Kini Callista tengah duduk di sofa, dirinya masih berada di penthouse milik Daniel. Sudah satu minggu, dia tinggal bersama dengan kekasihnya. Menjelang pertunangan Jessica, Callista disibukan harus beberapa kali kembali pulang ke rumahnya.Tentu karena permintaan orang tua, Callista terpaksa harus kembali pulang ke rumah. Dia pun membantu Jessica untuk mengurus segara yang diperlukan dipertungan kakaknya itu. Jujur saja, Callista sangat bahagia, akhirnya Jessica dan Adam bisa segera bertunangan. Pasalnya, sebelumnya mereka menunda pertungan mereka, karena kesibukan mereka masing-masing dan yang terakhir karena penculikan yang dialami Jessica, membuat kakaknya itu memilih menunda pertungan. Callista bersyukur semua masalah telah selesai.
Kini Callista baru saja selesai berias. Tubuhnya telah terbalut oleh gaun one shoulder yang membuat penampilannya tampak begitu sempurna. Ya, hari ini adalah hari pertunangan Jessica dan Adam. Sesaat Callista mengatur napasnya, tepat hari ini, dia akan memperkenalkan Daniel sebagai kekasihnya di hadapan kedua orang tuanya. Ada sedikit kegugupan, mengingat ini pertama kali bagi Callista mengenalkan seorang pria ke hadapan kedua orang tuanya. “Sayang, apa kau bisa membantuku memilih arloji?” Daniel melangkah masuk ke dalam walk-in closet milik Callista. Seketika keningnya berkerut, melihat Callista yang tengah melamum. Kemudian, dia melangkah mendekat
“Callista,” Suara bariton memanggil Callista, hingga membuat Daniel serta Jessica dan Adam mengalihkan pandangan mereka, menatap ke sumber suara itu.“Pa? Ma?” Callista langsung memeluk Ayah dan Ibunya bergantian, ketika mereka tiba di hadapannya. “Kenapa kau baru datang sekarang, Callista?” Michael bertanya dengan suara dingin.
BrakkkMichael menggebrak keras mejanya, dia menatap Callista dingin. “Kenapa susah sekali kau menuruti perkataanku, Callista! Aku katakan kau harus meninggalkannya! Jangan pernah kau membantah!” serunya dengan suara meninggi. Callista membuang napas kasar. Dia berusaha mengendalikan amarahnya. “Berikan aku alasan, kenapa kau tidak menyukai Daniel? Kau baru bertemu dengannya hari ini. Bahkan kau belum mengenal dekat dirinya. Tapi kau sudah menolak dirinya. Setidaknya kau bisa m
Sinar matahari pagi bersinar menembus jendela, menyentuh kulit wajah Callista. Perlahan Callista mulai membuka matanya, dia menguap dan menggelit. Tepat di saat Callista sudah membuka matanya, dia mengedarkan pandangan—menatap kesekeliling dirinya berada di kamar lamanya. Callista mendesah pelan, dia kembali mengingat tadi malam, ayahnya meminta dirinya untuk tidak pergi. Mau tidak mau, dia harus menginap di rumah orang tuanya. Padahal, biasanya, setiap Callista membuka mata, sudah ada Daniel yang tidur di sampingnya. Hanya baru satu hari tidur tanpa Daniel, membuat Callista benar-benar merasa tidak nyaman. Dirinya terlalu terbiasa menghabiskan waktu berdu
Daniel menyandarkan punggungnya di kursi, seraya memejamkan mata sesaat. Entah kenapa sejak tadi malam, dia terus memikirkan Callista. Dia merasa ada sesuatu yang Callista sembunyikan darinya. Ya, tentu karena Daniel sangat mengenal kekasihnya itu. Sejak dulu, Callista memang tidak hebat menyembunyikan sesuatu. Namun, meski demikian, Daniel langsung menepis segala pikiran negative yang muncul di benaknya. Disaat Daniel sedikit bersantai, pandangan dia teralih pada sebuah televisi yang ada diruangannya. Seketika Daniel menatap pembawa berita yang tengah menyampaikan sesuatu.*Kabar hari in datang dari pengusaha muda Daniel Renaldy. Pewaris dai Renaldy Group ini dikabarkan menjali
“Sayang, angkatlah. Siapa tahu itu penting. Jangan seperti itu, ponselmu sejak tadi tidak henyi berdering. Kita masih memiliki banyak waktu bersama.” Callista membawa tangannya megelus rambut Daniel.Daniel membuang napas kasar. Dia tampak begitu enggan menjawab teleponnya itu. Tapi apa yang dikatakan Callista itu benar. Dengan terpaksa, Daniel mengambil ponselnya yang terletak di atas meja itu, lalu mengalihkan pandangannya ke layar. Seketika kening Justin berkerut, melihat nomor Gio, ayahnya muncul di layar ponselnya.
Daniel turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah dinginnya. Para penjaga dan pelayan yang melihat Daniel datang, mereka langsung menundukan kepala mereka, menyapa Daniel. Namun, Daniel mengabaikan sapaan para penjaga dan pelayannya. Rasa kesal dalam dirinya, membuatnya bersikap dingin pada penjaga dan pelayanna. Kini, dia melangkah menuju ruang keluarga, dan segera menemui kedua orang tuanya itu.Saat Daniel tiba di ruang keluarga, dia mengerutkan keningnya kala melihat wajah muram kedua orang tuanya. Tatapan Daniel menatap mata sembab Alin, ibunya yang tampak begitu jelas habis menangis. Sedangkan wajah Gio, ayahnya terlihat jelas menahan amarahnya.
“Mereka baik,” jawab Daniel dengan nada datar dan tatapan begitu serius pada kekasihnya itu. “Callista, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu,” lanjutnya yang membuat Callista bingung.“Ada apa, Daniel? Apa yang ingin kau tanyakan?” Alis Callista saling bertautan. Dia terus menatap Daniel. Sesaat, dia memperlihatkan tatapan Daniel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu padanya. Sebuah tatapan yang sangat berbeda dari biasanya.“Apa kau mempercayaiku?” Daniel membawa t