Sebagai seorang lelaki, pantang bagi Satria untuk ditunggu. Lebih baik ia menunggu sehingga ia bisa mengontrol hatinya agar tidak terkejut dengan segala kemungkinan yang ada bila ia terlambat.
Ia sudah berada di restoran baso tempat ia pernah bertemu dengan Salsa. Bangku yang saat ini ia duduki pun adalah tempat yang sama. Di sampingnya sudah ada Ramlan yang tengah mengisap rokok dengan ditemani secangkir kopi, sedangkan Satria lebih memilih menikmati segelas jus jeruk. Ia tidak mau kesan pertama dengan Haya jelek hanya karena bau mulut.
"Mbak Haya sudah di jalan?" tanya Satria pada Ramlan.
"Sudah di taksi online, Bos. Sebentar lagi sampai," jawab Ramlan.
"Matikan rokok lu! Dia bawa anaknya'kan? Asap rokok gak bagus untuk anak kecil. Gue aja udah niat nih, Ram, kalau gue nikah dan punya anak, gue mau berhenti merokok, paling Vape aja."
"Ha ha ha ... sebelas dua belas, Bos," balas Ramlan menertawakan Satria.
"Biar istri dan
Saya janji, di part ini kalian akan meneteskan air mata. Siapkan tisu."Permisi, Mas, ada yang bisa kami bantu? Lagi ada promo cash back tiga ratus ribu khusus untuk pembelian hari ini," sapa SPG motor pada Ramlan."Sore, Mbak, saya mau lihat motor Honda Biit yang tahun 2021 ya. Yang paling bagus ada?" tanya Ramlan dengan penuh percaya diri."Oh, tentu saja ada, Mas. Mari, silakan duduk. Ini brosurnya. Harga Honda Biit seri CBS 16,66 juta, kalau seri CBS-ISS 17,36 juta saja. Jika Mas beli hari ini, atau mengajukan kredit pada hari ini, maka akan dapat cashback tiga ratus ribu dan voucher Chatimi sebesar lima puluh ribu, bagaimana?""Saya mau ambil yang paling mahal, Mbak. Promonya gak ada lagi nih. Saya mau beli cash soalnya," kata Ramlan lagi dengan penuh rasa bangga. SPG cantik itu memperhatikan wajah Ramlan yang tidak terlihat seperti seorang pria yang akan membeli motor dengan cara cash. Tidak juga terlihat seperti seorang lelaki yang teng
Salsa menumpang solat magrib di rumah Nek Piah. Ya, setelah berbincang cukup lama, akhirnya Salsa mengetahui bahwa nama wanita tua tetangga Satria adalah Piah. Asalnya Sofiah Hasna, dipanggil Piah. Nama yang bagus, tetapi menjadi sedikit aneh dengan panggilannya.Aroma melati pada mukena, sekaligus kapur Barus membuat Salsa seperti tengah melayat. Jujur ia takut, tetapi Nek Piah ikut solat juga bersamanya, itu yang membuatnya tidak terlalu mengkhawatirkan aroma yang ada pada mukena dan juga ruangan rumah Nek Piah."Maman mau mesana?" tanya Mak Piah pada Salsa."Hah? Maman, Nek? Maman siapa?""Oh iya, wupa saya, didinya belom dipasang." Mak Piah menunjuk mulutnya yang tidak ada gigi. Salsa tertawa sambil melepas mukenanya, lalu merapikannya kembali."Yakin mau ke sana sekarang? Tamu Satria belum pulang loh," kata Mak Piah setelah selesai memasang giginya."Justru saya mau kenalan sama wanita itu, Nek. Doaka
Satria menatap Salsa dan Haya bergantian. Dua wanita berbeda genre, seperti novel. Satu wanita genre rumah tangga, satunya lagi genre fantasi. Cara makannya saja berbeda, jika Salsa makan dengan lahap, berbeda dengan Haya yang makan perlahan dan sama sekali tidak terdengar denting sendok yang beradu. Yah, karena Haya makan menggunakan tangan.Bu Mae menyenggol sedikit lengan Satria, lalu menunjuk Salsa dan Haya dengan dagunya. Satria menyeringai, lalu mengangkat bahunya tidak paham. Lalu di mana Samudra? Bayi montok itu sedang tidur di kasur lipat depan TV, sehingga Haya bisa makan dengan tenang."Mbak Salsa nanti pulang naik apa?" tanya Satria. Wanita itu menoleh pada Haya dan tidak mungkin ia minta diantar oleh Satria. Pasti janda inilah yang diantar pulang oleh Satria. Batin Salsa."Naik taksi online saja, Bang," jawab Salsa sambil tersenyum."Ya sudah kalau begitu, saya bisa mengantar Mbak Haya pulang," jawab Satria lagi."Kasian ka
Salsa pulang ke rumah dengan wajah cemberut dan tidak bersemangat. Setelah mengucapkan salam, ia berjalan begitu saja dengan tubuh kaku masuk ke dalam kamarnya bagaikan robot."Sa, kenapa kemaleman?" tegur Juwi saat melihat putrinya berjalan melewatinya dan suaminya yang duduk di ruang televisi."Iya kemaleman, Bun, masa iya kepagian," sambar Devit sambil menyeringai pada istrinya. Juwi memutar bola mata malasnya sambil mencebik."Maaf, Bun, Salsa lagi ada urusan tadi," jawab Salsa lemah."Salsa masuk dulu ya, Bun, Pa," ujar Salsa lagi sambil menarik garis bibirnya dengan terpaksa.Salsa menutup pintu kamar, lalu menguncinya. Gadis itu bersandar pada pintu, lalu menangis. Entah apa yang membuat air matanya tumpah, yang jelas hatinya saat ini terasa begitu sakit. Satria, lelaki yang begitu banyak misteri dan sudah pernah ia tolak lamarannya, kini berjalan dengan wanita lain yang mungkin sebentar lagi akan menjadi istrinya.&nb
"Jadi beneran mau ngelamar Haya, Bos?" pekik Ramlan kegirangan."Iya, ada tapinya ... mm ... gue harus obrolin dulu yang soal tujuh kali itu. Siapatahu Haya keberatan," kata Satria sambil mengembuskan asap rokok terakhirnya ke udara. Lalu ia menekan kuat sisa rokok di atas asbak."Kalau feeling gue, Bos, Haya pasti bisa. Dengar-dengar, almarhum suaminya juga pejantan tangguh. Gak pernah pakai obat apapun, bisa tahan berjam-jam," bisik Ramlan."Lu tahu darimana?" Satria menatap aneh Ramlan."Tembok, Bos, masa iya kontrakan kedap suara. Jadi kedengaran kalau Haya nangis, tetangga kirain digebukin lakinya, pas digedor warga lakinya keluar pake sarung doang. Mana dadanya pada biru. Rupanya yang nangis lakinya, Bos, ha ha ha ....""Tunggu! Suami Haya lelaki'kan?" Satria bertanya dengan serius.Ha ha ha ..."Iyalah, masa alemong! Dah, gue yakin Haya kuat menandingi lu, Bos. Tepat sudah lu sama Haya. Selain dapat paha
"Bik, Salsa ke mana? Udah berangkat ya?" tanya Juwi pada asisten rumah tangganya yang tengah menyapu ruang depan."Belum, Bu, motornya masih di depan. Belum ada keluar kamar juga," jawab Bibik sambil melirik kamar Salsa."Bukannya hari Sabtu, Salsa biasa latihan?" tanya Juwi lagi sambil mengerutkan kening. Pukul enam pagi di hari Sabtu, sudah terbiasa baginya menyaksikan kehebohan anak sulungnya yang mau berangkat latihan angkat besi, tapi pagi ini sepi dan Juwi merasa sedikit aneh."Ada apa, Bun?" tanya Devit yang baru saja keluar dari kamar sudah lengkap dengan pakaian trainingnya."Salsa belum keluar kamar dari semalam, Pa. Inget gak waktu dia pulang semalam, wajahnya cemberut," kata Juwi pada suaminya."Mungkin hari ini Salsa emang libur latihan. Lagi ingin malas-malasan di kamar saja. Bunda jangan terlalu khawatir dengan Salsa, karena Salsa itu sudah besar, sebentar lagi malah jadi istri. Dah, temani Papa sarapan.
Pukul satu tepat, Satria sudah berada di depan butik Salsa. Menunggu wanita itu datang. Sebelumnya, Salsa sudah memberikan panduan arah untuk memudahkan Satria sampai lebih cepat di butiknya. Satria duduk melantai sambil mengisap satu batang rokok terakhir yang ia punya, saat motor besar Salsa masuk pekarangan ruko tempat butiknya berada."Maaf lama menunggu ya, Bang?" tanya Salsa sambil membuka helemnya dan tersenyum pada Satria."Baru dua puluh menit, Mbak." Satria berdiri menyambut Salsa sambil membuang puntung rokok yang sudah selesai ia hisap. Satria masih tersenyum pada Satria."Rokok terakhir, Mbak, he he he ... kalau sudah jadi suami nanti saya udah janji mau berhenti merokok," kata Satria pada Salsa. Semakin rasa bersalah mendera hati wanita itu, ternyata banyak yang tidak ia ketahui tentang Satria. Seorang pria luar biasa yang memiliki banyak kelebihan di balik sejuta kekurangannya."Bagus kalau begitu, Bang. Lelaki yang tidak merokok itu
"Bos, wah ... ganteng banget pakai jas begini, pangling saya," puji Ramlan saat memasuki kamar Satria yang sudah dihias begitu cantik. Satria tersenyum, lalu menepuk sisi tempat tidur yang sudah berhiaskan taburan kelopak mawar dengan maksud meminta Ramlan duduk di dekatnya."Kenapa, Bos?" tanya Ramlan penasaran."Gue deg-degan," kata Satria sambil memegang dadanya."Ini pernikahan kedelapan, masa masih deg-degan aja. Bukannya udah hapal luar kepala. Mau apa dulu yang dipelorotin? Ha ha ha ...."Puk!"Aw!" Satria memukul kepala Ramlan dengan peci hitamnya."Kalau itu iya, Ram, gue udah cum laude, tapi ijab sah ini loh yang bikin gue deg-degan. Mungkin ini firasat baik bahwa pernikahan gue dan Haya akan langgeng ya, Ram. Aamiin ... Masalah cinta bisa datang karena terbiasa. Gue harap setelah menikah nanti, gue bisa menyerahkan semua hati gue dan Tyrex gue hanya untuk Haya," ujar Satria serius. Namun Ramlan malah terbah