Daddy’s Game

Daddy’s Game

last updateLast Updated : 2025-10-20
By:  VTHOngoing
Language: English
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
28Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Warning: 19+ only. This story contains sexual themes and psychological trauma. Emma had only one dream to escape the bottom of society and live a life that truly belonged to her. It seemed like a dream within reach, until it shattered the day she met a man named Damien her "Daddy" “Please, let me go... I didn’t do anything wrong... I just want to live... to live... to live like a human being...” Emma knelt down, her head bowed low as she sobbed and begged the man standing in front of her. The man she once respected and called “Daddy” not only showed no sympathy, but even smiled in delight. “What a pity. Your mother abandoned you, and no one else wants you. Emma, in this world, only I and I alone — love you.”

View More

Chapter 1

Chapter 1

"Mas.. kamu udah gajian?" Tanya Harum hati-hati.

Adam baru saja selesai sarapan dan akan berangkat bekerja. Pekerjaannya sebagai pegawai kontrak di sebuah kedinasan membuatnya harus selalu masuk pagi.

Adam menoleh. "Kenapa?"

"Mau beli susu Shanum." Hati-hati sekali Harum mengatakannya. Entah kenapa setiap berurusan soal nafkah, Harum merasa suaminya sensitif. Wajahnya jadi berubah bak cermin yang pecah seribu.

Adam lalu mengeluarkan uang 20 ribu dan 10 ribu masing-masing satu lembar dari dalam dompetnya, lalu memberikan itu pada istrinya.

"Uang belanja?" Tanya Harum lagi.

Adam menghela. "Sudah kuberikan semua pada ibu. Nggak usah mikirin itu."

"Oh.." Harum menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Sudah setahun ini, Adam memboyong anak istrinya pindah ke rumah ibunya. Itu sebab Farida, ibu kandung Adam tinggal seorang diri. Sebelumnya ada Zulfa yang menemani ibunya tinggal di rumah kecil ini, tapi semenjak dia menikah. Zulfa diboyong suaminya tinggal di rumah mertuanya.

Jadilah, Adam pindah kemari. Selain untuk menjaga ibu, Adam juga bisa berhemat karena selama ini mereka tinggal di kontrakan.

Adam berdeham. "Anakmu itu sudah besar, sudah sekolah. Nggak usah dikasih susu lagi."

"Anak kita, mas.." Harum mengkoreksi ucapan suaminya. 

"Ya.. ya. Anak kita!" Potong Adam cepat. "Mau kamu buat sebesar apa lagi badannya? Baru kelas 1 SD tapi badannya menjulang seperti itu."

Harum hanya menggeleng. Bukannya senang karena melihat anaknya tumbuh sehat, suaminya malah menggerutu.

"Mas.. aku boleh minta uang lagi?"

"Buat apa?" Masam sekali wajah suaminya ini.

"Mau beli skincare. 50 ribu lagi aja, mas. Aku beli yang murah kok." Harum memelas.

Adam menggeleng. "Aku nggak punya uang. Sisa duit di dompet buat beli rokok. Kamu minta sama ibu aja sana.."

Harum tertunduk menelan rasa kecewa. Tidak banyak yang ia minta, hanya 50 ribu saja. Itupun dia beli skincare murah yang bisa habis dalam tiga bulan. Di hemat-hematkan sekali memakainya.

"Ya sudah.." jawab Harum pahit.

Adam lalu berpamitan kepada istri dan anaknya.

"Ayah, anter Shanum dong.." Rengek Shanum. 

Adam melirik jam. Sudah menunjukkan pukul 06.45. Belum macet di jalan. Jam berapa lagi dia sampai ke kantor kalau dia mengantar putrinya dulu.

"Sama ibu aja berangkatnya. Ayah sudah telat."

Adam main pergi setelah mengatakan itu.

"Ibu.." Shanum jadi cemberut.

"Ayah udah telat, nak. Sama ibu aja perginya." Sahut Harum.

"Jalan kaki lagi?"

"Memang mau naik apa lagi?" Harum jadi tertawa mendengar pertanyaan putrinya. "Sekolah kamu kan dekat, sayang.."

Shanum hanya mengangguk pasrah. Sekolahnya memang tak jauh dari sini. Tapi kalau bolak balik jalan kaki ya pegal juga..

Tak lama Farida muncul, pagi sekali wanita paruh baya ini sudah rapi.

"Ibu mau ke pasar. Belanja bulanan. Ada yang mau dititip?" Tanya Farida ke menantunya.

Harum menggeleng. "Nggak ada, bu."

"Ya sudah, ibu pergi dulu.."

Selepas kepergian mertuanya, Harum menghela nafas panjang. Sudah satu tahun, Harum tak pernah ke pasar lagi. Bagaimana mau ke pasar? Diberi uang belanja saja tidak!

Mau merengek pun percuma. Adam tetap kekeuh akan pendiriannya. Uang gaji sudah diberikan dan diatur oleh mertuanya.

Harum hanya mendapatkan sisa remahan saja. Itu pun kalau ada. Sementara Adam, dia memang memegang uang untuk membeli rokok. 

Sebenarnya bisa saja Adam berhemat dengan menekan biaya rokok yang mencapai 30 ribu/ hari itu. Tapi namanya kebiasaan, sulit pasti untuk dihilangkan.

Sepulangnya mengantar Shanum sekolah. Harum membersihkan rumah dan juga mencuci pakaian. Tak lama mertuanya pulang dari pasar dengan membawa macam kantong belanjaan. 

Untuk bahan pokok, mertuanya menyetok bulanan. Kecuali sayur segar yang selalu dibeli tiga hari sekali.

"Barang-barang pada naik semua.." Gerutu Farida kelelahan.

Sebagai menantu yang baik, Harum memberikan air minum kepada ibunya yang tampak lelah. Setelah itu, dia membereskan barang belanjaan dan menyusunnya di lemari.

"Masak ikan asin peda aja. Suamimu request itu tadi." Seru Farida dari ruang keluarga.

"Ya, bu." Jawab Harum.

"Minyak gorengnya jangan banyak-banyak dipakai! Minyak mahal!" Seru mertuanya lagi.

Harum menghela nafas. "Iya, bu."

Karena mertuanya kelelahan, jadilah Harum yang memasak. Selesai berperang di dapur. Barulah Harum menjemput putrinya pulang sekolah.

Sesampainya di rumah, Adam sudah siap di meja makan. Seperti biasa, Adam selalu pulang ketika makan siang. Biar hemat katanya.

"Ibu yang masak ikan asinnya?" Tanya Adam sambil mengunyah makanannya.

Sementara Harum menuangkan air dalam gelas suaminya.

"Bukan. Aku, mas." Jawab Harum tersendat.

Adam melirik ke arah istrinya. "Kenapa kamu yang masak?"

"Ibu kecapekan tadi dari pasar. Kasihan.." Harum melunak.

Dia tahu ujungnya. Adam akan menyela masakannya. Semenjak pindah ke rumah ini, Adam lebih suka makan masakan ibunya. Masakan istrinya ini selalu saja ada kurangnya. Kurang asin, lah. Kurang pas. Kurang enak. Ada saja.

Adam tak mau menjawab.

Selesai makan siang, dia menuju kamar ibunya yang tengah beristirahat.

"Masih ada sisa uang belanja nggak, bu?"

Farida bangkit dari tidurnya. "Ada. Tapi dikitt banget.. buat jaga-jaga untuk kebutuhan yang nggak terduga." Jawab Farida. "Tenang aja. Listrik sama air sudah dibayar. Bahan pokok udah dibeli untuk satu bulan."

"Aku minta dong. 50 ribu aja." Adam mengulurkan tangannya.

Tak bisa ditolak. Farida mengeluarkan uang dari dompetnya.

"Buat beli rokok?" Tanya Farida.

"Buat beli bensin motor!"

Baru saja Adam ingin pergi tapi dia berbalik lagi.

"Besok, ibu aja yang masak. Jangan suruh Harum lagi."

Mendengar ucapan anaknya, Farida jadi tersenyum.

Harum bisa mendengar percakapan ibu dan anak itu dari luar. Suara yang tadinya terdengar menjadi bisik-bisik, lalu tertawa.

Hati Harum jadi sakit walau tak bisa menangkap jelas obrolan itu. Namun yang pasti, Harum merasa dia sedang diolok-olok oleh ibu dan anak itu.

"Bu.. kok ikan asin, sih?" Protes Shanum. Perutnya yang lapar jadi tidak berselera melihat lauk di meja makan.

"Memang Shanum mau makan apa?"

"Ayam goreng, bu.."

Harum tersenyum pahit. "Hari ini ikan asin dulu, ya. Besok baru masak ayam gorengnya."

Sekali lagi, Shanum harus menelan pil pahit. Setiap hari dia harus menyesuaikan menu makanannya dengan menu makanan orang dewasa. Apalagi neneknya ini suka sekali memasak ikan asin.

Besoknya, menu ikan asin lagi yang tertampil di meja makan. Membuat Shanum langsung protes ke Neneknya.

"Minta beliin ibumu aja. Ada yang jual ayam goreng tuh di depan lorong."

Shanum berlari menuju ibunya. Dia merengek meminta dibelikan ayam goreng.

"Telur dadar aja, ya.." Harum memberikan pilihan. Masalahnya dia sudah tak punya uang. 30 ribu yang diberikan suaminya kemarin sudah habis dibelikan susu untuk anaknya.

"Nggak mau.. maunya ayam goreng, aja!" Shanum jadi menangis.

Pas sekali, Adam pulang untuk makan siang. Mendengar rengekan putrinya membuat Adam sakit telinga.

"Mau apa sih dia?" Tanya Adam kesal.

"Mau makan ayam goreng." Jawab Farida.

"Ikan asin ini kan ada."

"Nggak mau katanya. Anakmu itu pemilih banget!" Gerutu Farida.

"Harum!" Panggil Adam.

Yang namanya dipanggil jadi datang mendekat. Jelas dengan Shanum yang menempel ingin dibelikan ayam goreng.

"Ya, mas?"

"Layani aku makan."

Tanpa memperdulikan Shanum yang merengek. Harum melayani suaminya di meja makan. Menuangkan nasi dan lauk ke dalam piring.

"Ibu!" Shanum terus merengek.

"Shanum!" Bentak Adam.

"Mas..." Harum mendelik tak senang atas bentakan suaminya.

Mendengar suara menggelegar ayahnya, Shanum pun terdiam.

"Dia cuma mau makan ayam goreng.." ucap Harum sabar.

"Cuma??" Adam jadi kesal. "Kalau aja kamu nggak manjain dia, dia pasti nggak akan merengek seperti ini. Makan aja apa yang ada!"

"Shanum bosen makan ikan asin terus, yah.." mata Shanum memerah karena menangis.

Adam tak perduli dan memulai makan siangnya.

"Mas.. aku minta uang aja kalau begitu. 10 ribu aja.. untuk beli ayam goreng di depan." Pinta Harum. Dia jadi tak tega melihat Shanum yang menangis.

"Nggak ada! Kamu ini kerjaannya minta uang terus! Ajarin aja anakmu itu!" Ketus Adam yang membuat hati Harum tersayat-sayat.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

No Comments
28 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status