Hari ini, Dara resmi bekerja di restoran cepat saji, ia bekerja sebagi pengantar makanan pesanan dari konsumen. Beruntung dulu ia sangat mahir menggunakan sepeda motor, dan sekarang ia tidak kesulitan mengendarainya untuk bekerja.
Seharian ini, Dara tampak sibuk kesana-kemari mengantarkan pesanan, tapi Dara tidak merasa lelah, ia bersyukur saat ini tuhan tidak lagi menyulitkan kehidupannya. Tapi tetap saja, ia masih bertanya-tanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan Danu? Jika benar, apa yang sebenarnya yang sedang pria itu rencanakan untuknya?
Tapi, apa pun itu Dara akan mencoba untuk tidak memikirkannya, ia hanya ingin fokus bekerja sebelum Danu kembali membuat ulah dengan kehidupannya.
"Dara!" seru Farhan yang tiba-tiba saja muncul di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tampak tampan seperti biasanya, hanya saja saat ini ia sedang tidak memakai seragam kepolisian miliknya.
Dara langsung tersenyum lebar. Ah, rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat pria ini. "Hai Farhan. Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Dara.
Farhan tersenyum manis, seperti biasa. Menambah aksen tampan di wajahnya menjadi berkali-kali lipat. "Kebetulan sekali. Aku sedang tidak bertugas, dan ingin makan di restoran. Woah, apa ini? Apa kau bekerja di sini?" tanyanya, saat ia sadar jika Dara tengah memakai seragam pegawai di restoran ini.
Dara mengangguk senang. "Iya Farhan. Aku bekerja di sini,"
Farhan turut senang, melihat Dara begitu senang seperti ini, dan cukup membuat hatinya menghangat. Sudah lama sekali ia tidak melihat Dara berbicara dengan senang dan kedua mata yang berbinar seperti ini. "Selamat ya!" serunya sembari mengulurkan tangannya kepada Dara.
Dara mengangguk, menjabat tangan milik sahabatnya tersebut. "Terima kasih. Ah ya, karena aku sudah memiliki pekerjaan, hari ini aku akan mentraktir mu makan!"
Farhan terkekeh pelan, "Ayolah. Apa kata dunia, jika seorang pria setampan Farhan ini, makan di traktir oleh wanita?"
Dara terbahak, menarik lengan Farhan untuk masuk ke dalam restoran. "Buku menu ada di atas meja, kau boleh memilih apa pun yang ingin kau makan oke," ucap Dara. Kemudian ia memanggil pelayan.
"Tolong berikan apa pun yang ia inginkan, dan untuk tagihannya kau bisa mengirimkannya ke ponselku, aku yang akan membayar pesanannya nanti," ucap Dara.
Farhan terkekeh sembari menggelengkan kepalanya, Dara ini selalu serius dengan ucapannya.
"Farhan. Aku pamit dulu, aku masih perlu mengantarkan pesanan lagi. Bye! Nikmati makananmu!" ujar Dara, sebelum akhirnya sosok itu menghilang dari pandangan Farhan.
"Permisi, anda ingin memesan apa?" tanya sang pelayan.
Farhan terkekeh pelan, ia lupa jika sang pelayan itu masih berdiri di depan mejanya. "Aku ingin satu porsi sup iga sapi," ucapnya. Ayolah, ia tidak akan tega untuk memanfaatkan Dara.
"Hanya itu?"
Farhan mengangguk. "Iya hanya itu,"
"Baiklah pak, tunggu sebentar ya. Kami akan segera menghidangkan nya,"
"Untuk tagihannya, aku yang akan membayarnya nanti,"
"Oh, baik pak,"
Farhan mengangguk, jauh di lubuk hatinya, ia berharap semoga pekerjaan ini akan bertahan lama untuk Dara. Ia cukup kasihan melihat Dara terus menderita, ia berharap akan terus melihat wajah bahagia wanita itu setiap hari, dan tidak akan pernah menangis lagi.
*****
"Dara. Bisa tolong antarkan ini ke Alfarez Group?"
Senyum Dara tampak memudar, ketika nama Alfarez di sebut. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa sangat enggan untuk melakukannya. Tapi, mengingat saat ini hanya ada dirinya yang sedikit senggang, maka mau tidak mau, ia harus mengantarkannya.
"Dara? Ada apa? Apa kau keberatan?"
Dara menggelengkan kepalanya. "Tidak. Baiklah, aku akan mengantarkannya," sahutnya sembari membawa beberapa kotak makanan itu ke motornya.
Sebelum berangkat, Dara menghela napas pelan, dan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia akan baik-baik saja. Dara tidak mengerti, mengapa perusahaan sebesar Alfarez Group, sudi memesan makanan di restoran seperti ini? Bukankah mereka juga memiliki kantin dan restoran sendiri di dalam kantornya?
Dara mengangkat bahunya acuh, siap memakai helm di kepalanya, dan mulai mengendarai sepeda motornya menuju Alfarez Group. Ia berharap, semoga semuanya akan baik-baik saja.
Tidak butuh waktu lama bagi Dara, untuk sampai ke tempat tujuan. Ia bergegas membawa semua pesanan yang di tujukan ke Alfarez Group, sampai di lobby, ia menanyakan akan di antar ke mana semua makanan ini, dan orang lobby menjawab, jika ia harus membawanya ke lantai 12, tepatnya ke ruangan CEO.
Dara bergeming beberapa saat, itu artinya ia akan bertemu secara langsung dengan Danu. Ya tuhan, rencana macam apa yang sedang kau siapkan untukku?
Dengan berat hati, Dara melangkah dengan penuh keyakinan bahwa ia akan bisa mengatasi semua yang akan terjadi nanti. Ia melangkah memasuki lift yang tampak padat, ia bergabung bersama dengan para karyawan lainnya, dan menekan angka 12 untuk mengantar makanan ke ruangan Danu, bukankah ini sama saja dengan ia menghampiri seekor harimau yang siap menerkamnya?
Ting!
Lift itu berdenting, setelah beberapa saat Akhirnya Dara sampai di depan ruang CEO. Namun, belum sempat ia melangkah masuk ke ruangan Danu, sosok Andrea dan Salsa menatapnya dengan tatapan jijik. Fyi, Andrea dan Salsa adalah dua dari beberapa teman nya saat sekolah dulu, tepatnya sebelum keluarga Dara jatuh miskin. Karena setelah keluarganya bangkrut, Andrea dan Salsa justru menjadi orang yang paling sangat menghinanya, dan menyatakan bahwa mereka tidak pernah sudi untuk berteman dengan orang miskin sepertinya. Siapa yang menyangka jika mereka berdua bekerja untuk Danu Alfarez.
"Salsa, kemari! Kau harus lihat, siapa yang datang mengantarkan pesanan makanan Pak CEO!" seru Andrea dengan sedikit lantang.
"Oh lihat, bukankah ini adalah Tuan putri Dara Ameera yang terhormat itu?" ejek Salsa kemudian, dengan wajah yang menatap Dara dengan jijik.
Dara mengeratkan pegangannya pada dua buah papperbag berisi beberapa kotak makanan itu. Dara masih mengingat bagaimana kedua temannya itu mengatakan hal buruk tentangnya dan juga keluarganya, yang kala itu tengah kesulitan.
"Astaga Salsa, kau lupa? Dia bukan lagi seorang Tuan putri, tapi ...." tatapan Andrea jatuh kepada penampilan Dara yang jauh dari kata layak. "Dia adalah seorang anak koruptor," sambung Andrea. Ia sengaja menekankan kata koruptor, untuk menyinggung dan menyakiti perasaan Dara.
"Astaga, kau benar sekali Andrea. Cepat bayar semua makanan itu, aku tidak ingin melihat wajah anak koruptor ini lebih lama lagi!" seru Salsa.
"Cukup!" Dara tiba-tiba berseru dengan lantang, membungkam mulut Andrea dan Salsa.
"Cukup. Berhenti menghinaku! Memangnya apa salahnya dengan hidup miskin, dan menjadi anak seorang koruptor?" kesalnya, dan tanpa sadar, Dara meloloskan air matanya begitu saja. Ia tidak bisa terima semua penghinaan ini begitu saja.
Apa ini juga bagian dari rencana Danu? Apakah ia sengaja memesan makanan ke restorannya, hanya untuk melihatnya di hina seperti ini oleh Andrea dan Salsa yang bekerja di perusahaan Alfarez?
Danu, kenapa kau begitu tak punya hati?
"Lihat Salsa! Dia menangis!" seru Andrea senang, bahkan mereka berdua bertepuk tangan, saat melihat Dara menangis.
Namun, tanpa mereka duga dan sangka, Dara melemparkan papperbag di tangannya ke lantai dengan sangat kasar. Membuat kedua wanita itu tiba-tiba terdiam.
"Sudah ku bilang, berhenti menghinaku!" teriaknya dengan kesal, sembari terisak pelan.
"Dara? Apa yang kau lakukan di kantorku?" sosok Danu tiba-tiba saja datang, dan berteriak kepadanya.
Dara mendengkus kasar, menatap Danu dengan wajah yang berlinang air mata. "Apakah kau sudah puas sekarang?" ucapnya lemah.
Danu bergeming, masih berdiri di tempatnya dan menatap Dara yang terlihat sangat lemah di hadapannya.
"Inikan yang kau inginkan, Danu?" ucapnya sekali lagi.
Danu mengabaikan ucapan Dara, "Aku bertanya kepadamu, apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Danu lagi.
Dara tekekeh miris, mengusap air mata di wajahnya dengan kasar. "Seharusnya, aku memang tidak pernah datang kemari, dan menerima semua penghinaan ini," lirihnya, lalu ia menatap Andrea dan Salsa dengan penuh dendam. "Aku menyesal telah mengenal kalian berdua." ucapnya.
"Dara ...." panggil Danu dengan lembut.
"Apa? Bukankah ini semua memang rencanamu? Kau sengaja memesan makanan di restoran tempatku bekerja, dan memintaku untuk mengantarnya kemari, agar kau bisa menghinaku seperti ini iya kan?" tuding Dara.
"Dara! Beraninya kau berkata seperti itu kepada Danu!" ujar Salsa, sembari bergerak hendak menghampiri Dara. Namun, Danu menghentikan langkah wanita itu.
"Hentikan Salsa!" titah Danu.
"Danu! Kenapa kau--"
"Hubungi bagian tim kebersihan, minta mereka untuk membereskan semua kekacauan ini. Dan, bayar tagihan ini semua pada Dara!" lagi-lagi Danu menyela ucapan Salsa dan Andrea, yang tampak semakin kesal kepada sikap Danu, yang terkesan membela Dara.
"Haissh! Ini ambil uang tagihanny!." seru Salsa, ia hanya bisa pasrah saat Danu kembali menatapnya dengan tatapan dingin.
Dara langsung mengambil uang yang di sodorkan oleh Salsa kepadanya. "Terima kasih. Semoga kalian puas dengan layanan kami. Dan, selamat menikmati," ucapnya, sembari sedikit membungkukkan tubuhnya, sebagai tanda hormat karena sudah memesan makanan di restoran tempatnya bekerja.
Andrea mendengkus kasar, "Menikmati apanya? Kau sudah menghancurkan semua makanan itu, seharusnya kami tidak perlu membayar," gerutunya dengan kesal.
"Andrea, sudah cukup! Mana laporan yang ku minta kemarin?" Kemudian tatapannya beralih kepada Salsa. "Kau juga. Sudah ku bilang untuk menghubungi tim kebersihan!"
Kedua wanita itu langsung diam, dan bergegas melakukan apa yang Danu katakan. Dara sungguh tidak ingin berlama-lama berada di sekitar mereka bertiga, ia memutuskan untuk berbalik meninggalkan Danu. Namun, langkahnya terhenti saat Danu memanggil namanya.
"Dara," panggil Danu.
Dara bergeming, dengan posisi membelakangi Danu. "Ini sama sekali bukan bagian dari rencanaku. Aku tidak tahu--"
"Cukup Danu. Tidak bisakah kali ini, kau membiarkanku pergi dengan tenang?" sela Dara.
Danu bergeming. Ia ingin marah dan menarik Dara agar berbalik dan menatapnya, dan juga ingin menjelaskan jika semua ini bukanlah rencananya. Melainkan rencana Salsa dan Andrea. Tapi, ia tidak bisa egois seperti itu, dan akhirnya ia hanya bisa membiarkan Dara pergi membawa semua kesalahpahaman ini.
"Pergilah. Dan maaf, untuk hal barusan. Ingatlah, untuk berhati-hati saat mengendarai sepeda motor,"
Alih-alih merasa tersentuh karena ucapan Danu barusan, Dara justru mendengkus kasar. "Berhentilah bersikap seolah kau memang peduli kepadaku. Ingat, hubungan kita tidak sedekat itu," sinisnya, sebelum akhirnya ia memasuki lift dan meninggalkan Danu yang merasa sedikit terluka dengan ucapan Dara barusan.
Danu meraba dada bidangnya, akhir-akhir ini entah mengapa bagian dari hatinya terasa begitu sakit setiap kali ia melihat Dara bersedih.
Ya tuhan, ia tidak boleh lemah. Jika begini terus, bukankah semua rencananya akan berantakan.
Danu bergeming di tempatnya, tapi apakah di dalam lubuk hatinya, ia benar-benar menginginkan semua rencana itu berjalan lancar, dan menyakiti Dara lebih dalam?
Entahlah, Danu masih bingung dengan dirinya sendiri dan juga perasaannya.
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai