Langit pagi masih diselimuti kabut tipis ketika Dante berdiri di depan rumah keluarga Monaghan, mengenakan jas hitam sederhana yang tidak mengurangi sedikit pun aura berwibawanya. Di sebelahnya, Belle menggigit bibir, canggung dan gelisah. Meski langkah mereka menyusuri jalan setapak menuju pintu rumah begitu tenang, dadanya dipenuhi detak tak beraturan.
Dante tidak berkata apa pun selama perjalanan singkat itu. Dia hanya menggenggam tangan Belle. Cukup mantap untuk memberi tahu bahwa dia tak berniat melepaskan wanita itu lagi.
Belle menghela napas pelan saat tangannya menyentuh gagang pintu. Dia bahkan belum sempat mendorongnya ketika suara langkah cepat terdengar dari dalam.
Liam berdiri di ambang pintu dengan rambut acak-acakan dan hoodie lusuh yang jelas menunjukkan dia
Kabut tipis menyelimuti jalan menuju mansion keluarga Hudson, rumah megah yang menjulang seperti benteng tak tertembus di antara pohon-pohon cemara tua. Sebuah mobil hitam elegan berhenti perlahan di pelataran depan. Dari dalamnya, Lila Stewart turun dengan langkah tegap namun hati-hati, mengenakan setelan kerja berwarna abu-abu tua dan mantel wol yang melindungi tubuhnya dari udara dingin pagi.Dia menatap bangunan megah di hadapannya. Tempat yang dulu terasa asing, dan kini terasa lebih dingin dari yang dia ingat.Seorang pelayan membukakan pintu besar berlapis ukiran emas, lalu mempersilakan Lila masuk. Suara sepatu hak tingginya bergema di lantai marmer, memantul di lorong megah yang dipenuhi lukisan keluarga dan vas porselen yang terlalu mahal untuk disentuh.Di ujung ruangan, Valeria Hudson telah menunggunya. Duduk anggun di atas sofa beludru, mengenakan gaun biru tua yang sempurna, wajahnya tetap tenang dan tersenyum. Namun sorot matanya tajam seperti biasa.“Lila Stewart,” sap
Keesokan harinya, dunia bisnis Hudson Group dikejutkan oleh kabar yang menyebar lebih cepat daripada proposal investasi apa pun. Di ruang-ruang rapat yang biasanya dipenuhi suara ketikan laptop dan diskusi, kini bisik-bisik beredar seperti badai yang tak terlihat.Nama Richard Grentham kembali disebut-sebut. Bukan karena keengganannya menjual lahan yang telah membuat proyek ekspansi Hudson Group tertahan selama dua tahun terakhir, tapi karena sebuah kabar yang jauh lebih mengguncang.Richard dikabarkan akan menjual tanahnya kepada Hudson Group. Dengan satu syarat, Dante Hudson harus menikahi Isabella Monaghan.Gosip itu pertama kali muncul dari mulut seorang staf keuangan yang mendengar obrolan para konsultan properti dari anak perusahaan. Tak lama, kabar itu menyebar seperti angin. Grup obrolan internal mulai ramai, dan para pemegang saham mulai mengajukan pertanyaan ke manajemen.Namun, tidak ada yang lebih terkejut daripada Valeria Hudson. Dia sedang duduk di kursinya yang megah, m
Mobil hitam milik Dante berhenti di depan sebuah bangunan kaca tua yang berdiri di atas bukit kecil. Rumah kaca itu tampak sepi, namun terawat. Lampu gantung tua di dalamnya memancarkan cahaya kekuningan, membentuk siluet tanaman-tanaman tropis dan meja kayu panjang di tengah ruangan.Dante membuka pintu mobil dan melangkah keluar, jasnya berkibar tertiup angin malam. Udara dingin menusuk kulit, tapi langkahnya mantap. Dia berjalan menapaki batu-batu kecil yang membentuk jalan setapak menuju rumah kaca, lalu mengetuk pintu kaca besar dengan satu ketukan berat.Pintu terbuka sebelum Dante sempat mengetuk kedua kalinya.Richard Grentham berdiri di sana, mengenakan mantel wol tua yang disampirkan asal di bahu. Tangannya menggenggam secangkir teh yang masih mengepulkan uap. Matanya menyipit saat melihat Dante.“Hudson,” sapa Richard dengan nada datar. “Akhirnya datang juga,”“Grentham,” Dante membalas dengan anggukan kaku, lalu melangkah masuk. “Terima kasih… sudah bersedia bertemu,”Rich
Belle menggigit bibir. Dia memejamkan mata, merasakan pelukan itu. “Aku… tidak ingin pernikahan jadi transaksi bisnis, Dante,” ucap Belle akhirnya, pelan, getir. “Aku tidak ingin merasa seperti alat tukar,”Dante menatap ke dalam mata Belle. Kedua tangannya memegang wajah wanita itu dengan hati-hati, seolah wajah itu adalah satu-satunya hal berharga yang dia punya.“Aku paham,” katanya lirih. “Bukankah ini seharusnya… menguntungkan kita? Kau dan aku?,”Belle menggeleng pelan, matanya mulai berembun. “Aku takut, Dante…”“Takut apa?”“Valeria,” Suara Belle nyaris patah. “Aku takut kalau aku bilang ya… kalau aku setuju menikah denganmu… Valeria akan menghancurkanku lagi. Aku takut dia akan menyerangku dengan cara yang lebih kejam. Aku takut dia akan menyakiti keluargaku… atau membuatku kehilangan segalanya,”Dante terdiam. Dia menarik Belle ke dalam pelukannya lagi, lebih erat dari sebelumnya. Satu tangannya menelusup ke rambut gadis itu, menahan kepala Belle agar bersandar di dadanya.“
Langit mulai berwarna jingga saat Belle melangkah pulang dari restoran bersama Liam. Tapi kali ini, kakinya tidak langsung membawanya masuk ke rumah. Pandangannya tertuju pada rumah besar di seberang jalan—rumah yang dulunya kosong, kemudian dibeli oleh Dante Hudson.Dia berdiri di seberang pagar rumah itu cukup lama. Hatinya bergemuruh, penuh keraguan. Napasnya berat, dan jari-jarinya saling menggenggam seolah berharap bisa menenangkan diri. Dia bisa saja kembali ke rumah, naik ke kamarnya, pura-pura tidak peduli. Tapi kata-kata Richard Grentham masih terpatri di pikirannya, menciptakan kegelisahan yang tak bisa hilang.Dengan langkah ragu, Belle akhirnya menyebrangi jalan. Pintu rumah Dante tampak kokoh, catnya masih baru, dan kesan megahnya begitu berbeda dengan rumah-rumah sekitar. Rumah itu terasa seperti dunia lain. Dunia milik Dante.Belle mengangkat tangan dan memencet bel. Suaranya menggema lembut, tapi cukup membuat jantungnya berdetak semakin kencang. Dia menggigit bibir, b
Belle menatap pria tua di hadapannya dengan kening berkerut. Secangkir kopi hitam masih mengepul di atas meja, namun tatapan Richard Grentham tidak pernah berpaling dari wajah Belle. Sorot mata pria tua itu tenang, namun menyimpan ketajaman.“Kau tahu soal Dante?” tanya Belle hati-hati, suaranya nyaris berbisik.Richard menyandarkan punggungnya ke kursi, menyilangkan kedua tangannya dengan tenang. “Aku tahu siapa kau, dan aku tahu siapa Dante Hudson,” katanya tenang. “Aku juga tahu kenapa kau pindah ke kota kecil ini. Dan kenapa kau memilih bersembunyi di sini,”Tubuh Belle menegang. Tenggorokannya mengering seketika. Pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya sejak pertama kali pria tua itu muncul kini kembali menghantui.