"Makan malam dulu, kenapa ingin cepat-cepat pergi, sih?" tanya Sean.
Laura yang masih terkejut karena tiba-tiba CEO perusahaan tempatnya bekerja itu berada di hadapannya, hanya bisa terdiam di depan pintu kamar. "Kenapa Pak Sean ada di sini?"
Sean tersenyum hangat dan memberikan jasnya kepada Sri. "Aku pemilik rumah ini," jelasnya.
"Jadi ... Pak Sean yang tadi bantu aku?" tanya Laura tidak percaya.
"Iya, saat saya melewati taman dan tidak sengaja melihat kamu pingsan, saya memutuskan membawamu ke rumah," jelasnya tanpa membuat Laura curiga.
Kini Laura dapat bernafas lega sekaligus merasa berhutang budi kepada Sean, karena pria itu telah menyelamatkannya.
"Bagaimana, apakah masih menolak untuk makan malam di sini?" tanya Sean.
Awalnya, Laura benar-benar malu jika makan malam di rumah atasannya sendiri. Tetapi ia tidak bisa menolaknya, mungkin dengan makan malam bisa membayar kebaikan Sean kepadanya.
Karena itu, dengan pelan Laura menerima tawaran tersebut, mereka segera menuju ke ruang makan.
Laura takjub dengan rumah milik Sean, desainnya sangat indah dan juga elegan, sangat berbeda dengan tempat ia tinggal.
"Apakah hanya saya dan Pak Sean yang akan makan malam di sini?" tanya Laura.
Sean menganggukkan kepalanya. "Jika kita sedang berdua saja, tolong jangan panggil saya dengan sebutan Pak Sean, berbicara saja seperti layaknya kamu sedang berbicara dengan sahabatmu."
Laura hanya mengangguk kecil, padahal dalam hati, ia merasa tidak pantas untuk berbicara dengan seorang atasan seperti yang diinginkan Sean.
Terlebih lagi mereka baru saja bertemu dan mereka belum mengenal satu sama lain. Tetapi untuk menghargai ucapan Sean, Laura hanya mengikutinya saja.
Mereka duduk di ruang makan, para pelayan menghidangkan makanan yang begitu banyak.
"Ayo kita makan bersama, setelah ini saya akan mengantarmu pulang."
Laura tersenyum hangat, menurutnya Sean bukanlah pria yang jahat dan dingin seperti para karyawan katakan.
Mereka menyelesaikan makan malam dengan tenang, Laura berjalan ke parkiran mobil untuk menunggu Sean.
"Kamu sepertinya melupakan ini." Sean menunjukkan undangan.
Laura menatap bingung undangan pertunangan milik Rey. 'Bukankah aku sudah merobeknya? Bagaimana bisa undangan ini muncul lagi?' batinnya.
"Laura, ayo naik."
Dengan tergesa-gesa wanita cantik itu masuk ke dalam mobil, ia masih tetap memandang kertas di depannya.
"Bukankah kamu diundang ke acara pertunangan? Apakah kamu punya pakaian untuk pergi ke sana? Kalau kamu mau, saya bisa antarkan kamu untuk berbelanja. Malam juga belum terlalu larut."
Laura terdiam untuk beberapa waktu. Jelas, dia punya pakaian untuk pergi, meskipun pakaian biasa saja. Dia bahkan tak ingin datang ke acara itu.
Saat itu, Laura bisa saja menolak tawaran dari Sean, tetapi ia merasa tidak enak dengan ajakan dari CEO di perusahaannya itu.
Dengan pelan, Laura menganggukan kepalanya, tatapannya menatap jalanan yang cukup sepi.
Jika memang ia harus pergi, saat ini yang berada di dalam pikirannya adalah ... dengan siapa ia harus menghadiri acara terkutuk itu?
Sekali lagi, Laura menyesal dengan ucapannya kepada kedua pengkhianat itu, ia sudah berbohong demi menyelamatkan dirinya.
"Ada apa?"
Suara dari Sean membuat Laura terkejut. "Nggak ada apa-apa." Laura berusaha tersenyum walaupun ia ingin menangis saat ini.
"Saya tahu mata kamu tidak bisa bohong," jawab Sean.
Laura menundukkan kepalanya, ia mulai menceritakan perasaannya saat ini kepada Sean.
Laura sedikit berharap beban di dalam pikirannya perlahan mulai berkurang, karena entah mengapa, Laura merasa Sean adalah orang yang bisa menjaga rahasia.
"Jika saat ini kamu sudah bisa melupakannya, lalu kenapa kamu memikirkannya kembali?" tanya Sean.
Laura menggeleng pelan. "Aku tidak memikirkannya, hanya saja aku berpikir dengan siapa aku harus datang ke sana. Karena aku mengatakan kepada mereka bahwa aku sudah mempunyai seorang kekasih dan mereka memintaku untuk datang bersama dengan pria yang menggantikan posisi Rey di dalam hatiku," jelasnya.
Seketika, keheningan memenuhi mobil. Laura merasa malu karena baru saja mengeluarkan isi hatinya, sedangkan Sean yang ragu akan sesuatu yang sedari tadi ia ingin katakan.
"Bagaimana, jika aku yang menemani kamu ke sana?"
Pertanyaan Sean membuat manik Laura membulat. Itu adalah sesuatu yang tak pernah Laura pikir akan keluar dari mulut atasannya sendiri.
Laura masih terdiam menatap pria di sampingnya, ia tidak mungkin menerima tawaran dari Sean, karena Laura yakin bahwa para petinggi akan datang ke sana dan mereka akan mengenal Sean.
Tidak mungkin seorang CEO memiliki kekasih di kantor yang berstatus sebagai bawahannya yang paling rendah.
Laura juga yakin bahwa Rey pasti mengenal Sean, karena perusahaan milik Sean menduduki perusahaan terbaik nomor satu di Asia.
"Kenapa diam, kamu takut?" tanya Sean. "Ayo turun dulu, nanti saja jawabnya," lanjutnya.
Mereka memasuki pusat perbelanjaan, Sean membawa Laura pergi ke salah satu butik terkenal.
Tetapi baru saja ingin masuk ke dalam butik, Laura menghentikan langkah kakinya. "Kenapa kita ke sini, Pak? Setahu saya, pakaian di sini sangat mahal."
"Tenang saja, hari ini ada diskon besar-besaran." jelas Sean.
Dengan senang hati Laura masuk ke dalam butik, semua pakaian-pakaian mahal yang selama ini hanya bisa ia mimpikan berada di dalam sana.
Para pelayan menyambut mereka berdua dengan sangat baik, tetapi Laura terdiam saat tiba di dalam butik.
"Kenapa sepi?" tanya Laura.
Pelayan di hadapannya tersenyum hangat. "Karena tokoh ini begitu terkenal dengan pakaiannya yang bagus, kami hanya menerima tamu yang sudah membuat janji terlebih dahulu," jelasnya.
Laura menatap ke arah Sean. "Saya ingin membeli jas di sini, karena itu saya membuat janji sudah dari tiga hari yang lalu," jelasnya.
Kini Laura begitu mengerti ucapan dari Sean. Perlahan langkah kakinya mulai melangkah ke depan, tangannya bergerak memegang setiap pakaian yang menarik baginya.
Laura mengintip harga yang terdapat di label, dan seketika matanya membulat sempurna saat melihat harganya dan juga diskon yang diberikan.
"Diskon 80% untuk pakaian ini? Apakah kalian tidak rugi?" tanya Laura.
Sean tersenyum melihat Laura yang menyukai semua diskon di dalam butik impiannya, bahkan ia membeli banyak pakaian.
Setelah berbelanja, kini saatnya ia memilih dress yang akan ia gunakan untuk acara pertunangan.
Ada dua pilihan warna. Tetapi Sean meminta Laura untuk menggunakan warna merah, karena akan membuatnya terlihat lebih elegan.
"Sebelum ke acara pertunangan, datanglah ke sini agar mereka yang akan mempersiapkan segalanya untukmu," ujar Sean.
Laura menggeleng pelan. "Tidak perlu Pak Sean, bukankah diskonnya hanya berlaku untuk hari ini?" ujarnya dengan sangat pelan.
"Untuk make up di sini gratis, jadi Nona bisa datang ke sini," jelas salah satu pegawai, sembari tersenyum ramah ke arah Laura.
Setelah mendapatkan apa yang Laura inginkan, keduanya langung pergi menuju ke parkiran mobil.
Tanpa Laura sadari, Sean terus mencuri perhatian ke arahnya, entah kenapa wanita itu terlihat sangat cantik malam ini.
Seusai berbelanja, dan keduanya kembali ke mobil, Laura berterima kasih kepada Sean. Pria itu sangat baik padanya.
"Terima kasih ya, Pak Sean, karena aku, Bapak jadi repot," ujar Laura.
Tak mendengar jawaban dari pria itu, Laura menoleh. Namun, napasnya seakan terhenti ketika pria itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke arah Laura hingga keduanya hanya berjarak dua senti saja.
"Jangan lupa pakai seatbelt, Laura."
Saat Sean menjauh, Laura akhirnya bisa bernafas dengan lega. Namun, Laura merasa jantung berdegup amat kencang!
'Kenapa nggak ngomong saja sih, hampir saja pingsan," batin Laura.
Sean tersenyum kala tersadar semburat merah muncul di wajah Laura, membuat Laura terlihat semakin menggemaskan
"Di mana rumah kamu?" tanya Sean, yang dijawab langsung oleh Laura.
"Ternyata cukup jauh, biasanya kemana-mana naik apa?" tanya Sean.
"Motor ... astaga motorku!"
Detik itu, Laura baru saja teringat, bahwa dia ke kantor menggunakan motor! Dia meninggalkan motornya sendiri!
"Di mana motormu? Biar saya minta seseorang untuk bawakan,"
Laura tidak pernah menyangka bahwa CEO di perusahannya terlihat begitu baik dan juga ramah.
Ia segera memberikan alamat tempat parkir motornya kepada Sean dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
"Sekarang kamu berutang budi kepada saya. Artinya, kamu tidak boleh menolak saran saya untuk ke acara pertunangan dengan saya, ya."
Laura membuang nafas panjang, ia berharap tidak ada orang yang mengenalinya kecuali kedua pengkhianat dan keluarga Rey.
Keterangan dari dokter membuat Laura terdiam, karena hampir saja ia kehilangan bayinya."Kesehatan kamu begitu penting. Karena jika kesehatan kamu menurun, maka dipastikan bayi di dalam kandungan kamu tidak akan baik-baik saja," ujar dokter.Laura hanya terdiam. Ia terlalu memikirkan hubungannya dengan Sean, sampai melupakan bahwa dirinya sedang tidak sendiri.Setelah dokter keluar, Laura menatap ke arah Raisa. "Tolong tinggalkan aku sendiri, karena saat ini aku benar-benar ingin sendiri," pintanya.Tatapannya beralih ke tangan yang digenggam erat oleh Raisa. "Jangan memikirkan apapun, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa."Walaupun baru pertama kali bertemu, tetapi Raisa sudah menganggap Laura sebagai saudaranya sendiri.Setelah Raisa keluar, Laura turun dari kasur dan menatap pantulan dirinya di cermin. "Maafkan aku, belum bisa menjaga dirimu baik-baik."Tangannya bergerak mengelus perut yang perlahan mulai membesar, ia selalu merasa merasa bersalah kepada anak yang masih belum diteri
Ruangan makan terlihat begitu sepi, hanya ada beberapa karyawan dan OB yang tersisa, karena sudah pergantian sift.Dikarenakan staf OB yang masih kurang, membuat mereka harus bekerja full selama satu hari dan dihari berikut mereka akan libur.Malam sudah larut, Laura dan Raisa ke kantin perusahaan dan bersiap untuk makan malam.Tetap ia berlari dan bersembunyi ketika melihat Emily, rambutnya yang basah dan terlihat jelas bahwa dirinya baru selesai mandi."Apakah aku harus mengakhiri semua ini? Apakah sudah saatnya aku melupakannya, tetapi begitu berat menerima semua yang telah terjadi.""Apakah dia tidur dengan suamimu?" tanya Raisa.Saat melihat Laura bersembunyi, Raisa juga ikut bersembunyi bersamanya, bahkan ia juga menatap Emily yang asyik mengambil makanan sambil tersenyum.Laura terdiam cukup lama hingga sentuhan dari tangan Raisa membuatnya sedikit terkejut.Hembusan nafas berat terdengar dari arah Laura. "Ada apa?" Raisa kembali memberikan pertanyaan yang sama."Aku bingung ha
Ternyata bukan awal yang baik untuk pekerjaan barunya, ini adalah awal yang buruk.Laura memang diterima baik oleh rekan kerjanya, tetapi tempatnya bekerja begitu melelahkan.Ia harus melayani tamu yang menelfonnya setiap menit, bahkan tidak memberikannya waktu untuk beristirahat."Laura, kamar 601, tolong bersihkan kamar mandinya!"Ingin membantah tetapi hal itu tidak mungkin ia lakukan, karena ini hari pertamanya bekerja.Tubuhnya menegang ditempat, ketika melihat pria yang begitu ia cintai berjalan masuk ke kamar 601 dengan wanita yang ia kenal.Tubuhnya lemas, kepalanya terasa begitu pening. "Laura, kamu baik-baik saja?"Robert ketua OB yang baru saja keluar dari ruangan, terkejut melihat Laura yang hampir terjatuh."Aku baik-baik saja, terima kasih pak."Dengan langkah pelan dan tubuh yang masih gemetar, Laura mencoba untuk melangkah maju ke depan.Salivanya susah untuk ditelan, ia mencoba untuk bertahan dan melihat apa yang mereka lakukan.Tetapi ia tidak bisa masuk hingga sampa
Keduanya duduk saling menatap satu sama lain, tetapi berbeda dengan tatapan dari Diandra."Kamu hamil?" tanya Diandra.Laura benar-benar merasa sial, ia tidak pernah berpikir akan bertemu dengan Diandra di tempat kerjanya."Anak Sean? Atau anak orang lain?"Jantungnya berdetak jauh lebih cepat, ia tidak mungkin menjawab bahwa bayi yang berada di dalam perutnya adalah anak orang lain."Aku punya sebuah cerita. Waktu itu aku ingin mengatakannya, tetapi dicegat oleh Sean," jelas Diandra.Ekspresi wanita cantik itu berubah menjadi serius, menunggu ucapan selanjutnya dari wanita di hadapannya."Tahukah kamu, kenapa Sean tidak pernah melupakanku, karena anaknya pernah ada di rahimku!" tegasnya.Seketika Laura merasa dunianya runtuh, ia tidak pernah menyangka dengan ucapan yang keluar dari mulut Diandra.Wanita di hadapannya itu tertawa. "Kamu pasti tidak percaya dengan apa yang aku katakan, benar?""Jelaskan saja apa yang ingin kamu katakan, Diandra!"Diandra mengatakan, bahwa anak yang ber
Pagi yang begitu cerah dan awal yang indah bagi Laura untuk memulai aktivitasnya.Hari ini adalah hari pertamanya untuk masuk kerja, ia bangun lebih awal dan mempersiapkan diri untuk menghadapi semua rekan kerja di tempat yang baru."Aku nggak pernah meminta dan berharap yang lain, aku hanya berharap agar semua orang di tempat kerjaku dapat menerima aku apa adanya.Laura melangkahkan kakinya keluar dari kontrakan dan berjalan menuju ke tempat kerja.Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, ia tiba di tempat kerjanya yang baru.Terlihat seorang wanita cantik yang sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum ramah ke arahnya."Laura?" tanyanya.Anggukkan kepalanya pelan. "Iya, saya Laura.""Hai, nama saya Sinta dan saya sebegai menejer di sini," jelasnya.Tanpa menunggu lama Laura langsung membalas jabatan tangan dari atasannya."Mari, ikut saya ke ruangan."Selama langkah kakinya menuju ke ruangan sang atasan, ia bertegur sapa dengan para karyawan yang sudah tiba lebih dulu."Saya sudah m
Beberapa hari setelah keluar dari kantor, Laura benar-benar menjalani hari-harinya sendiri tanpa ditemani oleh sang kekasih.Kekasihnya kemarin pergi dinas ke luar kota selama dua minggu dan hari ini Lauren memutuskan untuk pindah apartemen dan benar-benar menghilang dari kehidupan Sean.Mungkin di saat seperti ini ia harus belajar untuk melupakan kekasihnya, karena hanya dengan begitu Sean bisa menemukan wanita yang jauh lebih baik darinya."Maaf, di mana barang yang akan kami bawa?" Laura memesan tim pengangkut barang karena ia akan memindahkan semua, barangnya ke apartemen yang baru.Kemarin saat dirinya ingin menghilang dari Sean, tetapi pria tampan itu malah menemukannya dengan sangat mudah.Laura benar-benar lupa, bahwa kekasihnya itu memiliki bisnis lain selain mempunyai perusahaan yang besar."Semua ini!"Ia melangkah keluar dan akan meninggalkan apartemen yang memberikannya banyak kenangan.Laura hanya akan menitipkan kunci apartemen kepada satpam, karena ia sudah mengetahui