Selesai menekan password pintu apartemen Adeeva, Leonel langsung masuk dan mendapati kondisi apartemen yang kosong. Bahkan Leonel bisa melihat debu yang sudah menebal di semua perabotan milik Adeeva. Leonel langsung mengecek ke kamar namun kosong. Kemudian ke kamar mandi pun kosong.
“Kemana perginya Adeeva,” gumam Leonel bermonolog.
Memikirkan perempuan itu membuat kepala Leonel pusing sendiri. Bahkan terasa sangat berat juga akan meledak saat ini.
Leonel pun langsung berpikir keras untuk mengira-ngira keberadaan Adeeva. Tiba-tiba saja otaknya berpikir tentang Alex. Apalagi Adeeva sangat dekat dengan Alex semalam dan itu kemungkinan besar jika istrinya bersama pria brengsek itu.
Untuk memastikan Adeeva ada di kantornya Alex pun membuat Leonel langsung menelepon dengan panggilan video call. Dan yang lebih membuat Leonel geram panggilannya tidak langsung diangkat oleh pria brengsek itu.
“Shit! Angkat Lex!”
Leonel pun te
Deru napas Leonel sangat terdengar begitu memburu. Bahkan ia memejamkan mata karena tidak bisa mengontrol emosinya saat ini.“Sorry, Lex.”“Kau mencintai Adeeva?” tanya Alex memastikan.“Haha, kau tahukan kalau aku sangat mencintai Elizabeth. Tidak mungkin aku mencintai wanita itu. Yang benar saja kau kalau berbicara.”“Ya sudah kalau begitu. Lagian aku hanya memastikan saja. Soalnya kau sangat tampak emosi saat aku memuji Adeeva.”“Haha, karena dia tidak pantas dipuji.”“Aku tidak paham kenapa kau sangat membenci Adeeva. Tapi lebih heran lagi kau menikahinya. Sungguh aneh bukan.”“Sudah aku katakan jika aku menikahi dia karena kontrak. Aku hanya ingin membuat Mommy bahagia.”“Ya sudah kalau begitu. Jadi aku akan mendekatinya jika memang kau tidak mencinta Adeeva. Kau tidak keberatan bukan? Lagian kalian hanya akting saja depan Aunty Marin
Selesai menghabiskan makanan, Adeeva tidak mau ditinggal oleh Alex karena saat ini ia sangat butuh teman.“Aku ingin nonton film,” ujar Adeeva mengatakan jujur di depan Alex apa yang diinginkannya saat ini. Alex sendiri pun tersenyum dan mengusap kepala bagian atas dengan lembut.“Kau ingin film apa?”“Yang romantis.”Alex langsung mengerutkan kening bingung dan menatap ke arah Adeeva karena ia tidak tahu film-film romantis.“Kau tidak pernah ke bioskop, ya?” tebak Adeeva sambil menelisik manik mata Alex.“Hehe, tidak.”“Sama, sih. Cuma pernah nonton sesekali saja sama keluarga.” Adeeva langsung teringat masa remajanya yang miris soal cinta. Nonton dengan lawan jenis saja tidak pernah, meski pernah itu grandpa, ayah serta Danis. Namun tidak pernah berdua dengan Danis, pasti akan satu keluarga nonton bersama.Merasa memiliki nasib yang sama soal urusan nonto
Leonel berdecih melihat Adeeva menangis. Sejak kapan wanita gila ini jadi gampang nangis? Bukannya dia ini suka melawan dan tidak mau kalah?“Sudahlah tidak usah menangis seperti itu. Kau pikir aku akan kasihan?”Adeeva sendiri mencoba mengumpulkan tenaga untuk melawan Leonel. Akhir-akhir ini ia jarang tidur dan itu membuat tubuhnya lemas, bahkan terasa sakit kepala.“Kau bahkan tidak masuk kantor dan lebih memilih menjual diri kepada Alex. Ck ck.”“Stop Leonel!”“Wow! Kau sudah kembali seperti semula, eh?”Adeeva mengepalkan kedua tangannya kuat dan siap meninju wajah Leonel yang sangat menjengkelkan sekali itu.“Kau tahu? Alex itu playboy. Dia tidak pernah serius dengan wanita jadi kau jangan terlalu senang dulu. Kau paling habis ini dibuang setelah dia kenyang dan bosan menidurimu.”“Jaga mulutmu! Alex tidak seperti itu!”“Hahaha, so sweet s
Tatapan lembut selalu Leonel berikan untuk Adeeva saat ini. Bahkan Leonel tersenyum manis ke arah Adeeva yang dibalas senyuman manis juga oleh perempuan itu.Dengan gerakan perlahan penuh hati-hati, Leonel menurunkan tubuh Adeeva di ranjang king size yang berada di kamar apartemen Alex.Merasa Adeeva sudah terbaring pun membuat Leonel terus mengunci tatapan manik mata Adeeva. Kepala Leonel pun mulai turun hingga kini sudah berlabuh di leher jenjang nan putih milik Adeeva.Leonel langsung mencumbui leher, dan beralih ke bibir ranum milik Adeeva. Leonel memberikan kecupan lembut, hangat, dan mendamba di sana.“Leonel,” lirih Adeeva.“Hmm.”Leonel terus menjelajah dan mengeksplor leher jenjang milik Adeeva dengan sangat lembut hingga ia merasa lupa akan segalanya. Yang diotaknya saat ini hanya terus mencumbu dan mencumbu istrinya.Lain hal dengan Adeeva yang memiliki kesempatan bergerak pun langsung me
Adeeva terkejut dengan kondisi Alex saat ini. Apalagi melihat kepala Alex yang diperban melingkar membuat Adeeva merasa sedih. Tatapan sendu ia layangkan untuk kekasihnya itu.“Alex,” lirih Adeeva yang mulai berjalan masuk dan mendekat ke arah Alex.Alex sendiri tetap tersenyum manis menatap wanita pujaannya ini. Bahkan Alex merasa tak tega melihat Adeeva bersedih.“Hahaha, bitch bicth!”Adeeva berjengit kala mendengar suara baritone dan sedikit ngebas itu dari arah samping ia berdiri. Perlahan Adeeva menoleh dan terkejut dengan kehadiran Leonel yang sedang duduk di sofa sambil menyesap minuman alkohol.“Le-Leonel,” cicit Adeeva pelan.“Kenapa bitch? Kau kaget melihatku di sini?” Leonel langsung berdiri dari sofa dan berjalan mengarah ke arah Adeeva dengan senyum devilnya.Adeeva menatap aura permusuhan kepada Leonel. Bahkan Adeeva juga melihat dahi Leonel penuh luka dan pipi milik
Menghabiskan waktu seharian di kantor Alex membuat Adeeva senang. Apalagi melihat pria itu sangat serius jika sedang bekerja. Adeeva sendiri memilih duduk santai di sofa dan tertidur di sana sampai akhirnya jam pulang kantor tiba.Adeeva meminta untuk diantarkan di apartemen miliknya saja karena merasa rindu dengan suasana kamar miliknya meski sudah diubah oleh Leonel waktu itu.“Sejujurnya aku sedih banget saat ini,” keluh Alex.“Kenapa?”“Darrel menyuruhku terbang ke Moskow dan akan memakan waktu semingguan di sana.”Adeeva tersenyum penuh pengertian. “Lakukan lah jika sang Owner sudah berbicara,” balas Adeeva sambil terkekeh.“Huuuuft! Rasanya berat sekali akan meninggalkan kekasih cantikku ini.”Alex menatap sedih juga berat akan meninggalkan Adeeva sendirian. Apalagi permasalahan dengan Leonel belum juga selesai. Alex memiliki feeling kalau Leonel akan berlaku semena-men
Leonel saat ini lebih memilih melepaskan setir mobil guna melindungi tubuh Adeeva dengan memeluk tubuhnya erat. Apalagi Adeeva saat ini tidak memakai seatbelt hingga membuat tubuhnya gampang terguncang.Mata Adeeva merasa gelap, ia pun mencoba membuka matanya perlahan dan melihat dada bidang milik suaminya yang masih terbalut jas kerja.“Leonel,” panggil Adeeva lirih.Merasa tak ada jawaban membuat Adeeva langsung khawatir. Adeeva takut Leonel mati, tapi deru napas Leonel masih terdengar jelas di telinga Adeeva.“Leonel,” panggil Adeeva kembali.Dan tak lama Leonel mulai melonggarkan pelukan di tubuh Adeeva. Kedua manik mata mereka pun kini saling menatap satu sama lain. Suara napas memburu Leonel pun masih sangat ketara sekali saat ini.“Kau tidak apa-apa, hm?” tanya Leonel lembut.Adeeva menggeleng pelan.“Kita masih hidup kan?” tanya Adeeva memastikan jika ia masih hidup di dun
Mendengar ungkapan cinta dari Leonel membuat Adeeva justru tertawa ngakak karena merasa jika pria di depannya sedang kesambet setan.Adeeva masih belum percaya dengan ucapan Leonel karena pria ini masih gampang berubah-ubah. Habis manis terus jahat lagi.“Adeeva ….”“Stop Leonel, jangan bercanda.”“Aku serius.”“Sudahlah, aku mau tidur. Lepaskan pelukanmu.”Leonel pun melepaskan tangannya dan menatap kepergian Adeeva yang sudah hilang dibalik tembok kamar. Kenapa di saat ngomong serius justru Adeeva seakan tidak percaya?Tak mendapat jawaban apapun membuat Leonel segera merapikan kotak p3k miliknya. Leonel pun segera menyusul Adeeva ke kamar dan melihat perempuan itu yang memang sudah memejamkan mata.Leonel mendesah dan lebih memilih mandi kemudian menyusul Adeeva tidur di sampingnya.***Pagi-pagi sekali Leonel sudah bermain dengan kucing kesayangannya. Hamt
Adeeva pun terkejut saat memahami ucapan Kiki. Dia langsung terpekik hingga membuatnya meloncat dari atas kasur yang membuat Kiki semakin bingung.“Bunda, seriusan Adeeva tidak ada hubungan apa-apa sama dia. Kami profesional aja sebagai pemilik kafe dan customer. Bunda ingatkan kalau Adeeva pernah cerita jika ada customer menyebalkan? Nah dia itu customernya—yang ternyata klien Ayah.”“Kok dunia bisa sesempit ini, sih?” komentar Kiki menanggapi.Adeeva pun hanya mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Ia langsung berjalan mendekat ke arah ranjang dan duduk di depan Kiki.“Kata Ayah dia duda anak satu. Istrinya meninggal saat lahiran. Katanya pendarahan gitu, Bun. Adeeva ngelihat anaknya itu kasihan banget. Anaknya padahal cantik banget, Bun. Nasib dia malang banget enggak bisa melihat dan merasakan sesosok Ibu.”“Siapa sih nama itu customer?” tanya Kiki, penasaran.“Baim.”
Adeeva merasa canggung saat ini. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata perpisahan. Maksudnya akan pamit pulang. Alhasil ia hanya diam mematung saja saat ini. Hingga akhirnya Baim langsung berdeham pelan dan menyuruhnya duduk.“Silakan duduk, saya enggak mau membuat seorang tamu kakinya keram karena terlalu lama berdiri.”Adeeva tersenyum, dan segera duduk. “Terima kasih.”“Hm.”Bahkan kini Baim ikut duduk di seberang Adeeva. Ia membuang muka saat Adeeva ingin menatapnya. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah sendiri seperti ini. Bahkan Baim sudah berkali-kali berdeham untuk menetralkan rasa gugup yang dirasakannya.Tak lama, Bi Surti turun dari lantai atas. Bibirnya mengulas senyum tipis melihat interaksi yang sangat begitu kaku itu.“Bi,” panggil Baim.“Iya, ada apa? Tadi Ibu Ziva hebat banget lho bisa membuat Ayesha tertawa. Dia sepertinya nyaman digendongan Ibu Adee
Pada akhirnya Adeeva pun menerima permintaan dari sang ART itu untuk masuk ke rumah yang didesain ala mediterania. Awalnya Adeeva menolak karena ingin langsung pulang saja. Namun, melihat sang ART yang begitu memohon membuat Adeeva terpaksa mengiyakan.“Kalau boleh tahu nama Ibu siapa?” tanya ART itu dengan sopan.“Oh, nama saya Adeeva Putri Anggara, tapi panggil saja Adeeva.”“Nama yang cantik. Hampir mirip sama mamanya Ayesha, ya.”Adeeva mengerut bingung saat mendengar ucapan itu. Adeeva enggak paham kenapa ART ini seperti gencar sekali menjodohkan dirinya dengan bos-nya itu. Padahal baru juga bertemu.“Ibu Adeeva mau minum apa?” tanya ART itu, sambil menaruh bayi gembul itu ke sebuah bouncher. Adeeva yang melihat bayi itu merasa gemas sendiri. Bawaannya pengin gigit pipi yang tampak tembam itu.“Apa aja, tapi air putih saja.”“Kalau begitu saya permisi dulu mau ambi
Sudah hampir seminggu ini Adeeva tidak melihat sesosok Baim datang ke kafenya. Apalagi pertemuan terakhir dia dengan Baim berlangsung tidak baik. Entah kenapa Adeeva menjadi kepikiran saat ini.“Zia, pelanggan aneh itu enggak ke sini?”Zia menggeleng pelan. “Udah hampir semingguan ini dia enggak datang, Kak. Bahkan sore pun tidak datang.”Adeeva yang memang berjaga pagi hingga siang saja tidak tahu kondisi kafe di sore hingga malam hari. Karena Adeeva harus menemani grandma-nya di rumah. Adeeva ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang grandma. Akan tetapi hari ini ia sengaja berjaga sampai tutup kafe karena merasa penasaran dengan pria bernama Baim itu.“Apa dia malu mau datang ke sini lagi setelah tahu kalau aku anaknya dari pemilik kafe?” gumam Adeeva, menerka-nerka. “Tapikan kalau emang suka makan di sini tinggal datang aja seperti biasa. Enggak usah pikirin soal keributan kemarin dong. Ih engga
Adeeva menatap bingung ke arah pria itu. Bahkan saat pria itu telepon dengan seseorang menggunakan bahasa sunda membuat Adeeva hanya mengerutkan kening bingung. Pasalnya ia tidak tahu arti yang diucapkan pria yang entah siapa namanya.Setelah selesai berbicara. Pria itu langsung berbalik badan dan menatap Adeeva sengit. Karena ia sudah pasti akan menang dari cewek tengil di depannya ini.“Kita tunggu sebentar lagi pemilik kafe ini akan datang,” ucapnya dengan gaya watados-nya.Adeeva semakin mengerutkan kening bingung kala mendengar ucapan ngawur pria itu. Pemilik kafe-nya ia sendiri. Memangnya menunggu siapa? Apa menunggu ayah Ryan?“Oh ya? Memang siapa nama pemilik kafe ini?” tantang Adeeva, jemawa.“Tentu Pak Ryan Anggara.”“Hahaha, itu Ayah saya.”“Halah, ngaku-ngaku kamu. Bawahan aja bisa belagu begini, ya. Anaknya Pak Ryan itu di luar negeri ikut suaminya. Masa anaknya
Mau tidak mau saat ini Adeeva maju sendiri untuk melayani customer aneh itu. Adeeva sudah siap mendengarkan semua menu pesanan dari mulutnya. Namun, sudah berdiri sekitar sepuluh menitan tidak ada ucapan apapun dari mulut pria itu yang membuat Adeeva dongkol.“Bapak mau pesan apa?” tanya Adeeva kemudian.Tetap saja Adeeva hanya didiamkan oleh pria itu. Dia lebih sibuk membolak-balik buku menu dan dilakukannya berulang yang membuat kepala Adeeva terburu mengebul mengeluarkan asap putih.“Ekhem! Bapak ingin pesan apa? Dari tadi saya perhatikan kalau Bapak hanya membolak-balik buku menu tanpa mau memesan.”Adeeva terkejut kala pria itu justru menaruh buku menu dan berdiri menghadap ke tubuh Adeeva yang tingginya benar-benar lumayan. Adeeva saja sedada pria itu hingga membuatnya langsung mendongak.“Pelayan cerewet! Kemarin-kemarin saja tidak ada kamu suasana kafe ini aman. Saya pikir kamu dipecat hingga saya merasa lega.
Selesai berdiskusi soal harta warisan milik Marinka. Kini Adeeva sudah memutuskan dengan sangat bulat jika seluruh harta yang dimilikinya akan ia sumbangkan ke sebuah yayasan. Awalnya, pengacara itu terus membujuk Adeeva untuk terus meneruskan dan mengelola, namun mengingat kata-kata Leonel yang menyakitkan membuatnya benar-benar bulat untuk menyerahkan ke tempat yang tepat. Lagipula jika harta itu diberikan pahala akan mengalir ke Marinka bukan? Dan, Adeeva akan hidup tenang di negaranya sendiri.Selesai urusan harta warisan selesai, Adeeva segera mengurus tiket penerbangan ke Indonesia. Ia tidak sudi menghadiri acara pernikahan sang mantan itu. Adeeva ngeri nanti di sana harga dirinya akan diinjak-injak oleh Leonel ataupun Elizabeth.Entah kenapa sejak pertemuan terakhirnya di depan pintu kamar hotel dengan Alex, pria itu mendadak tidak bisa dihubungi. Padahal Adeeva hanya ingin pamit pergi pulang ke Indonesia. Entah kenapa pria-pria di sini semuanya membuat hati Ade
Alex tersenyum miring kala melihat Leonel meneleponnya. Pria itu segera mengambil dan mengangkat ponselnya dengan gayanya yang sangat santai.“Halo,” sahut Alex dengan santai.“Alex, apa maksudmu pergi bersama Adeeva ke toko tas? Apa emang kalian sengaja membuntutiku?”Mendengar itu sontak Alex langsung tertawa terbahak-bahak, dan cerdiknya Alex telah meloudspeaker panggilan telepon dengan Leonel hingga Adeeva bisa mendengarnya dengan jelas.Alex melihat jika Adeeva ingin menyahuti ucapan Leonel. Namun, Alex menggelengkan kepalanya kepada Adeeva untuk memberikan tanda jika tidak usah terpancing ucapan Leonel yang memang selalu mencari perhatian dirinya—khususnya Adeeva.“Kau benar-benar sangat percaya diri sekali Leon! Aku datang ke toko tas karena memang ingin menjemput kekasihku.”“Apa! Kau sengaja berkata seperti ini agar aku cemburu? Hahaha, itu tidak akan bisa kalian lakukan.”
Alex terkekeh sendiri melihat wajah Adeeva yang tampak menggemaskan itu. Alex pun berdeham sebelum menjawab ucapan Adeeva barusan.“Ya, semoga saja nanti kau mau menerimaku agar bisa menjadi tambatan hatimu,” ujar Alex yang membuat Adeeva langsung bungkam seribu bahasa. Bahkan wajahnya terasa sudah panas karena jawaban dari Alex barusan. Adeeva tersipu malu mendengarnya.“Maksudmu apa mengatakan begitu?” tanya Adeeva malu-malu.“Maksudku jika kau menerima cintaku kembali otomatis kau lah yang menjadi tambatan hatiku.”Adeeva tersenyum malu, pipinya benar-benar sudah merah akibat ucapan Alex yang membuatnya benar-benar salah tingkah kali ini.Bahkan mereka berdua sudah keluar dari toko tas dan berjalan bersama menyusuri trotoar untuk mencari restoran. Adeeva merasa gerogi sendiri saat tangannya digenggam erat oleh Alex. Bahkan Adeeva benar-benar tidak kuasa untuk tersenyum. Ia dari tadi mengulum senyumnya sekuat m