Mesir adalah eksotisme yang menyimpan sejarah keabadian masa lalu dan masa kini. Sungai nil memiliki kisah tentang kekafiran seorang raja dan ketaatan seorang nabi hingga tanda-tanda akhir zaman. Kairo adalah kota yang menuliskan tinta emas kecerdasan umat islam saat bangsa lain masih bergelut dengan tahayul dan kurafat lewat Universitas Al Azhar yang tegak hingga kini, bukti tak terbantahkan dari kejayaan gemilang pendidikan islam. Mesir, setiap jengkal tanahnya menyimpan peristiwa dan sejarahnya sendiri. "Disinilah aku, Muhammad Thoriq Alfarisi, mahasiswa S2 semester terakhir dari Universitas tertua di dunia, Al Azhar Kairo!"
"Astagfirullahaladzim..." Thoriq terbangun dari tidurnya dengan peluh membasahi dahinya.
Sudah tiga kali ini gadis itu hadir dalam mimpinya sejak Thoriq menjadi mahasiswa di Al.Azhar Cairo. Ada debar didadanya, romantisme yang hadir dari sebuah dimensi yang sangat jauh. Tak tersentuh namun terhubung lewat rasa. Sepasang bola matanya yang coklat berpendar menatapnya, menyimpan ribuan misteri tak terjawab. Seperti pernah bertemu "Tapi dimana...?" Thoriq menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan gadis dalam mimpinya. Ia teringat perbincangannya dengan Ilham, teman satu kamarnya yang kini tengah terlelap dengan sebuah buku yang menutupi wajahnya. Beruntung masih tidur, jika mengetahui Thoriq mengalami mimpi yang sama pasti akan dibantainya dengan ceramah dan dalil-dalil pamungkasnya.
"Bertemu wanita dalam mimpi bisa jadi itu jelmaan jin pengganggu..." kata Ilham ketika ia menceritakan mimpi keduanya tentang gadis itu. Selain teman sekamar Ilham adalah teman satu kampus dan juga satu provinsi. Cerdas dan pandai bicara, bakat ceramahnya sudah terlihat sejak semester pertama.
"Tapi aku tak pernah lupa berdoa saat mau tidur bahkan berwudhu lebih dulu, seseorang akan dijaga oleh malaikat saat tidurnya dan dimintakan ampunan dosa saat bangun..." tak rela gadis dalam mimpinya disamakan dengan jin pengganggu.
"Berarti gadis itu adalah bidadari yang sedang mencari selendangnya yang hilang saat mandi di sungai nil....." Ilham terkekeh, teringat legenda Jaka Tarub tapi disungai Nil, gak nyambung.
"Asal, mana ada bidadari mandi disungai nil. Adanya bayi nabi Musa yang dihanyutkan disana...." Thoriq melempar bantal pada temannya yang tergelak.
"Siapa tahu itu jodohmu. Aku cemburu padamu, Allah bemberimu banyak keistimewaan sobat...." Ilham memandang iri.
"Rumput tetangga selalu lebih hijau dubanding rumput dipekarangan sendiri, aku melihat keistimewaanmu sejak pertama menginjakkan kaki di Kairo...." puji Thoriq pada Ilham.
"Ditanah air seorang gadis sholehah telah menunggumu, bahkan Allah memberitahukan gadis berikutnya didalam mimpimu. Kamu belum menikah tapi sudah menunggu dua calon istri untukmu. Lihat diriku, satu-satunya wanita yang ingin kupinang setelah lulus kuliah malah memilih menikah dengan saudagar kaya. Kau tahu bagaimana sakitnya hati ini, disini..." Ilham menebah dadanya dengan mimik lucu.
"Berarti gadismu adalah wanita yang cerdas.." Thoriq menahan senyumnya.
"Apa kau bilang...?" bola mata Ilham membulat.
"Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik pada saatnya....." Thoriq mengubah kata-katanya melihat muka Ilham yang kesal.
"Kata orang, jodoh, hidup dan mati sudah ditakdirkan. Bagaimana menurutmu?" tanya Thoriq galau.
"Menurutku, jodoh adalah pilihan. Allah memberi kesempatan kepada setiap orang untuk mendekatkan lawan jenis sesuai kecenderungan tiap orang untuk dipilih. Setelah itu seperti tanaman, dipupuk dan disirami agar tanaman tetap subur dan tidak mati kekeringan" Ilham menjawab serius.
"Aku sepakat denganmu, kau akan jadi penceramah sekelas ustad Somad sepulang dari Kairo nanti" puji Thoriq pada Ilham.Apa takwil dari mimpi itu....? Selama ini Thoriq selalu menjaga pandangannya, khususnya terhadap lawan jenisnya. Tapi gadis itu......? Ia menatapnya begitu dalam, ada pendar dimatanya yang membuat Thoriq tunduk pada pesonanya. Selama ini beberapa wanita datang padanya, baik sendiri maupun bersama kedua orang tuanya. Tujuan mereka sama, ingin menikah dengannya. Satu-satunya wanita yang dia ingat adalah Kanaya, gadis cerdas yang selalu menunggunya. Thoriq menggelengkan kepalanya, semakin banyak wanita datang semakin bingung dibuatnya. Sebagai lelaki normal dan sudah cukup umur ia ingin menikah tapi dengan siapa...? Gadis dalam mimpi itu, apakah hanya khayalan, atau pertanda jodohnya....?
"Masyaallah Umi, doakan anakmu ini" sudah ada Kanaya gadis pilihan Umi yang menunggu disana. Wanita sholehah yang akan membukakan pintu surga untukku, meski hingga kini Thoriq tak punya rasa apapun terhadap Kanaya selain menganggapnya sebagai teman baik. Tak ada yang kurang dari Kanaya, bahkan gadis itu mendekati sempurna. Cerdas, santun, berhijab dan berasal dari keluarga baik-baik. Memenuhi tiga syarat sebagai menantu Umi dari bibit, bobot dan bebet. Kelebihannya yang lain, Kanaya adalah perancang busana muslim yang cukup ternama di tanah air. Tapi kenapa tak pernah ada getar dihati Thoriq untuk Kanaya, apa yang salah...?" Thoriq menutup muka dengan kedua tangannya dan kembali istigfar.
Jam dinding berdentang dua kali, tengah malam. Thoriq beringsut dari tempat tidurnya menuju kamar mandi, diambilnya air wudhu untuk menunaikan sholat thaubat dilanjut dengan tahajut.
" Ya Allah lindungi hamba dan keluarga hamba, masukkanlah kami dalam golongan orang-orang yang selamat didunia dan akherat, Aamiin" diambilnya mushab dan membacanya dengan tartil.
******
Kairo adalah kota impian Savanna dan impian setiap anak SD Al-Azhar 40, dulu kepala sekolah selalu mengisi jam kosong dengan cerita tentang kota Kairo, utamanya tentang Universitas Al.Azhar, Universitas tertua di dunia.
"Hanya anak berprestasi yang bisa sekolah disana, makanya kalian harus rajin belajar dan menghapal Al'Qur'an agar bisa sampai kesana...." kata pak Cardisa kepala sekolah.
Saat itu Savanna duduk di kelas dua sekolah dasar dan sudah hapal juz amma surat al.'asr, demi masa dan al-balad, negeri. Bahkan teman sekelasnya ada yang namanya Cairo dan adik perempuannya bernama Alexandria, tentu saja dia selalu jadi sasaran anak lain untuk bertanya tentang Mesir. Ternyata dia belum pernah ke Mesir, hanya ayahnya pernah bertugas disana sebelum mereka lahir. Semua tentang Mesir begitu dirindukannya, piramida, sungai nil adalah rangkaian sejarah abadi yang menghubungkan masa lalu, masa kini hingga akhir zaman peradaban manusia.
KBRI mengundang agency-nya dalam acara pameran kebudayaan dunia yang diikuti oleh lima puluh negara. Perancis, Amerika, Australia, Italia, India, Inggris dan banyak lagi. Indonesia memperkenalkan sekaligus memperagakan batik, bahan cantik dari warisan leluhur. Batik adalah keistimewaan dan kekhasan bangsanya, meski di era ini banyak negara yang memiliki batiknya sendiri namun batik tetaplah identik dengan Indonesia. Bahkan setiap provinsi memiliki coraknya tersendiri, kekayaan abadi nusantara. Khususnya batik tulis, motif dan coraknya tak pernah sama karena dibuat oleh tangan. Menurut sejarah, batik berasal dari kata tik yaitu titik. Hasil karya yang dimulai dari sebuah titik dan dikembangkan menjadi kreasi yang luar biasa. Dulunya membatik hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan, kegiatan yang membutuhkan pemusatan pikiran, kesabaran dan kebersihan jiwa. Hasil karya yang memadukan kepiawaian dan kelembutan rasa pembuatnya.
Setelah malam gebyar batik yang dihadiri oleh lima puluh negara yang tergabung dalam pameran budaya dunia paginya Savanna merencanakan berkeliling kota Kairo dengan taxi. Tarif taxi Mesir adalah yang termurah didunia. Ada libur satu hari sebelum semua pulang menuju tanah air. Setelah mengunjungi The Egyptian Musium Savanna menuju Universitas Al.Azhar. Sekolah impiannya dimasa kecil. Universitas ini berhubungan dengan mesjid Al Azhar di wilayah Cairo kuno. Bangunannya begitu megah dan kharismatik, eksotisme seni peradabannya begitu tinggi, Savanna sibuk memotret dengan ponsel di tangannya sampai tak melihat seseorang yang tengah berjalan terburu-buru hingga tiba-tiba....bruk!
Seseorang menubruknya dari samping hingga membuat tas ranselnya terjatuh. Savanna meringis, reflek meraba lengan kirinya. Dan ketika ia berbalik, tak ada yang sanggup diucapkannya. Semua kata-kata seakan menguap bagai asap. Sedetik keduanya hanya saling menatap, dunia seperti berhenti berputar. Hening, hanya desir angin kota Kairo yang meriapkan rambut keduanya."Namaku Muhammad Thoriq Al-Farisi, apakah anda dari Indonesia...?" pemuda itu sekilas menatap wajah asia didepannya, menangkupkan kedua tangannya didada tanda memberi salam.
"Ya, kita pernah bertemu...." jawab Savanna terbata, dadanya berdetak lebih cepat seperti alunan perkusi yang bertalu.
"Oh ya...." sepasang bola mata camar itu berpendar, mencoba mengingat dimata pernah bertemu.
Sedihnya Savanna, begitu terkenalnyà ia di tanah air tetapi lelaki yang selalu diimpikan ini tidak mengenalnya. Ia sangat menjaga pandangannya, tentu saja melihat peragaan busana bukan prioritasnya mana mungkin ia melihat seorang model!
"Maaf.....saya terburu-buru, ini tas ransel anda. Semoga Allah memberikan keselamatan dalam perjalananmu dan memberikan berkah dalam pertemuanmu...." doa Thoriq sambil menyerahkan tas ransel pada gadis didepannya.
"Terima kasih, ini kartu namaku. Anda bisa menghubungi saya jika sempat..." Savanna setengah berlari mengejar untuk memberikan kartu namanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya, apalagi untuk seorang pria!
"Terima kasih..." Thoriq mengangguk, dunia seperti melambat dan Thoriq mengingat mimpinya semalam. Gadis ini, mungkinkah...? Namun Thoriq tak ada waktu ia harus menemui professor Omar, waktunya tinggal 30 menit lagi!
Sebelum Savana sempat menjawab pemuda itu sudah menghilang dari pandangan dan yang membuatnya kecewa, kartu namanya terjatuh tepat diujung sepatunya! Gagal, secercah sinar yang tadinya berkilau kembali padam. "Ya Allah, dia sama sekali tidak tertarik padaku!" hening, hanya semilir angin kota Kairo yang meriapkan rambutnya. Savanna mencari pemuda itu, berharap menemukannya diantara ribuan orang yang hilir mudik namun pemuda itu seperti lenyap ditelan bumi! Ponselnya bergetar, dilayar tertulis dua belas kali panggilan tak terjawab. Alin!
"Assalamualaikum Alin...." Savanna mengangkat telepon dari managemennya.
" Waalaikumssalam, Savanna kamu dimana? Orang-orang mencarimu...." suara Alin terdengar panik.
" Aku sudah pamit, pagi saat kamu dikamar mandi...." tentu saja ini trik, kalau dalam keadaan normal Alin tak akan mengijinkannya pergi sendiri berkeliling kota Kairo dengan taxi. Savanna adalah asset-nya, tentu saja Alin tak mau terjadi apa-apa dengannya.
" Bisakah satu jam lagi kamu kembali ke hotel, kita akan pulang ke Indonesia tiga jam dari sekarang."
" Siap, 30 menit lagi aku sudah berada di kamar hotel."
"Terima kasih dear, kau memang modelku paling sempurna, muah...." suara Alin tampak lega.
Ditinggalkannya Kairo dengan kisah seribu satu malamnya dan seorang pemuda yang begitu diinginkan kehadirannya. Diremasnya kartu nama ditangannya, ini pasti mimpi... " Bagaimana mungkin ada seorang pemuda tidak menginginkan kartu namanya, bahkan menjatuhkan tepat diujung sepatunya!" Savanna tidak pernah jatuh cinta, cinta hanya membuat manusia menderita dan bodoh! Tapi kali ini sepertinya ia harus meralat persepsinya.
"Muhammad Thoriq Al-Farisi, apakah kita akan bertemu lagi....?"
****
Ilham mondar-mandir diruang tamu, Edward menemuinya dan meminta tolong sebagai mediator pertemuannya dengan Thoriq. Tentu saja Ilham tak bisa menolak, ketika Edward menjadi mualaf dirinya adalah guru pembimbingnya bahkan ia menuntunnya hingga kini atas permintaan Savanna. Posisinya serba sulit, untungnya Thoriq tak pernah bertanya apa-apa. Ilham sungguh kagum akan kebesaran hati Thoriq, ia mengijinkan Ilham menjadi pembimbing Edward. Meski masih bingung Ilham mengabulkan permintaan Edward, dipanggilnya nomor Thoriq."Assalamualaikum, apakah kau sedang sibuk?" tanya Ilham basa-basi, bingung untuk memulai."Tidak, ada yang bisa dibantu Ilham?" Thoriq mengerutkan keningnya, aneh mendengar suara Ilham yang terdengar gugup."Seseorang datang kerumahku dan ingin bertemu denganmu, aku berharap kamu segera datang..." Ilham meminta sahabatnya untuk datang kerumahnya."Seseorang, bisakah kau sebutkan namanya?" Thoriq penasaran, tidak biasanya Ilham bermain ra
Ilham menatap berkeliling, beberapa tukang menyelesaikan finishing rumah tinggal Thoriq. Pak Sardi tersenyum senang melihat gambar bestek yang tak berubah, sesuai desain nona Savanna.Beberapa komponen dasar interior sudah dipasang terutama untuk dapur dan kamar mandi. Meja dapur dilengkapi dengan wastafel dan keran sudah terpasang. Pada tahap akhir ini, pekerjaan interior dapur dapat dilanjutkan dengan pekerjaan yang berkaitan dengan perkayuan dan aksesorisnya seperti lemari dan kabinet. Serta berbagai detail interior yang diperlukan mulai dari lampu dan lampu hias, wallpaper dan lain sebagainya."Apa yang terjadi denganmu?" Ilham menatap sahabatnya, prihatin."Tidak apa-apa, aku hanya belum beruntung saja.""Dan menenggelamkan dirimu disini?" Ilham tersenyum sinis, tak dapat mengendalikan diri. Sejatinya ia hanya tak ingin melihat sahabatnya menderita tapi laki-laki dihadapannya ini terlalu keras kepala diperingati, mungkin kepalanya harus terbentur
Menikah itu membuat ikatan dan janji bukan hanya dengan pasangan tapi juga dihadapan manusia dan Allah. Dan ketika melakukan pernikahan sesungguhnya kalian telah melaksanakan separuh dari agama Islam. Bagaimana mungkin Savanna sanggup meninggalkan Edward dan harapan keluarganya...? Sementara hari pernikahannya tinggal menghitung hari, seminggu bukan waktu yang panjang kini Savanna tak lagi bisa berlari. Dua kakinya seperti terikat oleh rantai yang berbeda!Rasanya ingin tidur lebih lama agar ketika bangun masalahnya selesai dan tak mengingat apa-apa tapi pikirannya tak mau diajak tidur. Membayangkan persiapan pernikahannya dengan Thoriq membuat air matanya merembes membasahi kedua pipinya, rasanya kepalanya seperti terbentur memikirkan itu. Jangankan untuk berkata, melihat tatapan Thoriq saja Savanna tak sanggup. Betapa Thoriq telah melakukan banyak hal untuk pernikahan ini, Savanna malu mengingat ini. Saat semua impiannya berada didepan mata ia terhalang oleh rasa yang tak d
Savanna hanya menangis melihat keadaan Edward, lelaki gagah dan baik hati yang dikenalnya tidak terlihat lagi. Tubuhnya terbungkus perban dan dalam keadaan koma selama 10 hari.Senyum menggodanya mungkin tak akan dilihatnya lagi, Edward selalu ada untuknya juga saat dirinya dalam keadaan terpuruk ketika Thoriq membuangnya. Walaupun Savanna belum bisa melupakan kemarahannya atas kejadian di Tiger Top Nepal tapi sudah memaafkannya, tak ada gunanya menyimpan dendam karena dendam hanya membuat jiwanya sakit."Dia kehilangan semua ingatannya bahkan tak mengenal kedua orang tuanya, satu-satunya yang dia ingat hanya namamu. Savanna Halina Putri, dia sangat memujamu hingga ingatan tentangmu terbawa dialam bawah sadarnya..." Hanny Hananto menahan isak, ditatapnya Edward yang terbaring dengan pandangan sedih. Sahabat terbaiknya dimasa kuliah itu kini terbaring tak berdaya, betapa cepatnya waktu mengubah segalanya. Hanny mengingat dosanya saat di Tiger Top Nepal rasanya
Persiapan pernikahan membuat orang seluruh rumah sibuk termasuk keluarga Thoriq, terlihat Mama dan Umi sangat bahagia. Mereka sering bertemu dan membahas masalah yang sama. Savanna menangis menyadari kebodohannya, bagaimana mungkin dirinya satu selimut dengan Edward pada malam itu...? Mengingat itu perutnya melilit dan kepalanya terasa berputar. Seseorang mengetuk pintu kamarnya, Thoriq!"Kakak..." Savanna terperanjat, seperti melihat mahluk lain ia langsung memegangi pelipisnya."Wajahmu pucat dan terkejut melihatku, kenapa?" Thoriq menatapnya dengan dahi berkerut."Ya sedikit pusing, mungkin kelelahan. Kakak ada perlu denganku?" pertanyaan konyol, kalau tidak perlu tentu saja tidak mengetuk pintu kamarnya. Savanna menghembuskan nafas panjang, terlihat berat."Tadinya mau fitting busana penganten tapi kalau masih sakit gak papa kok, masih bisa ditunda. Kamu istirahat saja" Thoriq tersenyum maklum meski hatinya terus bertanya-tanya, sejak pulang dar
Menikah dengan Muhammad Thoriq adalah impian Savana sejak bertemu dengannya di Kairo. Meraihnya dengan perjuangan dan menggenggamnya dengan pengorbanan telah dilakukan tanpa henti. Thoriq layak mendapatkan semua itu karena penghormatannya terhadap Umi dan keberhasilan menjaga kehormatannya sebagai pemuda muslim. Mengingat semua ini Savana merasa kecil dan tak berharga, harusnya wanita itu lebih bisa menjaga diri dibanding laki-laki. Hanny Hananto menjenguknya dirumah sakit, wajahnya terlihat layu tak seperti biasanya. Ia seperti ikut larut dalam rasa sakit yang diderita modelnya, gadis Indonesia dengan sepasang bola mata bulat dan warna kulit coklat eksotik. Savana sangat berbeda, bekerja sama dengannya membuat bisnis batik tulisnya terus merangkak di grafik penjualan tertinggi selama setahun. Jika mungkin ingin dikontraknya Savana untuk produk batik tulisnya hingga lima tahun kedepan, namun untuk kontrak dua tahun yang di New York City saja belum ada respon. Banyak model la