilnya dari ruang keluarga.“Amara, ke sini. Kami ingin bicara,” ucap Dian, tegas namun masih terdengar tenang.Amara menoleh, menahan napas sejenak, lalu melangkah mendekati Dian, Suryo, Sekar, dan Wira yang telah menunggunya di ruang keluarga. Suasana di ruangan itu terasa berat, seperti ada kabut tak kasatmata yang membebani udara.“Ada apa, Bu?” tanyanya ramah, meski sorot matanya menyiratkan kewaspadaan.“Duduk. Kami ingin berbicara baik-baik,” balas Dian.Tanpa banyak komentar, Amara menuruti. Ia duduk bersimpuh di atas karpet tebal yang empuk, bergabung dengan yang lain. Tatapan Wira sesekali mencuri pandang ke arah Sekar, lalu kembali menatap Amara dengan gelisah.“Amara, kamu tahu kalau rumah ini adalah milik Sekar,” Suryo memulai pembicaraan dengan nada datar namun tajam.Amara mengangguk lemah, menunduk dalam.“Rumah in

    Last Updated : 2025-04-12
  • DIMADU TANPA RESTU   15 – Mengungkap Alasan

    Malam ini, seperti biasa, Wira tidur di kamar Amara. Ia membiarkan Sekar sendiri, terkurung dalam sepi dan luka yang kian dalam di relung hatinya.“Mas, aku nggak peduli. Pokoknya aku nggak mau pergi dari rumah ini,” kata Amara lirih, tapi nada suaranya penuh ketegasan. Di dalam kamarnya, matanya menatap tajam pada Wira.“Kenapa kamu begitu keras kepala, Amara? Bukankah kamu sendiri yang bilang, kamu rela tinggal terpisah dari Sekar asal aku bersamamu? Aku penuhi itu. Lalu, kenapa kamu berubah pikiran sekarang?” Wira mencoba bersikap tenang, meski hatinya mulai panas.“Enggak, Mas. Aku tetap mau tinggal di sini. Lagi pula, apa salahnya aku dan Sekar tinggal satu atap? Kamu nggak akan ada terus untuk aku dua puluh empat jam, Mas. Bagaimana kalau kamu kerja? Atau harus dinas ke luar kota? Nanti aku sama siapa?” Amara kini terlihat seperti anak kecil yang menolak kenyataan.“Sekar juga mengajar siang hari. Jadi, kamu akan tetap sendiri di rumah ini.” Wira berusaha menjelaskan dengan suar

    Last Updated : 2025-04-13
  • DIMADU TANPA RESTU   16 – Permainan Panas Amara

    “Sekar, aku mau bicara,” ucap Wira sesaat setelah kedua orang tuanya menghilang dari pandangan.Sekar mengangguk tanpa menjawab, lalu mengikuti langkah kaki Wira menuju ruang tamu rumah itu.“Duduk,” ucap Wira tegas.Sekar menuruti tanpa kata. Ia duduk dengan hati waspada.“Sekar, aku sudah putuskan. Setuju atau tidak, Amara akan tetap tinggal di sini bersama kita. Aku tidak bisa membiarkannya tinggal seorang diri dalam kondisi seperti ini. Aku harap kamu mengerti.”Nada suara Wira begitu kokoh, seolah tidak bisa digugat. Sekar terdiam, bangkit dari tempat duduknya tanpa berkata apa pun. Ia melangkah menuju kamar. Namun baru beberapa langkah, langkahnya terhenti. Amara sudah berdiri di hadapannya.“Jangan kira kamu menang hanya karena dapat pembelaan dari orang tuanya Mas Wira,” bisik Amara dengan nada mengancam.Sekar menahan napas, mencoba mengendalikan gejolak amarah di dadanya. Namun

    Last Updated : 2025-04-13
  • DIMADU TANPA RESTU   17 – Menemui Vania

    Sekar menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah sederhana. Halaman tak berpagar itu tampak bersih, dihiasi tanaman hias di pot-pot kecil yang berjajar rapi. Rumah satu lantai dengan gaya minimalis itu terlihat mungil namun menenangkan. Cahaya lampu dari dalam rumah menyiratkan bahwa penghuninya masih terjaga.Ia menarik napas panjang, berusaha menahan gejolak di dadanya sebelum turun dari mobil. Dengan langkah berat, ia menuju pintu depan dan mengetuknya pelan.Terdengar langkah kaki dari dalam, mendekat dengan irama tenang.Pintu terbuka. Seorang wanita muda dengan wajah teduh muncul di ambang. Tatapan matanya memancarkan wibawa dan kehangatan yang membuat dada Sekar langsung terasa sesak.“Sekar? Tumben malam-malam ke sini. Kamu nggak apa-apa?” tanya wanita itu, lembut namun penuh kekhawatiran.Sekar mengangguk pelan, bibirnya gemetar. “Boleh aku masuk?”“Tentu saja. Masuklah.” Wanita itu segera membuka pintu lebih lebar, memberi jalan.Sekar melangkah masuk, melepas tas sel

    Last Updated : 2025-04-14
  • DIMADU TANPA RESTU   18 – Meminum Habis Ramuan

    Sekar menghela napas panjang. Matanya melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan kirinya—pukul sebelas malam. Mobilnya telah terparkir di halaman rumah. Namun, kakinya enggan beranjak dari kursi pengemudi. Ada perasaan berat yang menahan tubuhnya untuk keluar. Tapi tak mungkin juga ia bermalam di dalam mobil hingga pagi.Dengan langkah gontai, Sekar akhirnya turun. Ia berjalan pelan menuju pintu utama dan mencoba memutar gagangnya. Terkunci. Ia merogoh tas selempangnya, mengambil kunci cadangan. Klik. Pintu pun terbuka.Begitu pintu didorong, kegelapan langsung menyergap. Rumah itu sunyi, sepi, seolah tak berpenghuni. Sekar masuk perlahan, menutup pintu di belakangnya dan menguncinya kembali. Suasana rumah benar-benar berubah. Dingin. Hampa.Ia menyalakan senter dari ponselnya dan menyusuri lorong menuju kamar.“Dari mana saja kamu?” Sebuah suara bariton tiba-tiba memecah keheningan, membuat Sekar tersentak kaget.Cahaya lampu menyala. Wira berdiri di belakangnya, menatapn

    Last Updated : 2025-04-15

Latest chapter

  • DIMADU TANPA RESTU   42 – Kabar Baik

    “Ada apa, Bu? Apa Sekar baik-baik saja?” tanya Nunung dengan wajah penuh kecemasan. Nadanya gentar, sementara matanya tak lepas dari raut pucat Sekar yang duduk memegangi perutnya.Bidan Ratna mendekat, lalu menyerahkan sebuah benda pipih kepada Sekar. Tangannya hangat, lembut seperti biasa, tapi kali ini ada getaran haru yang menyelip di suaranya.“Sekar... selamat, ya,” ucapnya pelan, namun jelas. “Sakit yang kamu rasakan bukan sekadar sakit biasa. Itu adalah awal dari kebahagiaan dalam rumah tanggamu. Kamu hamil, Sekar.”Senyuman mengembang di bibir sang bidan, menenangkan dan menghangatkan.Sekar terdiam. Dunia seakan berhenti berputar untuk sesaat. Kedua matanya memandang tak percaya pada testpack di tangannya—tangan yang gemetar hebat. Ia memeriksa hasilnya dengan cermat, berharap matanya keliru. Tapi tidak… dua garis merah itu sangat jelas. Tidak samar. Nyata.“Bu... apakah ini benar?” tanyanya lirih, suaranya nyaris patah oleh isak yang tertahan.“Kapan terakhir kamu haid?” ta

  • DIMADU TANPA RESTU   41 – Tiba-tiba, Mual...

    Langit Depok mendung sore itu, seolah menyambut langkah berat seorang wanita muda yang baru saja menanggalkan statusnya sebagai istri. Sekar berdiri di depan rumah milik ke dua orang tuanya dengan pandangan kosong. Tangannya menggenggam erat pegangan koper, meski tubuhnya terasa ringan, hatinya penuh beban.Nunung dan Rozak segera keluar menyambut, menyembunyikan duka yang mereka rasakan dalam senyum tipis dan tatapan penuh kasih. Mereka sudah mendengar kabar tentang perpisahan itu dari Sekar sendiri, tapi tetap saja pertemuan ini menyisakan getir.“Kamu pasti kuat, Nak,” ucap Nunung, memeluk Sekar erat. Suaranya serak, namun hangat, seperti pelukan seorang ibu yang ingin meredakan badai dalam dada anaknya.Sekar membalas pelukan itu dengan lemah. Ia mengangguk, berusaha mati-matian menahan air mata yang sudah memenuhi pelupuk. Menjadi janda bukan hanya status, tapi juga luka yang harus disembunyikan. Ini adalah keputusan paling nekat yang pernah ia ambil, dan sekarang, ia harus beran

  • DIMADU TANPA RESTU   40 – Keputusan Akhir Sekar

    Pukul satu dini hari.Kediaman Sekar sunyi, hanya suara jangkrik yang bersahut-sahutan di luar jendela. Namun ketenangan malam itu mendadak pecah oleh suara mobil yang berhenti mendadak di halaman.Deru mesin terdengar keras, seperti kendaraan yang dikemudikan tanpa kendali. Pintu mobil terbuka, dan sesosok tubuh tinggi turun dengan langkah yang limbung. Wira. Suami Sekar. Suami sahnya. Dan juga suami siri Amara.Dengan langkah tertatih, Wira mendekati pintu rumah. Tangannya terangkat, mengetuk pelan namun tak berirama. Tak ada jawaban dari dalam. Ia lalu memencet bel, berkali-kali. Hampir seperti orang panik.Tak lama, pintu terbuka cepat. Sekar muncul dari balik pintu dengan wajah terkejut.“Mas? Kamu mabuk?” serunya, nyaris tak percaya melihat kondisi pria yang dulu ia cintai tanpa syarat. Rambut Wira acak-acakan, wajahnya merah padam, dan tubuhnya berbau alkohol menyengat.Tanpa menjawab, Wira masuk dengan sempoyongan. Senyum tipis menggantung di bibirnya, entah karena rindu, atau

  • DIMADU TANPA RESTU   39 –Tetap Memihak Amara

    “Mas…”Amara mengejar Wira yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang poli kebidanan. Wira pergi dalam keadaan marah, sementara Dian masih mematung di depan pintu, wajahnya tampak kosong, terkejut.“Mas, tunggu aku!” seru Amara, lalu menggenggam lengan Wira dengan kuat. Tindakannya menarik perhatian beberapa orang yang melintas di lorong rumah sakit. Tapi Amara tak peduli.Wira berhenti sejenak, menoleh pelan. “Aku tidak menyangka kalau kamu berbohong sejauh ini, Amara.” Suaranya rendah, tapi tajam dan dingin, seperti es yang membekukan hati. Ia menjaga nada suaranya agar tidak membuat keributan. Hasil lab memperkuat diagnose kalau sebenarnya Amara sama sekali tidak pernah hamil, apalagi keguguran.Tanpa menunggu jawaban, Wira melangkah cepat menuju parkiran. Amara mengejarnya, mencoba menyamakan langkah.Begitu sampai, Wira langsung masuk ke dalam mobilnya. Namun Amara dengan sigap ikut masuk ke kursi penumpang depan, tanpa diundang.Wira menghela napas panjang. “Turun,” ucapnya lirih

  • DIMADU TANPA RESTU   38 –Akhirnya Terkuak

    “Apa Ibu baik-baik saja?” Suara Wira menggema di lorong rumah sakit. Napasnya menderu, terdengar seperti orang yang habis berlari. Matanya cemas, menyapu wajah-wajah di sekitarnya hingga berhenti pada sosok Amara.Amara langsung menoleh, terkejut melihat kehadiran Wira. “Mas? Bukannya Mas kerja?” tanyanya, bingung sekaligus gugup.Namun sebelum Wira sempat menjawab, suara petugas rumah sakit terdengar lewat pengeras suara, memanggil nama Amara. Kini gilirannya masuk ke ruang poli kebidanan, tempat pertemuan dengan dokter spesialis kandungan.“Nanti saja bicaranya. Kita masuk dulu,” ucap Dian tegas. Ia berdiri dari bangku tunggu dan menggenggam tangan Amara dengan lembut namun mantap.Wira yang masih kebingungan akhirnya hanya bisa mengikuti langkah ibunya. Ia berjalan masuk ke ruang periksa, didampingi dua wanita yang wajahnya menyiratkan kegelisahan masing-masing.Seorang dokter kandungan menyambut mereka dengan

  • DIMADU TANPA RESTU   37 – Menjalankan Rencana

    "Ibu, apa kabar?" sapa Amara dengan suara lembut dan senyum ramah saat melihat Dian berdiri di depan pintu rumah."Baik, Amara. Wira ada?" tanya Dian dengan nada bersahabat, meski matanya tajam mengamati wajah menantu yang mulai berhasil merebut hati anaknya itu."Mas Wira lagi kerja, Bu. Ibu masuk dulu, ya. Aku buatkan minum sebentar." Ucapan Amara terdengar sangat tulus, senyum manisnya seolah ingin mengatakan bahwa dirinya pantas menggantikan posisi Sekar.Namun Dian menolak halus. "Tak usah, Amara. Ibu ke sini bukan untuk bertamu. Ibu mau minta tolong. Boleh?"Amara langsung menghentikan langkahnya menuju dapur dan kembali mendekat. "Minta tolong apa, Bu?""Hari ini ibu ada jadwal kontrol rutin. Ibu ada gejala stroke ringan, jadi harus kontrol setiap bulan. Bapak nggak bisa temani karena sedang ada urusan pekerjaan di luar kota. Wira juga nggak bisa karena kerja. Dulu biasanya Sekar yang suka menemani ibu ke rumah sakit, tapi sekarang… y

  • DIMADU TANPA RESTU   36 – Perlawanan Sekar

    Jakarta, Kediaman Orang Tua WiraSuryo dan Dian tampak terpaku di ruang tamu. Mereka saling berpandangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh Sekar. Kata-katanya mengguncang hati mereka, menyisakan rasa kecewa yang mendalam terhadap putra mereka, Wira, yang begitu mudah mempercayai Amara tanpa menyelidiki lebih jauh.“Jadi... selama ini kehamilan Amara itu palsu?” tanya Dian dengan suara pelan, nyaris berbisik, seolah berharap jawabannya tidak seperti yang ia duga.Sekar mengangguk perlahan. Matanya menatap lurus, suaranya tenang namun tegas. “Yang pasti, Amara tidak pernah memeriksakan diri di klinik tempat dia mengaku berobat. Kedua surat keterangan yang ia berikan terbukti palsu. Soal dia pernah hamil atau tidak, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan memeriksakannya langsung ke dokter kandungan.”Dian mengernyitkan dahi. “Tapi bagaimana caranya, Nak? Selama ini dia tidak pernah mau dibawa

  • DIMADU TANPA RESTU   35 – Ternyata...

    Sekar berdiri terpaku di ambang pintu ruang tamu. Pandangannya tajam, namun matanya menyiratkan kelelahan. Dua pria asing di hadapannya ikut membeku, tampak sama terkejutnya melihat kehadiran perempuan itu yang tiba-tiba muncul di tengah sore yang sunyi.Tidak ada yang bicara. Hening menggantung di udara, seolah waktu berhenti sejenak. Mereka saling memandang dalam kebingungan, seakan masing-masing mencoba menebak siapa yang paling berhak berada di tempat itu.Suara langkah tergesa memecah keheningan. Amara muncul dari lorong kamar, mengenakan daster longgar dengan rambut tergerai acak-acakan. Ketika matanya menangkap sosok Sekar, ia langsung menghentikan langkah, tapi wajahnya cepat pulih dalam ekspresi congkak yang biasa.“Kamu kembali?” ucap Amara, suaranya tinggi dengan nada mengejek. Ia menegakkan dagunya. “Kupikir kamu tidak akan berani datang lagi ke rumah ini.”Sekar tidak terintimidasi sedikit pun. Ia berdiri tegak, dingin, dan mantap.“Ini rumahku, Amara. Aku lebih punya hak

  • DIMADU TANPA RESTU   34 – Tamu Misterius

    Depok, kediaman orang tua Sekar.Suara mesin mobil membuat Sekar menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah jendela, dan matanya melebar ketika melihat mobil orang tua Wira berhenti tepat di depan rumah. Detik berikutnya, dadanya langsung bergemuruh. Apa yang mereka lakukan di sini?Meski hatinya sempat gugup, Sekar tetap menyambut kedatangan mereka dengan senyum hangat dan langkah yang ringan.“Assalamu’alaikum…” sapa Dian dan Suryo bersamaan, ramah namun berwibawa.“Wa’alaikumussalam… Ibu, Bapak, kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau ke sini?” Sekar menyambut keduanya dengan takzim, mencium tangan mereka penuh hormat. “Lagi pula… darimana Bapak dan Ibu tahu kalau Sekar ada di sini?”Wajah Dian tersenyum, tapi matanya menyimpan sesuatu yang tak diucapkan. “Nanti saja ceritanya, ya. Kita masuk dulu.”Sekar mempersilakan mereka duduk di ruang tamu. Ia pamit sebentar ke dapur, menyiapkan minuman sambil mencoba menenangkan diri. Pertemuannya dengan mertua di momen seperti ini sungguh d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status