Share

Part-4 Houte Couture Trouble

Angin pancaroba begitu kering, daun-daun menguning lalu berguguran satu persatu kebumi. Savanna membuka filtrase, menatap dedaunan yang digoyangkan angin. Bergerak bebas, mengikuti irama alami semesta.

Alin memegang pelipisnya dengan nafas seperti pemburu, mondar-mandir dan tak bisa duduk tenang sementara Savanna duduk dikursinya dengan menggigit jempolnya. Ditutupnya layar ponsel dengan gelisah.

"Tamat riwayat kita Sav, hampir semua majalah mode ibu kota memuat foto peragaanmu di Paris dan dikaitkan dengan brand ambassador-mu di Kanaya Colection" Alin mondar-mandir di ruangan seperti orang hilang akal, membuat suasana menghangat meski AC menyala sempurna.

"Kanaya sudah menelfonku Alin..." Savanna tertular kepanikan Alin.

"Apa yang di katakannya...?" wajah Alin kusut masai.

"Kanaya itu santun tapi tegas Alin, lebih baik kita menemuinya dan mengaku salah aja..." saran Savanna.

"Jika dia menuntut dan melaporkan kita wanprestasi bisa kacau semuanya" Alin tambah panik.

"Kita belum bertemu dengannya, jangan memvonis..." uang kontrak kerjasama dengan Kanaya Colection sudah dibelikan asset, rumah pinggir sungai yang asri. Rumah yang paling disukai Mama untuk berlibur. Savanna menggigit bibirnya, terbayang akan mengembalikan uang kontrak itu ke Kanaya Colection.

"Tapi itu hal terburuk yang harus kita terima."

" Setiap tindakan ada konsekwensinya Alin, kedepan kita harus lebih hati-hati dalam melakukan kerja sama, jangan hanya melihat finansialnya saja....." Savanna sedikit geram dengan keteledoran Alin.

"Kamu terlihat tenang....." Alin mengerutkan dahinya, curiga.

"Aku sudah memikirkannya sejak penerbangan dari Kairo...." Savanna menatap keluar jendela, awan begitu gelap menandakan sebentar lagi hujan.

"Apakah kamu tidak kawatir...?" Alin menggigit bibirnya.

"Aku menghawatirkan Mama, ia paling sensitif dengan berita-berita seperti ini..."

"Dan kamu..." Alin gemas melihat modelnya yang tampak masih tenang.

"Alin, bahkan aku tidak berani melihat medsos, teve...." Savanna menghembuskan nafas berat.

"Biar Bram saja yang mengatasi kontrak bermasalah ini dengan Kanaya..." Bram adalah pengacara agency.

"Alin kontraknya tidak bermasalah, kita yang tidak bisa menjaga komitmen. Kanaya ingin bertemu kita, bukan Bram. Oke...?" Savanna memegang bahu Alin.

"Biar Bram yang bekerja, aku belum siap ..." Alin berkeras, kesal melihat reaksi modelnya yang kadang terlihat sok bijaksana.

"Bram boleh bergerak setelah kita tak mampu mengatasi Kanaya. Ingat Alin, bisnis adalah kepercayaan. Kita memiliki satu masalah yang belum terselesaikan, jangan buat yang kedua..." Savanna mulai geram melihat tingkah managernya, dengan panik tak ada satupun masalah dapat terselesaikan.

*****

Memasuki ruang kerja Kanaya suasana terasa agak panas meski pendingin menyala sempurna. Kanaya tetap menyambut ramah, terlihat profesional namun terlihat jika gadis itu sedang berusaha keras mengendalikan dirinya.

Pengusaha wanita muda sukses, pastinya akan berpikir seribu kali untuk mengumbar emosinya didepan partner bisnisnya.

"Silahkan duduk" Kanaya tersenyum datar, tak mampu menyembunyikan kecanggungannya. Seorang office boy meletakkan dua botol air mineral 600 ml di meja Savanna dan Alin.

"Terima kasih" Savanna terkejut begitu melihat majalah dan foto-foto dalam ukuran besar berserakan di atas meja Kanaya, mungkin belum sempat dibereskan atau memang sengaja? Ironisnya foto-foto itu adalah dirinya dalam berbagai pose. Busana Houte Couture yang mewah dan indah dalam peragaan busana di Paris itu kini menuai masalah.

"Foto-foto ini adalah komplain dari konsumen kami, dan sebagian besar busana muslim kami tidak jadi dikirim karena dibatalkan..." Kanaya melihat keluar jendela, menyembunyikan emosinya yang mulai menyentuh ubun-ubun.

"Saya minta maaf secara pribadi dan agency..." Savanna memulai pembicaraan, hati-hati.

"Sebagai manusia saya memaafkan tapi bisnis tetaplah bisnis, mereka tidak bisa memaafkan brand ambassador kami, efeknya hasil produksi kami kena getahnya...." lanjut Kanaya tercekat, menatap model didepannya dengan  pikiran berkecamuk.

"Kami mengerti, apapun keputusan tentang kontrak kerja sama ini akan kami terima, bahkan seandainyapun harus ganti rugi..." Savanna menghembuskan nafas berat. Alin terlonjak dari tempat duduknya, negosiasi terakhir Savanna sungguh menghawatirkan dan membuatnya takut.

"Baiklah, kami akan berunding dengan pengacara kami" wajah Kanaya berubah lebih bersahabat dengan tawaran Savanna, berbeda dengan wajah Alin yang tambah keruh.

"Kanaya, kami lebih menghargai kesepakatan. Jika bisa tidak melibatkan pengacara, kami akan lebih menghargaimu" tegas Savanna.

Alin belum berkomentar, duduk di sudut dengan perasaan campur aduk. Menyayangkan Savanna yang menawarkan ganti rugi, modelnya yang satu ini kadang memang menyebalkan. Uang seakan tidak ada harganya lagi, mentang-mentang sudah terkenal dan dibayar mahal. Alin jadi geram, jika sekali lagi jawabannya bakal merugikan agency Alin akan segera angkat kaki dari ruangan ini!

"Sebelum membahas perjanjian kontrak, maukah anda datang ke konfrensi press besok, ini sangat penting untuk kelanjutan bisnis kami."

"Alin, bagaimana jadwalku besok...?" Alin tampak terperangah, tak siap menerima pertanyaan.

"Bagaimana jika dua hari lagi, besok ada shuting iklan shampoo.."

"Terlalu lama, bagaimana jika lusa...?" tawar Kanaya. Sementara Alin melihat jadwal di iphone-nya.

"Baiklah, tapi jam 15.00 wib."

"Deal..."Kanaya menjabat tangan Alin dan Savanna.

Ketika keluar dari kantor Kanaya, Savanna berpapasan dengan Muhammad Thoriq, sejenak keduanya bertatapan tapi Alin segera menggamit lengannya.

"Apa-apaan ini Alin..." protes Savanna.

"Kamu memiliki satu masalah yang belum selesai, jangan buat yang kedua" sepasang bola mata Alin membulat sempurna.

"Apa maksudmu...?"

"Qori itu...pasti ada hubungannya dengan Kanaya. Kalau tidak, ngapain datang kesini...?"

"Alin, dia masuk keruang kerja Kanaya...?" Savanna panik.

"Biarin aja, barangkali mereka memiliki hubungan khusus" jawab Alin asal.

"Teganya kamu Alin, bagaimana dengan foto-fotoku yang diatas meja Kanaya...?" Savanna panik.

"Kau tadi begitu tenang, kenapa sekarang mendadak panik...?" Alin kebingungan.

"Aku tidak mau Muhammad Thoriq melihat foto-foto itu Alin, bisa tamat riwayatku.." ingin rasanya Savanna menangis dan kembali ke ruang kerja Kanaya agar gadis itu menyimpan foto-fotonya yang setengah telanjang, yang menurut mode Paris adalah art!

"Sudah, tak ada yang bisa kau lakukan. Jika memang dia jodohmu pasti ada jalan untuk bertemu..." Alin membawa Savanna ke mobil.

"Alin...aku kecewa..." wajah Savanna tampak kusut, habis sudah harapannya terhadap pemuda itu. Foto-foto itu pasti membuatnya jijik, mencitrakan wanita yang tidak benar.

"Padaku...?" Alin menunjuk dadanya.

"Tidak, pada diriku sendiri..." Savanna menghembuskan nafas panjang, sesak rasanya. Dulu ia tak pernah perduli media akan memberitakan apa tentang dirinya, atau kritik sepedas apapun tak mampu menggoyahkannya. Sekarang ia perduli, ingin terlihat baik juga dihargai!

"Cinta selalu membuat manusia melankolis, apakah dia tahu kau mencintainya..?" Alin tersenyum mencibir, setiap kali melihat Qori itu dipastikan Savanna kwhilangan akal sehatnya!

"Aku tidak tahu, bahkan dia belum tahu namaku.." Savanna menggeleng lemah.

"Apa....?" bola mata Alin membulat sempurna. Benar dugaannya, Savannah kehilangan akal sehatnya.

"Itu benar Alin." wajah Savanna seperti seseorang yang habis terbentur tembok, amburadul!

"Kau sudah bertemu dia dua kali dan dia belum tahu namamu....? Sungguh cerita yang sangat rumit, apa kata dunia?" Alin mengangkat bahunya, tersenyum meledek.

"Bahkan kartu nama yang kuberikan di Kairo terjatuh tepat diujung sepatuku...." hati Savanna kian teriris, perih rasanya mengingat itu.

"Qori itu...tak ada apa-apanya dibanding Sir Edward tapi kau jatuh bangun mengejarnya. Lalu apa yang kau dapat, sakit hati. Kau menyukai hal-hal rumit dear, sederhanalah...." Alin menepuk bahunya prihatin.

"Namanya Muhammad Thoriq Al-Farisi, bukan Qori itu..." ralat Savanna kesal, hari ini dua masalah harus ia hadapi.

Didalam mobil keduanya diam, tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Pak Abas sang sopir hanya bertanya-tanya dalam hati, sepertinya sesuatu yang serius tengah terjadi. Biasanya kedua wanita itu terlibat obrolan seru, bahkan seringkali saling melempar joke, kini keduanya terlihat seperti sedang bermusuhan. Pak Abas hanya menggelengkan kepalanya, bingung!

******

Konfrensi Press dilaksanakan tepat jam 15.00 Wib, wartawan sudah antri dari jam 14.00 wib ingin mendapat tempat paling depan untuk liputan eksklusif. Savanna, siapa yang tak kenal dia. Model papan atas yang lagi naik daun, hampir semua brand yang dibawakannya menjadi booming kini sedang tersandung masalah.

Savanna memakai dress biru muda dengan riasan tipis, ditambah lip balm dan sapuan sedikit blush on warna pink. Rambut sebahunya diikat tinggi dibelakang. Terlihat segar dan bersahaja tanpa menutupi kecantikan alaminya. Terkesan anggun dan mahal, khas penampilan para model profesional.

Kanaya sudah ada disana, gadis itu terlihat anggun dengan busana muslim warna marun lembut. Wajahnya bersih dan bersinar, ciri khas wanita sholehah. Tak salah jika Mohammad Toriq bersamanya, sungguh pasangan yang serasi. Pasangan sholeh dan sholehah, Savanna menarik nafas berat memikirkan itu. Mulai hari ini ia akan mengubur mimpinya tentang pemuda itu, menghapus nama Muhammad Thoriq Al-Farisi dari hati dan pikirannya. Apakah bisa...?

Selamanya, pemuda seperti itu tak akan cocok jadi pasangannya. Lihat apa yang sedang dihadapinya sekarang...? Ia mendapatkan tuntutan dari seorang muslimah tentang cara berpakaiannya yang setengah telanjang! Tak bertanggung-jawab, melanggar komitmen, merugikan klien, dst, dsb,dll.....? Benar kata Alin, seharusnya ia mangkir saja dari konfrensi press ini, ada Bram pengacara handal yang piawai menangani masalah seperti ini. Itu mungkin jauh lebih baik, tidak harus menghadapi wartawan. Tapi ia bukan pecundang, dan hanya itu yang tersisa dari dirinya saat ini kalau ia lari habislah nama besarnya!

" Assalamualaikum..." Kanaya membuka konfrensi press dengan anggun, pribadinya tampak tenang dan berkelas.

"Waalaikumsalam.." sambut serempak yang hadir.

"Seperti yang sudah beredar di medsos tentang hubungan kerja sama kami dengan model bernama Savanna Halinna Putri, secara pribadi kami tidak ada masalah namun karena kerja sama bisnis ini melibatkan banyak orang sehingga kami perlu klarifikasi untuk menghentikan berita negativ yang beredar selama ini, khususnya untuk konsumen Kanaya Colection...." Kanaya menarik nafas dalam.

"Lebih jelasnya brand ambassador kami akan klarifikasi masalah ini, silahkan..." Kanaya mempersilahkan Savanna untuk bicara.

"Assalamualaikum, menyambung pernyataan partner bisnis kami bahwa dengan adanya foto-foto saya di Paris Fashion Week membuat sebagian konsumen Kanaya Colection kecewa dan membatalkan pesanan dengan alasan brand ambassador-nya memakai busana yang kurang pantas untuk acara lain..." Savanna menarik nafas panjang dan membasahi tenggorokannya dengan air mineral. Sulit merangkai kata ditengah kerumunan wartawan yang menunggunya, bahkan pemirsa teve dirumah.

"Apakah kasus ini akan dibawa kemeja hijau..?" tanya wartawan mode " "Simplicity"

"Masalah ini sepenuhnya kami serahkan kepada Kanaya Colection sebagai penuntut, tapi jika mediasi kami lancar insyaallah masalah ini akan kita selesaikan secara musyawarah..." Savanna menjawab tersenyum.

"Bagaimana dengan kerugian Kanaya Colection dari konsumen yang membatalkan pesanannya...?" tanya wartawan yang lain.

"Baik, kehadiran saya disini adalah untuk klarifikasi sekaligus memohon kepada konsumen Kanaya Colection untuk tidak membatalkan busana yang sudah di pesan. Busana Kanaya Colection adalah busana muslim pertama yang saya peragakan selama saya menjadi model dengan pertimbangan bahwa busana muslim Kanaya Colection memenuhi syarat sebagai busana pilihan dengan kriteria khusus, menggunakan bahan kualitas terbaik dengan teknik jahitan tingkat tinggi. Dihiasi detail khusus untuk setiap pemesannya. Siapapun yang memiliki dan sudah memesan busana tersebut adalah seseorang yang sangat spesial karena anda mendapatkan desain yang update dan abadi..." Savanna kembali menarik nafas, mencari rangkaian kata yang tepat untuk meredam gejolak.

"Anda tetap akan menjadi pribadi yang sangat luar biasa dengan menggunakan busana Kanaya colection, perpaduan antara kesucian dan keanggunan seorang muslimah. Siapapun brand ambassador-nya tak akan mempengaruhi kharisma busana muslim Kanaya Colection. Sebagai manusia saya tak terlepas dari kesalahan, mohon dibukakan pintu maaf dan terima kasih atas kepercayaan anda terhadap busana Kanaya Colection dan terima kasih juga pada semua yang hadir hari ini...." Savanna menangkupkan kedua tangannya didepan dada tanda permohonan maaf dan mengakhiri konfrensi pers-nya.

Hmmmm.....suara yang hadir mendengung seperti ribuan tawon, sebagian mengangguk-anggukan kepalanya tanda maklum, sebagian menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak mengerti, sebagian yang lainnya dibuat terpukau oleh keterangan model profesional Savanna Halina Putri. Mereka kagum, dalam keadaan tertekan Savanna masih memberikan konfrensi terbaik tanpa kehilangan senyumnya.

Kanaya terpukau, tak salah perjuangannya untuk mendapatkan brand ambassador Savanna yang terkenal selektif. Savanna tidak hanya profesional sebagai model tetapi sekaligus memiliki publik speaking yang menawan. Dipeluknya Savanna tanda masalah bisnis keduanya menemukan jalan damai, genggaman tangan keduanya diabadikan para wartawan sebagai perdamaian di teve dan medsos yang beredar hari ini.

Alin memeluknya dengan air mata menetes, wajahnya menggurat penyesalan yang begitu dalam karena sempat kesal dengan langkah yang diambil Savanna, curiga dengan keputusannya. Sejujurnya, Savanna selangkah lebih maju dalam memutuskan solusi bisnisnya. Tidak seperti dirinya yang hanya memperhitungkan keuntungan semata!

"Ini sepenuhnya kesalahanku, aku hanya memikirkan nilai bisnis tanpa mempertimbangkan dampak dibelakangnya. Meski tidak pantas, mohon maafkanlah aku.." Alin menunduk.

"Alin, kau bukan hanya managerku tapi kita bersahabat. Kita sama-sama salah, semoga masalah ini menjadikan kita lebih bijak dan dapat mengambil hikmah dari kejadian ini.."

Sore merembak petang, semburat kemerahan membuat langit begitu indah. Masalah adalah cara cerdas Sang Kuasa menguji mahluknya dan memaknai dibalik rencana-Nya.

"Apa rencana Tuhan untukku dan pemuda itu...? Kenapa aku selalu mengingatnya, apakah dia pernah mengingatku...?"

Savanna termenung, pertemuannya dengan Muhammad Thoriq membuatnya mulai mengevaluasi hidupnya. Dunianya yang tadinya berputar cepat dengan jadwal padat kini melambat. Seperti ada sesuatu yang tertinggal, hal  penting yang membuat perasaannya menjadi lebih baik.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status