Ana, seorang janda yang diceraikan oleh Burhan, karena difitnah tidak perawan saat malam pertama pulang ke rumah ayah nya, tapi ternyata dia diusir oleh ibu tirinya. Ana terbawa trust issues dan menutup hatinya selama lima tahun sampai akhirnya bertemu dengan Ahmad yang menikahinya dan mengajaknya tinggal dengan sang ibu. awalnya Ana takut jika akan disia - siakan oleh mertua keduanya, tapi ternyata Ana salah. Suami dan mertua keduanya sangat baik padanya sehingga Ana mengira telah mendapatkan suami dan mertua dari syurga.
Lihat lebih banyakNggak mungkin janda kayak aku bisa menikah dengan bujang. Pasti sama keluarganya bakal nggak diterima. Tapi ternyata... 😍😘🥰
SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA (1) "Astaghfirullah! Kesiangan!” gumam Ana panik. Ia melompat dari kasur, merapikan rambutnya yang berantakan, lalu setengah berlari ke dapur. Tapi sebelum sempat melakukan apa pun, suara lembut menghentikan langkahnya. "Lho, Ana? Kok buru-buru?" Ana menoleh, melihat ibu mertuanya berdiri di ambang pintu dapur dengan daster biru muda. Wajahnya penuh kehangatan, tidak ada tanda-tanda marah atau kecewa. "M-Mama... Ana kesiangan..." ucap Ana gugup. Ibu mertuanya tertawa kecil. "Kesiangan gimana? Masih jam lima kok." "Tapi... sarapan..." "Biasanya kita beli, kok. Gak usah repot-repot masak," ucap sang mertua santai sambil melangkah ke meja. Ana terdiam, masih sulit percaya. Sarapan beli? Tidak usah masak? "Lagian, makan siang juga biasa beli lauk aja, tinggal masak nasi," lanjut ibu mertuanya sambil tersenyum. Ana menatapnya dengan ragu. Apa ini semacam ujian? Jangan - jangan nanti mertuanya ngadu ke ipar kalau dia malas - malasan? Melihat ekspresi Ana yang masih tegang, ibu mertuanya menghela napas dan menarik kursi. "Sudah, duduk dulu. Mama buat teh, ya." "M-Mama gak marah?" tanya Ana pelan. Ibu mertuanya mengernyit. "Marah kenapa?" "Karena Ana kesiangan dan gak masak..." Ibu mertuanya tertawa lagi. "Aduh, Nak, ini rumahmu juga. Santai aja. Jangan tegang gitu." Ana terpaku. Telinganya menangkap kata-kata itu dengan hati yang bergetar. Rumahmu juga. Sebelum Ana bisa berkata apa-apa, ibu mertuanya sudah menuangkan air panas ke dalam cangkir, mencelupkan teh celup, dan menambahkan gula. Dengan cekatan, ia mengaduknya lalu menyodorkan secangkir teh ke Ana. "Minum dulu yang hangat-hangat." Ana menerimanya dengan tangan gemetar. Hatinya terasa penuh sesak, bukan karena kesedihan, tapi karena rasa haru yang begitu besar. Tanpa sadar, air matanya mengalir. Ibu mertuanya terkejut. "Lho, Ana? Kok nangis?" Ana buru-buru menyeka air matanya, mencoba tersenyum meski suaranya bergetar. "Maaf, Ma... Ana cuma... kaget. Ini... sangat berbeda dari yang Ana alami dulu." Ibu mertuanya menatapnya dengan iba. "Mertua kamu dulu galak, ya?" Ana mengangguk pelan. "Dulu, Ana harus bangun sebelum subuh, kalau enggak, Ana dimarahi. Ana harus masak, nyapu, beres-beres. Semua harus sempurna." Ibu mertuanya menghela napas dan menggenggam tangan Ana dengan hangat. "Nak... rumah tangga itu bukan ajang kompetisi siapa yang paling sibuk. Yang penting semua nyaman dan bahagia." Ana terisak. Seandainya dulu ia mendapatkan mertua seperti ini... Tiba-tiba, sebuah tangan hangat menyentuh ke pa lanya, mengusap lembut rambutnya. "Sayang, nangis kenapa?" Ana tersentak. Suaminya, yang sudah selesai mandi, berdiri di belakangnya. Dengan santai, lelaki itu mengecup rambutnya. "Ma-Mas...!" Ana langsung merona malu dan menunduk. Ibu mertuanya hanya tertawa melihat wajah Ana yang merah padam. "Santai aja, Nak. Mama juga pernah muda." Suami Ana tersenyum. "Aku ke warung depan, mau beli sarapan. Kamu mau ikut?" Ana mengangguk cepat. "Boleh, Mas." • • • Di warung depan rumah, aroma gorengan dan nasi uduk terc i um kuat. Beberapa pelanggan tengah mengantre, sementara penjualnya, seorang perempuan setengah baya, tengah sibuk melayani. Suami Ana melangkah santai ke depan etalase. "Bu, beli lontong sayur dua, nasi uduk satu." Saat penjual itu melihat suaminya, senyumnya langsung melebar. "Wah, biasanya sendiri, sekarang ada istri baru, ya?" Ana tersenyum sopan, tapi entah kenapa, ekspresi si penjual mendadak berubah sinis. "Masih muda, kok, nikah sama ja n da sih? Sayang banget..." gumamnya, tapi cukup keras untuk didengar Ana. Next?Mertuanya hanya menatap Nisa tanpa berkata apapun. Sebenarnya dia ingin meluapkan kekesalan dan memaki Nisa karena kata Desi dan Dewi, Anton tidak mau menunggunya semalam karena dihasut Nisa. Tapi lidah nya terasa kelu dan tidak bisa bersuara dengan baik. Tak lama kemudian, Anton pamit untuk sholat, meninggalkan Nisa dan ibunya berdua. Suasana terasa canggung. Sebenarnya Nisa juga merasa tatapan mertua nya tidak enak padanya, tapi Nisa berusaha untuk tetap tegar dan bersikap baik pada beliau.Tak lama kemudian, datanglah petugas dapur rumah sakit yang membawakan snack sore. Nisa tersenyum dan mendekati tempat tidur. "Bu, mau saya bantu makan buburnya?" tanyanya lembut.Ibu Anton mengangguk pelan. Nisa dengan telaten menyuapi sang ibu mertua, memastikan tidak ada bubur yang tercecer. Awalnya, mertuanya merasa tidak nyaman, tapi perlahan ia mulai terbiasa. Melihat kelembutan Nisa, hatinya mulai melunak, apalagi dia merasakan perlakuan dan ucapan Nisa yang jauh lebih lembut dan telaten
"Nggak. Ilmu darimana itu. Istri hanya wajib patuh pada suami. Nggak wajib merawat mertua! Apalagi Nisa sedang hamil besar. Hampir sembilan bulan! Aku tak ingin anak istriku kenapa - napa. Jadi malam ini dan besok pagi, kalian atur saja siapa yang menemani ibu di rumah sakit. Besok siang, biar aku yang menemani ibu setelah pulang kerja. Tapi aku tegas kan lagi, jika aku dan Nisa tidak bisa menginap di rumah sakit saat malam," ujar Anton tegas sambil menggenggam tangan sang istri. "Anton! Apa maksudmu? Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu?" suara Desi meninggi.Anton menarik napas dalam. "Bukan begitu, Mbak. Aku tetap sayang sama Ibu. Tapi aku juga punya istri yang sedang hamil besar. Aku ingin jadi suami yang adil dan bijaksana."Dewi mendengus sinis. "Bijaksana? Jangan bilang Nisa yang menghasutmu sampai begini! Dia sudah mencuci otakmu!"Anton menggeleng pelan. "Tidak ada yang mencuci otakku, Mbak. Aku sadar sendiri. Aku ingin menjadi suami yang bertanggung jawab. Aku tidak mau te
Nisa melambaikan tangannya saat Anton berangkat dengan menaiki motor nya untuk bekerja. Dia mengelus perut buncitnya yang selalu dicium dan dielus oleh Anton setiap saat. Bahkan Anton selalu pamit pada anak di dalam perutnya saat berangkat kerja. Dan selalu dibalas dengan gerakan serta tendangan lembut dari kaki sang bayi yang membuat Nisa tersenyum karena merasa geli. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nisa pun merebahkan diri sejenak di kasur yang ada di ruang tengah dengan menonton tivi. Mendadak Nisa teringat ucapan mertuanya yang tidak memperbolehkan nya bersantai sebelum dia menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan pikiran buruk. Dengan sabar, Nisa lalu bangkit dan mulai membereskan rumah, mencuci pakaian, dan memastikan semua dalam keadaan rapi sebelum akhirnya duduk di ruang tengah kembali. Baru saja ia meraih remote untuk menyalakan TV, suara ketukan terdengar dari arah pintu depan."Siapa ya?" gumamnya, bangkit dan berjalan
"Ana, maafkan Ayah!"Ana tertegun di ambang pintu. Dadanya berdegup kencang, tangannya mencengkeram selendang di bahunya. Pria paruh baya di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Ayah?" Suaranya tercekat. "Kenapa kemari?"Surya, pria itu, ayahnya, tersenyum kaku. "Ayah minta maaf, Ana," katanya lirih. "Ayah tahu, ayah tidak punya malu karena baru minta maaf sekarang. Tapi ayah benar-benar tulus ingin meminta maaf padamu."Ana menggigit bibirnya. Kenangan lama berkelebat di kepalanya—makanan sisa yang harus ia telan, bentakan ayahnya saat ia mengadu, keputusan ayahnya yang hanya membiayai Darma, lalu paksaan menikah dengan Burhan.Matanya panas. Ingin rasanya ia mencari kehangatan di pelukan Ahmad, tapi suaminya sedang dinas pagi. Yang bisa ia lakukan hanya menarik napas panjang, mencoba mengendalikan gejolak hatinya.Ana ingin menangis dan berteriak di depan wajah ayahnya lalu menceritakan semua kesulitan yang didapatkannya saat ana diusir dari rumah pasca berpis
"Layanan kamar, Sayang!" ujar Ahmad dengan riang. Ana tersenyum berbinar dan haru melihat suaminya yang begitu perhatian padanya. "Kamu... Kok tahu kalau aku lapar, Mas?" tanya Ana dengan senyum manisnya saat Ahmad meletakkan bakinya di atas nakas. "Kamu kan ibu menyusui, pasti cepat lapar lah. Aku tahu, Yang. Kamu susuin anak kita saja. Biar aku yang menyuapimu," ujar Ahmad. Ana yang sedang bersandar di dipan ranjang sambil duduk dan menyusui anaknya langsung membuka mulut. "Wah, boleh. Aaaaa!"Ahmad tertawa dan mengambil potongan buah, lalu menyuapkannya ke mulut sang istri. "Hm, manis, dingin, seger! Terimakasih, Mas! Kamu baiiiik sekali padaku. Semoga rejeki kamu semakin melimpah dan berkah, Mas!" ujar Ana tulus. "Aamiin, Yang. Apa sih yang enggak buat istri sholihah yang selalu ikhlas merawatku dan ibuku," sahut Ahmad. "Mas, apa kamu nggak capek? Tadi sepertinya kamu paling sibuk saat acara aqiqah Ihsan," tanya Ana. "Kok sekarang malah begadang membantu ku merawat Ihsan? B
Keheningan menelan ruangan. Ana berhenti mengayun bayinya, Anton menegang di kursinya, dan Nisa menutup mulut dengan tangan gemetar. Ahmad menatap mbok Darmi, mencari kepastian di wajah tetangganya itu."Pasti ketularan Mas Burhan, ya?" Ana bertanya pelan, nyaris berbisik.Mbok Darmi mengangguk sambil terisak. "Kamu betul, Ana. Burhan lah yang menulari Wulan. Huhuhu… kalau tahu Burhan mengidap penyakit HIV, aku nggak mungkin menyetujui hubungan mereka dulu!"Ana menggigit bibirnya, prihatin pada Wulan, merasakan campur aduknya yang dirasakan Wulan sekarang. "Dan lagi," lanjut Mbok Darmi dengan suara serak, "Burhan sekarang sudah meninggal… karena dilenyapkan oleh Neni."Ahmad mengangguk. "Kalau soal itu, saya sudah tahu, Mbok. Jadi Wulan baru tahu tentang penyakit nya saat ini?"Mbok Darmi mengangguk lagi. "Neni membunuh Burhan, entah untuk membela diri saat Burhan datang ke rumah Neni dengan mengamuk karena ketularan HIV. Dan setelah pulang dari kantor polisi karena terlibat dana
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen