Angin pancaroba begitu kering, daun-daun menguning lalu berguguran satu persatu kebumi. Savanna membuka filtrase, menatap dedaunan yang digoyangkan angin. Bergerak bebas, mengikuti irama alami semesta.
Alin memegang pelipisnya dengan nafas seperti pemburu, mondar-mandir dan tak bisa duduk tenang sementara Savanna duduk dikursinya dengan menggigit jempolnya. Ditutupnya layar ponsel dengan gelisah."Tamat riwayat kita Sav, hampir semua majalah mode ibu kota memuat foto peragaanmu di Paris dan dikaitkan dengan brand ambassador-mu di Kanaya Colection" Alin mondar-mandir di ruangan seperti orang hilang akal, membuat suasana menghangat meski AC menyala sempurna.
"Kanaya sudah menelfonku Alin..." Savanna tertular kepanikan Alin.
"Apa yang di katakannya...?" wajah Alin kusut masai.
"Kanaya itu santun tapi tegas Alin, lebih baik kita menemuinya dan mengaku salah aja..." saran Savanna.
"Jika dia menuntut dan melaporkan kita wanprestasi bisa kacau semuanya" Alin tambah panik.
"Kita belum bertemu dengannya, jangan memvonis..." uang kontrak kerjasama dengan Kanaya Colection sudah dibelikan asset, rumah pinggir sungai yang asri. Rumah yang paling disukai Mama untuk berlibur. Savanna menggigit bibirnya, terbayang akan mengembalikan uang kontrak itu ke Kanaya Colection.
"Tapi itu hal terburuk yang harus kita terima."
" Setiap tindakan ada konsekwensinya Alin, kedepan kita harus lebih hati-hati dalam melakukan kerja sama, jangan hanya melihat finansialnya saja....." Savanna sedikit geram dengan keteledoran Alin.
"Kamu terlihat tenang....." Alin mengerutkan dahinya, curiga.
"Aku sudah memikirkannya sejak penerbangan dari Kairo...." Savanna menatap keluar jendela, awan begitu gelap menandakan sebentar lagi hujan.
"Apakah kamu tidak kawatir...?" Alin menggigit bibirnya.
"Aku menghawatirkan Mama, ia paling sensitif dengan berita-berita seperti ini..."
"Dan kamu..." Alin gemas melihat modelnya yang tampak masih tenang.
"Alin, bahkan aku tidak berani melihat medsos, teve...." Savanna menghembuskan nafas berat.
"Biar Bram saja yang mengatasi kontrak bermasalah ini dengan Kanaya..." Bram adalah pengacara agency.
"Alin kontraknya tidak bermasalah, kita yang tidak bisa menjaga komitmen. Kanaya ingin bertemu kita, bukan Bram. Oke...?" Savanna memegang bahu Alin.
"Biar Bram yang bekerja, aku belum siap ..." Alin berkeras, kesal melihat reaksi modelnya yang kadang terlihat sok bijaksana.
"Bram boleh bergerak setelah kita tak mampu mengatasi Kanaya. Ingat Alin, bisnis adalah kepercayaan. Kita memiliki satu masalah yang belum terselesaikan, jangan buat yang kedua..." Savanna mulai geram melihat tingkah managernya, dengan panik tak ada satupun masalah dapat terselesaikan.
*****
Memasuki ruang kerja Kanaya suasana terasa agak panas meski pendingin menyala sempurna. Kanaya tetap menyambut ramah, terlihat profesional namun terlihat jika gadis itu sedang berusaha keras mengendalikan dirinya.
Pengusaha wanita muda sukses, pastinya akan berpikir seribu kali untuk mengumbar emosinya didepan partner bisnisnya."Silahkan duduk" Kanaya tersenyum datar, tak mampu menyembunyikan kecanggungannya. Seorang office boy meletakkan dua botol air mineral 600 ml di meja Savanna dan Alin.
"Terima kasih" Savanna terkejut begitu melihat majalah dan foto-foto dalam ukuran besar berserakan di atas meja Kanaya, mungkin belum sempat dibereskan atau memang sengaja? Ironisnya foto-foto itu adalah dirinya dalam berbagai pose. Busana Houte Couture yang mewah dan indah dalam peragaan busana di Paris itu kini menuai masalah.
"Foto-foto ini adalah komplain dari konsumen kami, dan sebagian besar busana muslim kami tidak jadi dikirim karena dibatalkan..." Kanaya melihat keluar jendela, menyembunyikan emosinya yang mulai menyentuh ubun-ubun.
"Saya minta maaf secara pribadi dan agency..." Savanna memulai pembicaraan, hati-hati.
"Sebagai manusia saya memaafkan tapi bisnis tetaplah bisnis, mereka tidak bisa memaafkan brand ambassador kami, efeknya hasil produksi kami kena getahnya...." lanjut Kanaya tercekat, menatap model didepannya dengan pikiran berkecamuk.
"Kami mengerti, apapun keputusan tentang kontrak kerja sama ini akan kami terima, bahkan seandainyapun harus ganti rugi..." Savanna menghembuskan nafas berat. Alin terlonjak dari tempat duduknya, negosiasi terakhir Savanna sungguh menghawatirkan dan membuatnya takut.
"Baiklah, kami akan berunding dengan pengacara kami" wajah Kanaya berubah lebih bersahabat dengan tawaran Savanna, berbeda dengan wajah Alin yang tambah keruh.
"Kanaya, kami lebih menghargai kesepakatan. Jika bisa tidak melibatkan pengacara, kami akan lebih menghargaimu" tegas Savanna.
Alin belum berkomentar, duduk di sudut dengan perasaan campur aduk. Menyayangkan Savanna yang menawarkan ganti rugi, modelnya yang satu ini kadang memang menyebalkan. Uang seakan tidak ada harganya lagi, mentang-mentang sudah terkenal dan dibayar mahal. Alin jadi geram, jika sekali lagi jawabannya bakal merugikan agency Alin akan segera angkat kaki dari ruangan ini!
"Sebelum membahas perjanjian kontrak, maukah anda datang ke konfrensi press besok, ini sangat penting untuk kelanjutan bisnis kami."
"Alin, bagaimana jadwalku besok...?" Alin tampak terperangah, tak siap menerima pertanyaan.
"Bagaimana jika dua hari lagi, besok ada shuting iklan shampoo.."
"Terlalu lama, bagaimana jika lusa...?" tawar Kanaya. Sementara Alin melihat jadwal di iphone-nya.
"Baiklah, tapi jam 15.00 wib."
"Deal..."Kanaya menjabat tangan Alin dan Savanna.
Ketika keluar dari kantor Kanaya, Savanna berpapasan dengan Muhammad Thoriq, sejenak keduanya bertatapan tapi Alin segera menggamit lengannya.
"Apa-apaan ini Alin..." protes Savanna.
"Kamu memiliki satu masalah yang belum selesai, jangan buat yang kedua" sepasang bola mata Alin membulat sempurna.
"Apa maksudmu...?"
"Qori itu...pasti ada hubungannya dengan Kanaya. Kalau tidak, ngapain datang kesini...?"
"Alin, dia masuk keruang kerja Kanaya...?" Savanna panik.
"Biarin aja, barangkali mereka memiliki hubungan khusus" jawab Alin asal.
"Teganya kamu Alin, bagaimana dengan foto-fotoku yang diatas meja Kanaya...?" Savanna panik.
"Kau tadi begitu tenang, kenapa sekarang mendadak panik...?" Alin kebingungan.
"Aku tidak mau Muhammad Thoriq melihat foto-foto itu Alin, bisa tamat riwayatku.." ingin rasanya Savanna menangis dan kembali ke ruang kerja Kanaya agar gadis itu menyimpan foto-fotonya yang setengah telanjang, yang menurut mode Paris adalah art!
"Sudah, tak ada yang bisa kau lakukan. Jika memang dia jodohmu pasti ada jalan untuk bertemu..." Alin membawa Savanna ke mobil.
"Alin...aku kecewa..." wajah Savanna tampak kusut, habis sudah harapannya terhadap pemuda itu. Foto-foto itu pasti membuatnya jijik, mencitrakan wanita yang tidak benar.
"Padaku...?" Alin menunjuk dadanya.
"Tidak, pada diriku sendiri..." Savanna menghembuskan nafas panjang, sesak rasanya. Dulu ia tak pernah perduli media akan memberitakan apa tentang dirinya, atau kritik sepedas apapun tak mampu menggoyahkannya. Sekarang ia perduli, ingin terlihat baik juga dihargai!
"Cinta selalu membuat manusia melankolis, apakah dia tahu kau mencintainya..?" Alin tersenyum mencibir, setiap kali melihat Qori itu dipastikan Savanna kwhilangan akal sehatnya!
"Aku tidak tahu, bahkan dia belum tahu namaku.." Savanna menggeleng lemah.
"Apa....?" bola mata Alin membulat sempurna. Benar dugaannya, Savannah kehilangan akal sehatnya.
"Itu benar Alin." wajah Savanna seperti seseorang yang habis terbentur tembok, amburadul!
"Kau sudah bertemu dia dua kali dan dia belum tahu namamu....? Sungguh cerita yang sangat rumit, apa kata dunia?" Alin mengangkat bahunya, tersenyum meledek.
"Bahkan kartu nama yang kuberikan di Kairo terjatuh tepat diujung sepatuku...." hati Savanna kian teriris, perih rasanya mengingat itu.
"Qori itu...tak ada apa-apanya dibanding Sir Edward tapi kau jatuh bangun mengejarnya. Lalu apa yang kau dapat, sakit hati. Kau menyukai hal-hal rumit dear, sederhanalah...." Alin menepuk bahunya prihatin.
"Namanya Muhammad Thoriq Al-Farisi, bukan Qori itu..." ralat Savanna kesal, hari ini dua masalah harus ia hadapi.
Didalam mobil keduanya diam, tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Pak Abas sang sopir hanya bertanya-tanya dalam hati, sepertinya sesuatu yang serius tengah terjadi. Biasanya kedua wanita itu terlibat obrolan seru, bahkan seringkali saling melempar joke, kini keduanya terlihat seperti sedang bermusuhan. Pak Abas hanya menggelengkan kepalanya, bingung!
******
Konfrensi Press dilaksanakan tepat jam 15.00 Wib, wartawan sudah antri dari jam 14.00 wib ingin mendapat tempat paling depan untuk liputan eksklusif. Savanna, siapa yang tak kenal dia. Model papan atas yang lagi naik daun, hampir semua brand yang dibawakannya menjadi booming kini sedang tersandung masalah.
Savanna memakai dress biru muda dengan riasan tipis, ditambah lip balm dan sapuan sedikit blush on warna pink. Rambut sebahunya diikat tinggi dibelakang. Terlihat segar dan bersahaja tanpa menutupi kecantikan alaminya. Terkesan anggun dan mahal, khas penampilan para model profesional.
Kanaya sudah ada disana, gadis itu terlihat anggun dengan busana muslim warna marun lembut. Wajahnya bersih dan bersinar, ciri khas wanita sholehah. Tak salah jika Mohammad Toriq bersamanya, sungguh pasangan yang serasi. Pasangan sholeh dan sholehah, Savanna menarik nafas berat memikirkan itu. Mulai hari ini ia akan mengubur mimpinya tentang pemuda itu, menghapus nama Muhammad Thoriq Al-Farisi dari hati dan pikirannya. Apakah bisa...?
Selamanya, pemuda seperti itu tak akan cocok jadi pasangannya. Lihat apa yang sedang dihadapinya sekarang...? Ia mendapatkan tuntutan dari seorang muslimah tentang cara berpakaiannya yang setengah telanjang! Tak bertanggung-jawab, melanggar komitmen, merugikan klien, dst, dsb,dll.....? Benar kata Alin, seharusnya ia mangkir saja dari konfrensi press ini, ada Bram pengacara handal yang piawai menangani masalah seperti ini. Itu mungkin jauh lebih baik, tidak harus menghadapi wartawan. Tapi ia bukan pecundang, dan hanya itu yang tersisa dari dirinya saat ini kalau ia lari habislah nama besarnya!
" Assalamualaikum..." Kanaya membuka konfrensi press dengan anggun, pribadinya tampak tenang dan berkelas.
"Waalaikumsalam.." sambut serempak yang hadir.
"Seperti yang sudah beredar di medsos tentang hubungan kerja sama kami dengan model bernama Savanna Halinna Putri, secara pribadi kami tidak ada masalah namun karena kerja sama bisnis ini melibatkan banyak orang sehingga kami perlu klarifikasi untuk menghentikan berita negativ yang beredar selama ini, khususnya untuk konsumen Kanaya Colection...." Kanaya menarik nafas dalam.
"Lebih jelasnya brand ambassador kami akan klarifikasi masalah ini, silahkan..." Kanaya mempersilahkan Savanna untuk bicara.
"Assalamualaikum, menyambung pernyataan partner bisnis kami bahwa dengan adanya foto-foto saya di Paris Fashion Week membuat sebagian konsumen Kanaya Colection kecewa dan membatalkan pesanan dengan alasan brand ambassador-nya memakai busana yang kurang pantas untuk acara lain..." Savanna menarik nafas panjang dan membasahi tenggorokannya dengan air mineral. Sulit merangkai kata ditengah kerumunan wartawan yang menunggunya, bahkan pemirsa teve dirumah.
"Apakah kasus ini akan dibawa kemeja hijau..?" tanya wartawan mode " "Simplicity"
"Masalah ini sepenuhnya kami serahkan kepada Kanaya Colection sebagai penuntut, tapi jika mediasi kami lancar insyaallah masalah ini akan kita selesaikan secara musyawarah..." Savanna menjawab tersenyum.
"Bagaimana dengan kerugian Kanaya Colection dari konsumen yang membatalkan pesanannya...?" tanya wartawan yang lain.
"Baik, kehadiran saya disini adalah untuk klarifikasi sekaligus memohon kepada konsumen Kanaya Colection untuk tidak membatalkan busana yang sudah di pesan. Busana Kanaya Colection adalah busana muslim pertama yang saya peragakan selama saya menjadi model dengan pertimbangan bahwa busana muslim Kanaya Colection memenuhi syarat sebagai busana pilihan dengan kriteria khusus, menggunakan bahan kualitas terbaik dengan teknik jahitan tingkat tinggi. Dihiasi detail khusus untuk setiap pemesannya. Siapapun yang memiliki dan sudah memesan busana tersebut adalah seseorang yang sangat spesial karena anda mendapatkan desain yang update dan abadi..." Savanna kembali menarik nafas, mencari rangkaian kata yang tepat untuk meredam gejolak.
"Anda tetap akan menjadi pribadi yang sangat luar biasa dengan menggunakan busana Kanaya colection, perpaduan antara kesucian dan keanggunan seorang muslimah. Siapapun brand ambassador-nya tak akan mempengaruhi kharisma busana muslim Kanaya Colection. Sebagai manusia saya tak terlepas dari kesalahan, mohon dibukakan pintu maaf dan terima kasih atas kepercayaan anda terhadap busana Kanaya Colection dan terima kasih juga pada semua yang hadir hari ini...." Savanna menangkupkan kedua tangannya didepan dada tanda permohonan maaf dan mengakhiri konfrensi pers-nya.
Hmmmm.....suara yang hadir mendengung seperti ribuan tawon, sebagian mengangguk-anggukan kepalanya tanda maklum, sebagian menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak mengerti, sebagian yang lainnya dibuat terpukau oleh keterangan model profesional Savanna Halina Putri. Mereka kagum, dalam keadaan tertekan Savanna masih memberikan konfrensi terbaik tanpa kehilangan senyumnya.
Kanaya terpukau, tak salah perjuangannya untuk mendapatkan brand ambassador Savanna yang terkenal selektif. Savanna tidak hanya profesional sebagai model tetapi sekaligus memiliki publik speaking yang menawan. Dipeluknya Savanna tanda masalah bisnis keduanya menemukan jalan damai, genggaman tangan keduanya diabadikan para wartawan sebagai perdamaian di teve dan medsos yang beredar hari ini.
Alin memeluknya dengan air mata menetes, wajahnya menggurat penyesalan yang begitu dalam karena sempat kesal dengan langkah yang diambil Savanna, curiga dengan keputusannya. Sejujurnya, Savanna selangkah lebih maju dalam memutuskan solusi bisnisnya. Tidak seperti dirinya yang hanya memperhitungkan keuntungan semata!
"Ini sepenuhnya kesalahanku, aku hanya memikirkan nilai bisnis tanpa mempertimbangkan dampak dibelakangnya. Meski tidak pantas, mohon maafkanlah aku.." Alin menunduk.
"Alin, kau bukan hanya managerku tapi kita bersahabat. Kita sama-sama salah, semoga masalah ini menjadikan kita lebih bijak dan dapat mengambil hikmah dari kejadian ini.."
Sore merembak petang, semburat kemerahan membuat langit begitu indah. Masalah adalah cara cerdas Sang Kuasa menguji mahluknya dan memaknai dibalik rencana-Nya.
"Apa rencana Tuhan untukku dan pemuda itu...? Kenapa aku selalu mengingatnya, apakah dia pernah mengingatku...?"
Savanna termenung, pertemuannya dengan Muhammad Thoriq membuatnya mulai mengevaluasi hidupnya. Dunianya yang tadinya berputar cepat dengan jadwal padat kini melambat. Seperti ada sesuatu yang tertinggal, hal penting yang membuat perasaannya menjadi lebih baik.
****
Mama, Savanna memeluk wanita itu erat, mencium tangan dan kedua pipinya lembut. Wanita ini menunggu kepulangannya dan selalu menunggu tanpa kenal lelah! Mungkin ia sering melupakannya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat karena masalahnya namun cintanya tetap sempurna meski tak terbalas sepadan dengan pengorbanannya. Mama adalah nafas kehidupannya, dia telah memberikan hidupnya hingga hari ini. Semua kerja kerasnya bahkan darah dan air matanya telah mengantarkannya dari seorang model amatir hingga menjadi model profesional seperti sekarang. Dunia gemerlap bertabur warna-warni bunga, separuh mimpinya telah diraih di profesi ini meski separuhnya lagi lenyap terkubur waktu. Kehidupan seperti dua sisi mata uang, satu dan lainnya memiliki perbedaan yang kontras.Dulu tiap jam 06.30 Mama mengantarnya sekolah di Al Azhar 40 dan menjemputnya pada jam 16.30, sekolah full day. Pulang sekolah mandi, sholat maghrib, makan malam, sholat isya berjamaah, tadarus Al Quran terakhir tidur.
Mama, Savanna memeluk wanita itu erat, mencium tangan dan kedua pipinya lembut. Wanita ini menunggu kepulangannya dan selalu menunggu tanpa kenal lelah! Mungkin ia sering melupakannya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat karena masalahnya namun cintanya tetap sempurna meski tak terbalas sepadan dengan pengorbanannya. Mama adalah nafas kehidupannya, dia telah memberikan hidupnya hingga hari ini. Semua kerja kerasnya bahkan darah dan air matanya telah mengantarkannya dari seorang model amatir hingga menjadi model profesional seperti sekarang. Dunia gemerlap bertabur warna-warni bunga, separuh mimpinya telah diraih di profesi ini meski separuhnya lagi lenyap terkubur waktu. Kehidupan seperti dua sisi mata uang, satu dan lainnya memiliki perbedaan yang kontras.Dulu tiap jam 06.30 Mama mengantarnya sekolah di Al Azhar 40 dan menjemputnya pada jam 16.30, sekolah full day. Pulang sekolah mandi, sholat maghrib, makan malam, sholat isya berjamaah, tadarus Al Quran terakhir tidur.
Alin menghampiri Savanna dengan senyum lebar, memeluk dengan gembira seperti seseorang yang baru mendapatkan hadiah kemenangan. Savanna menyambutnya dengan suka cita walau belum tahu pasti apa yang membuat wanita itu begitu gembira hari ini."Sav, apakah kau sudah mendapatkan telepon dari Kanaya...?" Alin tersenyum simpul, wajahnya seperti matahari baru terbit, cerah!"Belum, mungkin cukup menghubungimu" Savanna menaikkan sebelah alisnya melihat eforia Alin."Bisnisnya kembali normal, mereka yang membatalkan pesanan minta dikirim ulang bahkan dua kali lipatnya. Statement-mu berhasil, aku bangga padamu" Alin melompat gembira, seperti gadis kecil yang baru mendapatkan kembang gula kesukaannya."Alhamdulillah, akhirnya kita bisa melewati rintangan itu Alin...." Savanna mengucap syukur, alhamdulillah."Ini berkat konfrensi pers kemaren, kalian berdua benar-benar wanita single yang hebat.." Alin mengacungkan jempolnya."Alin, rencananya pagi ini
Milan Fashion Week menghadirkan berbagai koleksi pakaian dari brand ternama. Beberapa di antaranya adalah Gucci, Prada, Fendi dan Giorgio Armani. Savanna bergabung dengan desainer Vino Bastian, brand fashion yang memiliki spesialis busana unik. Tak hanya itu Vino juga memproduksi parfum, sepatu, dan aksesori kulit dengan brand 'Unique Colection' yang turut serta meramaikan pekan mode Milan. Brand pakaian Vino banyak diminati dan menjadi daya tarik penonton karena koleksinya dipadu dengan seni lukis yang sangat halus, terinspirasi suasana hutan dipagi hari, sejuk dan nyaman dengan sedikit sinar mentari. Usai peragaan busana Alin menggoda Savanna yang sedang bicara lewat telepon dengan Muhammad Thoriq, meski kurang setuju hubungan mereka tapi Alin ikut senang. Savanna terlihat lebih bersemangat dalam bekerja, wajahnya selalu dihiasi senyum bahagia. Dulu hanya ibunya yang sering telepon, sekarang bertambah dengan pujaan hatinya. Alin hanya menggelengkan kepala melihat mod
Savanna berada di ruang kerja Alin ketika seseorang ingin menemuinya, Alin sedang ke Surabaya karena ada keperluan keluarga mendadak. Savanna mengerutkan keningnya ketika sekretaris Alin mengetuk pintu dan membawa seorang ibu dengan baju muslim. Wajahnya tampak anggun dan cantik, hidungnya mancung dengan wajah blasteran arab. Mendadak jantung Savanna berdetak lebih cepat, jangan-jangan....? "Assalamualaikum.." wanita itu mengulurkan tangannya ramah. 'Waalaikumsalam..." Savanna sibuk berpikir, apakah ia pernah mengenal wanita ini? Penampilannya tampak rapi dan berkelas, bau parfum lembut menguar dari tubuhnya. "Perkenalkan, saya Umi-nya Muhammad Thoriq Al-Farisi" wanita itu mengulurkan tangannya, memberi salam. Senyumnya dan wangi parfumnya yang lembut menunjukkan dimana kelas sosialnya, Savanna menyambut uluran tangan memberi salam dan membalas senyum wanita itu ramah. "Selamat datang ibu, silahkan duduk" Savanna tergagap, tak menyangka akan kedatanga
Sendiri dalam temaram, Savanna melihat lampu berkelap-kelap diluar lewat kaca apartemen juga cahaya bintang-bintang, cahaya yang terang dikejauhan tak tersentuh. Ia sedih, terpuruk dan tak tahu harus bagaimana. Jika mati akan mengusir duka ini rasanya ia ingin memilih mati saja. "Tuhan, kenapa Engkau datangkan Muhammad Thoriq untuk kucintai, kami terlalu banyak perbedaan. Ibunya tak menyukaiku karena aku tak pantas untuknya" Air matanya kembali meleleh, tak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Predikat model profesional dengan segudang prestasi yang sudah keliling dunia seakan tak berbekas. Wanita adalah tetap wanita apapun profesinya, ia akan meneteskan air mata saat tak mampu mengendalikan perasaan sedihnya. Kata-kata Umi Thoriq terus terngiang ditelinganya, tak bisa lepas dari pikirannya. Ia merasa lelah dan tak tahu harus berbuat apa. "Cinta diantara kita tak memiliki tempat. Apakah saat bersamanya kau memanggil namanya seperti ketika memanggilku, humairah. Apakah peras
Ketika fiting baju pengantin Thoriq nampak melamun, setiap ditanya komentarnya hanya satu kata, bagus. Ketika diajak diskusi persiapan pernikahan Thoriq tampak datar, pikirannya seperti melayang ditempat lain. Hanya Kanaya dan orang tuanya yang sibuk dengan persiapan pernikahan, Thoriq seperti tak bersemangat bahkan cenderung menghindar. Kanaya bertanya-tanya dalam hati, apakah ini ada hubungannya dengan brand ambasador-nya...? Savanna Halinna Putri, Kanaya pernah memergoki keduanya saling menatap dan tampak akrab saat berbincang. Kanaya melihat raut kebahagiaan saat Thoriq bertemu gadis itu, sangat berbeda saat bertemu dirinya. Sangat formil dan menjaga jarak, Thoriq hanya seperti menggugurkan kewajiban saat bertemu dengannya, mungkin karena gak enak sama Umi-nya. Akhir-akhir ini Thoriq dan Savanna intens bertemu di yayasan yatim kasih bunda, berapa kali Kanaya memergokinya bahkan di buku tamu yayasan terlihat hampir setiap minggu mereka datang bersama. Kanaya mulai ragu un
Musim semi mengawali hari baru, udara yang sejuk dan bunga- bunga bermekaran membuat segala yang terlihat begitu indah namun tidak dengan suasana hati Savanna. Ia hanya duduk sendiri dengan wajah tanpa ekspresi, Alin sungguh prihatin melihatnya. Modelnya yang penuh semangat kehilangan energinya. Alin ingin mendengar Savanna bercerita apa saja seperti biasanya tapi gadis itu hanya diam membisu, terkesan tak menginginkan apa-apa kecuali kesendirian. Menatap kosong pada tempat yang jauh, ingin rasanya ia menelpon Thoriq dan menceritakan kondisi Savanna namun hatinya mencelos begitu melihat tatapan gadis itu. "Edward tak perduli siapa dirimu, keluargamu bahkan profesimu membuatnya bangga. Anda bukan hanya cantik tapi terkenal dan berprestasi bahkan Edward siap menikahimu sekalipun tahu anda tidak mencintainya, bersamamu itu sudah cukup baginya. Menikah dengannya membuatmu hidup bak putri raja dalam dongeng seribu satu malam, Edward akan selalu berpikir untuk membuatmu bahagia, i