Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar / Bab 73 : Aku Gagal Melupakanmu

Share

Bab 73 : Aku Gagal Melupakanmu

Author: Vanilla_Nilla
last update Huling Na-update: 2025-12-13 22:08:05

Maura tetap membelakangi Revan. Ia tahu, kalau ia menoleh sekarang, semuanya bisa runtuh begitu saja. Dinding yang susah payah ia bangun selama ini akan retak hanya karena satu tatapan.

“Sampai kamu berhenti bertanya,” jawab Maura. Suaranya terdengar datar, tapi jari-jarinya gemetar saat meremas tali tas. “Aku sudah bilang, Revan. Kita tidak perlu sering bertemu.”

Revan keluar dari mobil. Suara pintu tertutup terdengar jelas di antara hiruk-pikuk jalanan pagi. Ia berdiri beberapa langkah di belakang Maura, cukup dekat untuk membuat napasnya terasa berat.

“Aku tidak sedang bertanya tanpa alasan,” ucap Revan. “Kamu menghilang. Kamu menjauh. Bahkan ke Mama pun kamu kelihatan canggung.”

Maura menghela napas, panjang dan berat. Perlahan, ia berbalik. Tatapan mereka bertemu. Untuk sesaat, dunia di sekeliling seperti meredup, hanya ada mereka berdua dan jarak yang tidak pernah benar-benar bisa dijembatani.

“Kamu pikir ini mudah buat aku?” Maura berkata pelan. “Setiap kali aku lihat kamu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 90 : Kesabaran yang Habis

    Revan berdiri tegak di depan pintu toilet, jantungnya berdebar kencang. Dia mendengar bunyi pintu yang sedikit terbuka, lalu melihat Maura keluar dengan langkah perlahan. Wajahnya masih bengkak, mata merah, dan gaun merah itu sedikit kusut karena dia menggigitnya tadi. Mereka berdiri diam sejenak, terpisah oleh jarak yang sempit tapi terasa begitu jauh. Lorong restoran masih sepi, hanya terdengar bunyi obrolan lemah dari ruang makan. "Maura ..." panggil Revan lagi, suaranya masih lemah. Dia ingin mendekati, tapi takut membuat Maura tidak nyaman. Maura menundukkan kepala, tidak berani melihat pandangan Revan yang selalu terarah padanya. "Apa yang ingin kamu katakan, Kak Revan?" Revan menghela napas perlahan. "Yang tadi ... pertunangan itu ..." Dia berhenti sejenak, matanya yang tajam seperti elang mulai berkaca-kaca. "Kamu ingat kan kemarin? Kamu yang meminta aku untuk menikahi Alyssa ... dan aku setuju, asal kamu tidak bercerai dengan Dimas." Kata itu membuat Maura terkejut. Dia

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 89 : Lorong yang Mengubah Semuanya

    Makan malam berjalan dengan suasana yang terasa ceria bagi semua orang, kecuali Maura dan Revan. Mereka hanya makan dengan diam, kadang menyebutkan kata-kata pendek untuk menanggapi obrolan. Maura terus mencoba menahan air mata, matanya selalu menghindari pandangan Revan yang kadang-kadang melayang ke arahnya. Setiap kali Alyssa menggenggam tangan Revan atau menatapnya dengan cinta, rasa sakit di hatinya semakin membesar, seolah akan meledak kapan saja. Karena merasa tidak tahan lagi, mata yang sudah panas, tenggorokan yang terasa tersedak, dan dada yang sesak, Maura pun memutuskan untuk pergi ke toilet sebentar. Dia butuh tempat untuk menyalurkan perasaan yang terlalu penuh, sebelum dia menangis di depan semua orang. "Aku pergi ke toilet sebentar," pamitnya dengan suara yang selirih mungkin ke Dimas, tanpa melihat wajahnya. Dimas mengangguk tanpa mengkhawatirkan banyak. "Baiklah." Maura menggeser kursi perlahan, hatinya berdebar kencang karena takut orang lain menyadari keanehan

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 88 : Kata-Kata yang Menyakitkan Hati

    Maura masih mengincar pintu restoran, pada saat itu juga, tiba-tiba semua orang di meja mereka menyibukkan diri melihat ke sana. Dia mengangkat kepala, dan jantungnya langsung berdebar kencang, Revan dan Alyssa datang bersama. Revan mengenakan jas hitam yang rapi, dengan kemeja putih yang lurus dan dasi hitam yang tipis. Jasnya terasa kaku tapi elegan, menyoroti postur badannya yang tinggi dan tegap. Rambutnya disisir rapi ke belakang, membuat wajahnya yang tampan lebih terlihat jelas, mata hitamnya yang dalam, rahang yang tegas. Dia berjalan dengan langkah tegap, seolah menguasai ruangan itu, tapi matanya sempat melesat ke arah Maura sebentar sebelum kembali ke depan. Di sebelahnya, Alyssa mengenakan gaun panjang warna krem yang mengalir indah dari bahu sampai ke lantai. Gaunnya memiliki potongan V yang lembut di leher, dengan renda tipis yang melilit lengan panjangnya. Bahan gaun itu terasa halus dan mengkilap di bawah cahaya restoran, membuatnya terlihat cantik dan anggun. Rambu

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 87 : Kata Indah yang Terasa Dingin

    Mobil Dimas melaju dengan lambat melalui jalan raya yang mulai sepi. Maura duduk di kursi penumpang, kepalanya menunduk melihat lantai mobil. Pikirannya masih terjebak pada pandangan sesaat dengan Revan tadi, mata lelaki itu yang terlihat sakit, yang membuat hatinya terasa sempit seolah tertutup rapat. Setelah beberapa waktu, mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah. Dimas membuka pintu mobil dan keluar terlebih dahulu, sementara Maura baru melangkah keluar dengan langkah yang berat. Udara sore menyentuh wajahnya, tapi dia tidak merasakannya, semua perhatiannya masih terpusat pada Revan. Mereka memasuki rumah. Lampu ruang tamu menyala lemah, membuat suasana terasa sepi dan dingin. Maura berbalik ke arah Dimas, mencoba membuat suaranya terasa normal, "Kamu mau makan apa? Biar aku masak dulu, kayaknya kamu juga capek." Dimas menggeleng, dia langsung duduk di sofa dan membuka ponselnya. "Tidak usah, tadi aku sudah makan bareng Alyssa pas menunggu kamu turun dari tangga. Kamu sen

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 86 : Perpisahan Tanpa Kata

    Maura menundukkan kepala, ragu apakah akan menjawab. Tapi setelah sejenak, dia akhirnya menyentuh layar untuk menerima panggilan. "Halo ..." ucapnya dengan suara yang masih lemah dan serak karena menangis. "Maura, kamu di mana? Kenapa tidak ada di rumah?" suara Dimas terdengar dari seberang telepon, terdengar sedikit kesal dan cemas. Maura menghela napas dengan kasar, matanya masih memandang surat cerai yang basah di tangannya. "Aku ... di rumah Mama Cornelia," jawabnya, kata-kata itu terasa berat di tenggorokan. Dia tidak berani mengatakan apa-apa lagi. "Kamu tidak pulang, ini sudah malam!" suara Dimas terdengar lebih keras dari seberang telepon, terasa khawatir dan sedikit kesal. "Mama Cornelia sedang sakit. Sepertinya aku akan menginap di sini malam ini," jawabnya dengan suara lemah. "Mama sakit apa?" tanya Dimas dengan nada yang tiba-tiba panik, dia benar-benar khawatir. "Mama tidak enak badan," jawab Maura. "Ya sudah kalau gitu, aku ke sana." Sambungan telpon pun terput

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 85 : Harga dari Sebuah Keputusan

    Waktu terasa berhenti. Maura berdiri diam di tepi balkon, matanya masih tidak berani menghadapi Revan. Hatinya berdebar kencang sampai akan meledak, dan kata-kata "apa kamu juga mencintaiku?" terus berputar di kepalanya. Aku mau ngomong apa? pikirnya, menggigit bibirnya sampai terasa sakit. Semua yang dia rasakan selama ini, rasa sayang yang tidak bisa dia ungkapkan, kesedihan melihat Revan dekat dengan Alyssa, rasa sakit karena harus membujuknya menikahi orang lain, semua itu terasa menyesakkan. Revan tetap menatap Maura, matanya masih penuh harapan. Dia tidak mau mendesak, tapi hatinya juga tak tahan menunggu. Sudah lama dia menyukai Maura, tapi tak berani mengaku karena dia tahu Maura masih menikah dengan Dimas. Tapi sekarang, dengan semua yang terjadi, ia berharap Maura juga mencintainya. Setelah sejenak terdiam, Maura akhirnya mengangkat kepala. Matanya yang berkaca-kaca bertemu dengan pandangan Revan, dan dia melihat kebenaran di mata lelaki itu. Dia mengambil napas panjang,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status