Share

Chapter 08

Tanpa membuang banyak waktu lagi, Danu bergegas membawa Dara masuk ke dalam rumah sakit Andra. Begitu mereka sampai, ia berteriak meminta perawat membawakan brankar untuk Dara yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, tak lama sosok Andra muncul, dan mengarahkan Danu ke ruang rawat untuk perawatan Dara.

Sebelumnya, ia memang sudah menelepon Andra untuk menyiapkan satu kamar rawat untuk Dara. Selain karena jarak yang dekat, Danu juga lebih baik membawa Dara ke rumah sakit Andra, untuk menghindari skandal yang akan membuat lawan bisnisnya senang. Kerutan penuh khawatir terlihat jelas di wajah Danu, bahkan ia sampai mendorong sendiri ranjang itu, ke ruangan yang sudah Andra siapkan untuk Dara. Danu benar-benar sangat mencemaskan kondisi Dara saat ini, entahlah sejak pertemuan mereka di bar malam itu, Danu merasa sedikit simpati kepada Dara. 

Andra menepuk bahu pria itu dengan pelan. “Tenanglah, aku akan memeriksa keadaannya,” ucap Andra, kemudian ia menyentuh dahi Dara. “Dia demam?” tanyanya.

Danu mengangguk pelan, namun ketika Andra hendak mengarahkan stetoskop ke tubuh Dara, Danu menghentikannya dengan mencengkeram lengan Andra yang memegang stetoskop.

“Jangan coba-coba untuk macam-macam kepada wanita yang sedang tidak berdaya seperti ini,” ujarnya dingin.

Demi tuhan, Andra sangat ingin tertawa sekarang. Ayolah, apakah pria itu baru saja cemburu kepadanya?

Andra menghempaskan cengkeraman tangan Danu dengan kasar. “Ck, diamlah Danu. Jika sekali lagi, kau menghambat pekerjaanku, aku tidak akan mau memeriksa Dara!” ancamnya. Ya tuhan, Danu bahkan lebih konyol daripada Alby, jika sedang cemburu seperti ini.

Danu menurut, ia hanya berdiri di samping Andra, dan menatap Dara dengan penuh kecemasan.

“Dia hanya demam, dan juga terlalu kelelahan. Mungkin, karena pekerjaannya yang sangat berat,” jelas Andra.

Danu bergeming, sedangkan matanya tidak lepas dari sosok Dara. Andra menghela napas pelan, menepuk bahu Danu dengan pelan, ia tahu jika Danu sangat khawatir kepada Dara. Namun, egonya begitu tinggi untuk menunjukkan jika ia peduli dengan Dara.

“Danu, bisakah kau kembalikan semuanya seperti dulu?” pinta Andra.

Danu beralih menatap Andra, ia tahu jelas atakan mana pembicaraan ini mengarah. Andra tidak meminta ia untuk membersihkan nama keluarga Dara, tapi yang Andra inginkan hanyalah agar Danu berhenti memblokir nama Dara untuk mendapatkan pekerjaan. “Aku akan meminta suster meyiapkan air kompresan untuk Dara. Kau, lakukanlah tugasmu. Sediakan selang infus untuknya,” Alih-alih menjawab pertanyaan Andra, ia malah pergi begitu saja dan memerintahkan Andra untuk menyiapkan selang infus untuk Dara. Ck, ayolah. Siapa yang sebenarnya menjadi dokter disini?

Selepas kepergian Danu, Andra menatap Dara dengan prihatin. Andra tidak tahu menahu, hal apa yang pernah terjadi di masa lalu antara mereka berdua, hingga Dara harus mendapatkan semua ini. Tapi, satu hal yang pasti, Danu memiliki cinta yang besar untuk Dara, sampai saat ini.

“Dara, lekaslah sembuh. Ada seseorang yang sangat mengkhawatirkan mu disini,” ucapnya, sebelum akhirnya Andra bergegas pergi untuk meminta perawat memasangkan selang infus kepada Dara, sebelum Danu datang dan mengamuk karena mereka telat memasangkan selang infus tersebut.

Tak lama, setelah infus terpasang pada lengan Dara, sosok Danu yang membawa mangkuk besar dan handuk kecil untuk mengompres Dara itu muncul. Danu bergegas membasahi handuk kecil itu, kemudian memerasnya, dan menempelkan handuk itu, pada dahi Dara. Pria itu mengompres Dara dengan tangannya sendiri, bahkan ketika perawat menawarkan diri untuk membantunya, ia tetap kekeh untuk melakukannya sendiri.

Tanpa Danu sadari, sosok Andra tersenyum di pintu ruang rawat Dara yang terbuka, melihat sosok Danu yang begitu gigih merawat Dara dengan tangannya sendiri. Jas mahal milik pria itu tampak tersampir di atas sofa kecil, sedang kemeja rapinya kini sudah tampak kusut. Kali ini, Danu memperlihatkan sosoknya yang berbeda, hanya karena seorang Dara Ameera.

Dara mencoba membuka kedua matanya dengan perlahan-lahan, begitu hidungnya di sambut oleh bau khas rumah sakit. Tepat ketika kedua matanya terbuka, ia mendesah pelan karena dugaannya benar, bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Dara mengerutkan keningnya, dan bertanya-tanya kenapa ia bisa berada di sini? Bukankah seingatnya ia sedang tidur dan bersandar di sebuah pohon di taman? Tapi—kenapa sekarang ia berada di rumah sakit?

“Oh, hai! Kau sudah bangun?” seru sosok pria dengan jas kedokteran, yang tampak sedang memeriksa dirinya. Dara menatap sosok pria itu, ia tahu jika pria itu adalah salah satu teman Danu, setelah Alby. Mengingat wajah mereka bertiga sering muncul di majalan-majalah, karena prestasi yang mereka dapatkan di usia muda.

Dara berdeham, pria itu bergegas membantu Dara menaikkan kepala ranjangnya, agar wanita itu bisa bersandar dengan nyaman. “Bagaimana, apakah ada yang sakit?” tanya Andra.

Dara menggelengkan kepalanya, “Dokter. Kenapa aku berada disini?” tanya Dara.

Dokter itu tampak sedikit tersenyum. “Sebenarnya, aku sedang berjalan-jalan di taman, dan aku menemukanmu tengah memejamkan mata di bawah pohon, kau terlihat aneh saat itu. Jadi, aku menyentuh dahimu, dan langsung membawamu kemari,” jelas Andra yang tentu saja bohong.

Dara menyipitkan kedua matanya, ucapan dokter itu tampak sangat tidak bisa ia percaya. Lalu kemudian, ia merasa jika samar-samar, ia melihat sosok Danu yang membawanya dengan atak.

“Tapi, kenapa aku merasa jika Danu yang membawaku kemari?” ucap Dara.

Andra tampak bergeming, Danu ini benar-benar sangat tidak waras. Jika Dara sudah melihatnya yang membawa dirinya kemari, untuk apa Danu memintanya untuk mengarang cerita, seolah-olah jika dirinya yang menolong Dara.

Haish!

“Danu? Bukankah itu sangat mustahil,” Andra, mencoba berkelit. Bagaimana pun, ia harus mengikuti perintah Danu, atau Danu akan meruntuhkan rumah sakitnya.

Dara terdiam, mengiyakan ucapan Andra dalam hati. Benar juga, kenapa Danu harus peduli kepadanya? Bukankah selama ini, yang pria itu inginkan adalah penderitaannya?

Dara mendesah pelan, “Anda benar. Pria itu mana peduli kepadaku,” ucapnya pelan.

Andra mengepalkan kedua tangannya, melirik sosok Danu, yang bersembunyi di luar pintu kamar rawat Dara. Ia heran, mengapa Danu bersikap seperti pengecut. Andra menghela napas pelan, dasar! Danu dan Alby sama-sama terlalu menjunjung tinggi ego mereka.

Andra tersenyum, “Jika ada keluhan lain, kau bisa menekan tombol di samping ranjangmu. Kalau begitu, aku akan pamit,” ucap Andra.

Dara mengangguk, lalu kemudian sosok Andra benar-benar pergi dari ruang rawatnya. Dara masih bergeming, apakah orang yang membawanya kemari sungguhan dokter itu? Atau memang Danu yang membawanya?

Tapi, bukankah itu sangat tidak masuk akal? Mengapa Danu harus susah payah membawanya kemari, bukankah pria itu menginginkan kehancurannya?

Lalu, jika itu bukanlah Danu, kenapa ia merasa sangat yakin, bahwa ia melihat Danu saat dirinya dalam keadaan setengah sadar?

Dara menghela napas pelan, “Kenapa aku harus repot memikirkan itu semua? Bukankah sudah jelas, jika yang membawaku kemari, adalah dokter Andra,”

“Jadi, bagaimana keadaannya?”

Andra sedikit terperanjat, ketika ia menemukan sosok Danu sedang duduk santai di dalam ruangannya. “Sialan! Kau membuatku terkejut!” pekik Andra. Pria itu mengusap dadanya pelan, sebelum akhirnya mendelik kepada sosok pria dengan wajah datar, yang masih menatapnya tanpa kedip.

Andra menghela napas pelan, membuka jas putih kebanggaannya, sebelum akhirnya bergabung di sebuah sofa panjang, bersama dengan Danu yang tampak tidak sabar menunggu jawaban dari pertanyaannya barusan. “Berhenti menatapku seperti itu. Jika memang kau peduli kepadanya, kenapa harus membuatnya berada di situasi paling sulit? Daripada bertanya tentang kondisi Dara, lebih baik kau pertimbangkan saranku tadi,” cetus Andra.

Danu hanya memejamkan matanya, kemudian mengalihkan tatapannya atakan lain, jelas sekali bahwa ia tidak ingin menuruti apa yang Andra atakana, untuk berhenti membuat Dara kesulitan. Karena jika itu terjadi, maka semuanya akan berantakan.

“Kenapa harus bertele-tele begitu? Aku hanya memintamu untuk memberitahukan keadaannya kepadaku, bukan malah menasehatiku seperti itu,” tenang Danu. Kemudian, ia menatap Andra dengan tatapan dinginnya. “Sepertinya, kau sudah tidak sabar melihat rumah sakit ini hancur,”

Andra mendengkus kesal, sialan! Ancaman itu lagi, Danu dan Alby memang benar-benar memiliki pemikiran yang sejalan. Jika sudah begini, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ck, ia benci ini!

“Kondisinya baik-baik saja. Ia hanya perlu beristirahat, dan besok sepertinya ia sudah bisa pulang. Kau puas?” sungut Andra dengan kesal.

Danu menyunggingkan senyum tipis di wajahnya, “Aku suka, melihatmu tidak berdaya seperti ini,” ucap Danu sembari terkekeh pelan. Andra, langsung saja melempar pria itu dengan bantalan sofa.

“Sialan kau!” umpat Andra, Danu kembali terkekeh, sebelum akhirnya ia berjalan keluar dari ruangan Andra. Andra berdecak kesal, “haissh! Kapan kiranya rumah sakit ini menjadi milikku sepenuhnya? Aku kesal, menjadi bulan-bulanan mereka,” gerutunya. Jika saja Andra terlahir dengan keberuntungan sama seperti Alby dan Danu, mungkin ia tidak perlu merepotkan Alby dan Danu untuk membuatkan rumah sakit besar ini untuknya. Tapi, terlepas dari semua sikap menyebalkan mereka, Andra merasa sangat beruntung ketika tuhan mempertemukannya dengan mereka berdua, padahal statusnya sangat jauh dari mereka, namun Alby dan Danu seakan tidak pernah peduli dengan semua perbedaan itu. Dan akhirnya, sampai saat ini mereka masih menjalani persahabatan yang semakin erat.

Di tempat lain, sosok Danu berhenti di depan ruang rawat Dara. Memperhatikan sosok wanita itu yang sepertinya sedang tertidur lelap, ia menghela napas pelan, dan melangkah memasuki ruang rawat Dara. Ia tahu, jika ia sangat pengecut, ia hanya bisa melihat dari jauh, dan menghampirinya saat wanita itu terpejam seperti ini.

Danu menggenggam tangan Dara yang terpasang selang infus, menyentuhnya dengan sangat lembut. “Ini pasti sakit ya?” gumamnya pelan. Kemudian ia memperhatikan wajah Dara yang terlelap, menyentuh kening Dara yang sudah tidak panas lagi, seperti sebelumnya. Ia menghela napas pelan, mengusap sisi wajah Dara dengan tangannya yang lain, sementara yang lainnya masih menggenggam lengan Dara.

“Berjanjilah padaku, jika kau tidak akan pernah sakit lagi. Oke?” ucapnya. Kemudian ia mendekat pada Dara, dan memberikan kecupan yang sangat lembut di kening Dara. “Lekaslah sembuh, wanitaku ….” bisiknya di telinga Dara, seolah kali ini ia memang menginginkan Dara mendengarnya, dan sangat ingin Dara tahu bahwa ia sangat mengkhawatirkannya.

Dan pada malam itu, Danu terpejam dan menggenggam lengan Dara semalaman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status