Share

Bab 119 Tidak Peduli

Penulis: Dama Mei
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-21 15:42:03

Malam turun dengan sunyi yang dalam di desa kecil itu. Cahaya lampu jalan berpendar samar di balik kabut tipis yang mulai turun dari bukit. Rumah tempat Eddie tinggal sederhana—bangunan dua lantai bergaya pedesaan dengan dinding kayu dan balkon kecil yang menghadap ke kebun belakang. Tak ada kemewahan yang menandakan bahwa pemilik rumah ini adalah pewaris salah satu jaringan rumah sakit terbesar di negeri itu.

Pintu depan diketuk tiga kali. Menciptakan hentakan kecil di dada Eddie yang tengah membaca dokumen di meja makan.

Dengan langkah tenang, dia membuka pintu. Dan seperti yang sudah dia duga, Lawrence berdiri di ambang. Pria berjas abu-abu itu tampak sama seperti siang tadi. Rapi, tenang, dan tidak pernah menyenangkan.

“Kau mau masuk atau hanya ingin berdiri di sana seperti bayangan?” tanya Eddie ringan.

Lawrence tak menjawab. Dia hanya melangkah masuk tanpa menunggu undangan.

Mereka duduk di ruang tamu, berhadapan dalam diam. Lampu gantung temaram menciptakan suasana aneh. Sepert
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 122 Terlalu Terlambat

    Aroma kopi dan roti panggang menguar dari dapur restoran keluarga Monaghan, dan pagi itu berjalan seperti biasa—tenang, sedikit sibuk, tapi tetap hangat.Belle dan Liam baru saja sampai, berjalan berdampingan sambil mendiskusikan stok bahan makanan yang perlu ditambah. Liam menguap lebar, mengeluh soal bangun pagi. Sementara Belle memeriksa daftar yang dia bawa dari rumah.Namun langkah mereka terhenti begitu pintu restoran terbuka dan seseorang masuk.Seorang wanita paruh baya, anggun dan memesona dalam balutan mantel panjang krem elegan, melangkah masuk dengan langkah pelan namun penuh wibawa. Rambutnya tersanggul rapi, sepatu hak rendahnya terdengar halus menyentuh lantai kayu. Dia melepas kacamatanya perlahan, dan menatap sekeliling restoran dengan senyum tipis yan

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 121 Urusan Keluarga

    Dante berdiri beberapa detik, seolah menimbang apakah harus mencoba lagi. Tapi tatapan Belle yang tegas sudah menjawab semuanya. Tidak hari ini.Dia membalikkan badan tanpa menoleh. Bayangan punggung Dante makin menjauh, tegap dan dingin seperti gunung yang tak bisa didaki.Fabian yang berdiri dengan sikap sopan di samping mobil hitam elegan, segera membuka pintu belakang ketika bosnya mendekat. Tanpa kata, Dante masuk dan duduk di dalam. Pintu pun tertutup perlahan.Mobil melaju pergi dalam keheningan sore yang nyaris beku. Debu tipis mengepul di belakang ban yang melaju pelan, dan Belle tetap berdiri di tempatnya. Menatap kosong ke arah jalanan yang kini kosong.Beberapa detik kemudian, tubuhnya melemas.

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 120 Terlalu Lama

    Liam yang masih kesal, meletakkan serbet dengan kasar ke meja dan melangkah keluar tanpa banyak bicara. Dia berjalan ke arah ruang depan, melewati pintu ayun yang langsung mengarah ke area kasir.Langkahnya terhenti mendadak. Seseorang baru saja masuk ke restoran, membuat lonceng kecil di atas pintu berdenting nyaring. Sejenak, waktu seolah melambat bagi Liam.Dante Hudson melangkah masuk, mengenakan mantel panjang warna hitam dan sepatu kulit mengilap. Sosoknya tegap, dengan aura dingin dan tajam yang seketika menyita seluruh ruang. Di belakangnya, Fabian Reiter mengikuti dalam diam, setia seperti bayangan.Liam berdiri mematung di belakang meja kasir. Matanya membulat, tak siap melihat pria itu secara langsung di tempat sekecil ini. Entah karena dia belum pernah melihat aura sebesar itu

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 119 Tidak Peduli

    Malam turun dengan sunyi yang dalam di desa kecil itu. Cahaya lampu jalan berpendar samar di balik kabut tipis yang mulai turun dari bukit. Rumah tempat Eddie tinggal sederhana—bangunan dua lantai bergaya pedesaan dengan dinding kayu dan balkon kecil yang menghadap ke kebun belakang. Tak ada kemewahan yang menandakan bahwa pemilik rumah ini adalah pewaris salah satu jaringan rumah sakit terbesar di negeri itu.Pintu depan diketuk tiga kali. Menciptakan hentakan kecil di dada Eddie yang tengah membaca dokumen di meja makan.Dengan langkah tenang, dia membuka pintu. Dan seperti yang sudah dia duga, Lawrence berdiri di ambang. Pria berjas abu-abu itu tampak sama seperti siang tadi. Rapi, tenang, dan tidak pernah menyenangkan.“Kau mau masuk atau hanya ingin berdiri di sana seperti bayangan?” tanya Eddie ringan.Lawrence tak menjawab. Dia hanya melangkah masuk tanpa menunggu undangan.Mereka duduk di ruang tamu, berhadapan dalam diam. Lampu gantung temaram menciptakan suasana aneh. Sepert

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 118 Harus Dihadapi

    Cahaya lampu gantung kristal di lantai paling atas kantor Hudson Group memantul pelan di dinding kaca yang menghadap ke gemerlap kota. Malam sudah lama turun, namun ruangan itu tetap hidup. Dengan cahaya putih lembut dan denting halus dari jam dinding antik yang terus berdetak.Dante Hudson berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya terselip di saku celana. Dia menatap kosong ke arah jendela besar yang menghadap lanskap malam. Di mejanya, lembaran laporan bertumpuk rapi, tetapi tidak satu pun disentuh.Pikirannya berada jauh di luar ruangan ini—di desa kecil tempat Belle menghilang membawa separuh jiwanya.Pintu diketuk pelan.“Masuk,”Fabian Reiter, asisten pribadinya yang setia, melangkah masuk dengan berkas di tangan. Wajahnya tampak lelah, tapi ada percik kegembiraan yang ditahan di matanya. Dia menutup pintu perlahan dan berdiri tegak.“Tuan Hudson, kami menemukan sesuatu,”Dante menoleh. Sorot matanya menyipit. “Richard Grentham?”Fabian mengangguk. “Belum sepenuhnya pasti. Tap

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 117 Arogansi

    Eddie berdiri di sisi pintu, menatap halaman belakang yang mulai ramai. “Setelah aku membantu restoran ini agar bisa berdiri kuat, aku tahu waktunya untuk mundur perlahan. Restoran ini bukan tempat yang harus kupegang selamanya,”“Kau membantu banyak, Ed. Kami tidak akan bertahan musim lalu tanpamu,” timpal Belle.Eddie menoleh dan tersenyum, tapi ekspresinya berubah sedikit serius. “Dan sekarang... aku membuka sesuatu yang baru,”Belle menaikkan alis. “Maksudmu... bisnis baru?”“Ya.” Eddie mengangguk. “Toko bunga kecil di pojok jalan dekat sekolah dasar. Aku menyewa tempat itu bulan lalu. Dan renovasinya sudah selesai kemarin,”Belle terpana. “Toko bunga?”“Ya,” katanya ringan. “Aku ingat, dulu kau pernah cerita kalau kau merindukan mengurus toko bunga keluargamu di kota. Waktu aku melihat tempat itu... entah kenapa, aku langsung teringat kau,”Belle perlahan melangkah mendeka. “Tunggu… jadi, kau membuka toko bunga… karena aku?”Eddie mengangguk. “Bukan hanya karena kau. Tapi juga un

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status