Share

06. Cincin itu kembali

Author: Azzam Dera
last update Last Updated: 2024-09-28 06:55:09

Tangan kanannya mengepal dengan begitu kuat. Victor mencoba untuk menahan rasa sakit yang menyerangnya secara tiba-tiba. Bahkan urat nadinya menonjol saking kuatnya ia menahan.

Ini begitu menyakitkan, lebih dari rasa sakit yang sebelumnya. Namun, yang pasti ia tak percaya jika suatu hal di luar nalarnya kembali terjadi.

Sebuah benda melingkar, perlahan menutupi jari telunjuknya. Itu adalah cincin yang semula ia jual dan cincin itu telah kembali, hanya saja letaknya berpindah dari jari tengah ke jari telunjuk. Ini sangat ajaib.

"A-apa ini? K-kenapa bisa cincin ini kembali?" Victor bahkan tak menyangka. Ia terkejut sendiri dan benar-benar merasa aneh.

Seketika rasa sakit itu pun hilang, bersamaan dengan munculnya benda tersebut. Padahal seharusnya barang yang sudah dijual takkan kembali kecuali ia membelinya lagi. Tetapi cincin itu?

"Kenapa kau kembali wahai cincin? Apa jangan-jangan uangku jadi hilang?" gumamnya sendiri.

Victor berpikir, jika cincin itu kembali, apakah uangnya menjadi hilang?

Entahlah, tetapi untuk membuktikan itu semua, ia harus mengeceknya. Sungguh, ia sangat memerlukan uang itu, terutama untuk Jessica. Jika uang itu hilang sebab cincinnya kembali, ia jelas tak bisa mewujudkan keinginan Jessica untuk menjadi seorang model.

Victor kembali ke Bank, ia disambut dengan hangat karena sebelumnya ia telah menyimpan banyak uang di kartu hitam pribadinya.

"Halo, selamat datang kembali, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" ucap seorang yang bertugas sebagai teller bank.

"Ya, tolong cek kembali kartu ini, apakah jumlahnya masih sama seperti yang tadi?!"

Seorang teller itu menatap Victor dengan perasaan aneh. Pikirnya, jika uang itu tidak diambil, maka uang masih utuh. Namun, perempuan itu menuruti keinginan Victor sebagai nasabah.

"Baik, saya cek sebentar."

Victor menunggu. Jika uang itu masih utuh, maka ia memerlukan sebagian untuk keperluannya sendiri. Yang pasti, ia ingin menyusul Jessica ke tempat keberadaannya sekarang.

Victor yakin, Jessica pasti sedang berada di kediaman Vivian dan sebelumnya, ia memang sempat ke sana. Beruntung, ia masih ingat kediaman Vivian dan Victor berharap, semoga Jessica berada di sana sehingga ia bisa menemuinya dan bicara baik-baik dengan sang istri.

Tak lama, hasilnya pun muncul.

"Total uang masih utuh, Pak. Apakah Bapak ingin melakukan penarikan?"

Mendengar hal itu, Victor malah terdiam. Ia berpikir ini sungguh aneh. Bagaimana bisa cincinnya kembali namun uang hasil dari penjualan cincin malah utuh?

'Luar biasa.' batinnya bergumam sambil melihat cincin miliknya yang menempel di jari telunjuk.

"Pak." Perempuan itu memanggilnya kembali.

"Ah, iya, maaf. Ya, saya ingin melakukan penarikan," ucap Victor.

"Baik, mari silakan sebelah sini." Perempuan itu mengarahkan Victor ke bagian lain. Memang, peraturannya jika seorang nasabah black card akan dibedakan dengan nasabah yang lainnya.

Entahlah, tetapi di sana Victor menunggu sampai uang yang ia inginkan segera tiba. Dengan uang itu, ia bisa menyusul Jessica serta memenuhi keinginan Jessica tanpa bergantung pada Vivian. Semoga.

"Ini uangnya, Pak, silakan tandatangan sebagai bukti penarikan. Berhati-hatilah di jalan." Bahkan perempuan itu memberi peringatan supaya Victor berhati-hati.

Victor bahkan baru tahu jika melakukan penarikan yang besar harus menandatangani bukti penarikan. Seumur-umur, ia bahkan tak pernah melakukan itu sehingga menurutnya aneh. Tetapi, mungkin ini akan menjadi sebuah pengalaman yang mungkin nanti akan ia alami lagi.

"Terimakasih."

"Selamat jalan, Pak."

Victor membawa uang cukup banyak. Ia bahkan tak mengenakan tas apapun untuk melindungi uang tersebut sehingga ia memutuskan untuk membeli sesuatu di sana.

Sebuah tas yang akan membawa barang berharganya. Setelah itu, niatnya untuk menyusul Jessica semakin bersemangat.

"Aakkhh sial! Dasar mobil payah. Kenapa harus mogok di tengah jalan segala, payah!"

Baru keluar dari bank, Victor melihat seorang pria tengah menggerutu. Mobil yang dikendarainya mogok dan membuat macet kendaraan yang di belakangnya.

Bip! Bip!

Bahkan klakson dari kendaraan di belakangnya begitu ramai. Pria tersebut bahkan bingung harus berbuat apa. Tidak ada yang hendak membantunya.

"Apa yang terjadi?" Victor bertanya pada pria pemilik mobil.

"Mobilku mogok," jawab pria tersebut sambil menjelaskan kepada pengendara di belakangnya. "Tolong sabar, kalian harus sabar."

Pria itu terus meyakinkan. Di sana, Victor berniat untuk membantunya.

"Mari saya bantu," ucapnya yang bersiap untuk mendorong mobil itu agar tak menghalangi jalan lain.

Tentu, si pemilik mobil nampak senang. Ia mendapat bantuan agar mobilnya tak menghalangi jalan.

"Ah, terimakasih." Pria itu berterimakasih pada Victor, tetapi ia bingung akan kondisi mobilnya.

"Boleh saya bantu untuk mengecek kerusakannya?" ucap Victor dan kebetulan, ia sedikit paham akan keadaan mesin.

"Apakah Anda bersedia menolong saya? Kalau begitu terimakasih dan silakan, dengan senang hati, Pak."

Tak menunggu lama, Victor pun mengecek keadaan mobil tersebut. Ia jelas tahu, tetapi ini bukan kesalahan pada mesin mobil tersebut.

Victor lalu mengecek bagian yang lainnya, dan ternyata di sini lah letak kesalahannya sehingga mobil itu berhenti di tengah jalan.

"Sepertinya Anda lupa mengisi bahan bakar," ucap Victor pada pria tersebut.

"Ah, benarkah?" Pria itu lantas mengeceknya. "Ya ampun, kau benar. Saya lupa mengisi bahan bakar. Pantas saja berhenti."

Astaga!

"Kalau tidak salah, saya lihat sebelah sana ada pom, biar saya bantu belikan." Victor bahkan membantunya untuk segera mendapat bahan bakar agar pria itu bisa melanjutkan perjalanannya.

Tanpa persetujuan pria tersebut, Victor langsung pergi dan ia kembali dengan membawa bahan bakar. Ia menolong pria tersebut sampai-sampai pria itu merasa tak enak.

"Sungguh, saya berhutang pada Anda, Pak. Kalau boleh tau, tujuan Anda ke mana sekarang?" tanya pria itu. Ia melihat Victor dengan tas di punggungnya, pikirnya Victor tengah melakukan perjalanan.

"Oh, tidak perlu, tujuan saya terlalu jauh." Tujuan Victor yaitu ke kediaman Vivian dan memang sangatlah jauh walau bisa ditempuh dengan menggunakan mobil.

"Tidak apa-apa, saya akan mengantar Anda ke mana saja sebagai rasa terimakasih saya karena Anda sudah menolong saya," ucapnya.

"Tujuan saya ke pusat kota."

"Benarkah? Tujuan kita sama," pria itu terus menawarkan diri. Ia bahkan memperkenalkan dirinya kepada Victor.

"Saya George Mark."

Mereka lantas berkenalan.

"Saya Victor, senang berkenalan dengan Anda."

Pria itu tentu tertawa. "Haha, tak perlu sungkan dan masuklah. Kita ke kota yang sama."

Beruntung ia dipertemukan dengan seorang yang perjalanannya searah. Dengan begitu ia tak perlu repot memesan kendaraan untuk menyusul Jessica.

Di sepanjang perjalanan, mereka tentu berbagi cerita, mendengar musik, serta tertawa. Walau baru kenal satu sama lain, sepertinya mereka terlihat dekat.

"Kau begitu mencintai istrimu, Victor, berjuanglah demi cita-cita istrimu."

Victor hanya tersenyum menanggapi itu. Tentu saja, ia akan terus berjuang demi seseorang yang ia cintai.

Pria itu masih mengemudi, namun seketika tatapannya mengarah ke bagian lengan Victor.

"Cincin yang bagus, dia begitu berkilau," kata George menilai sebuah cincin yang Victor kenakan.

Victor lalu terkekeh. "Ini cincin keramat, saya sangat menyukainya."

George hanya tersenyum mendengar jawaban itu.

Perjalanan pun terus berjalan, sampai tiba di tempat yang Victor tunjukan. Ia tentu sangat berterimakasih. Berkat George, ia bisa menemui Jessica di kediaman Vivian.

Sama halnya dengan George, ia berterimakasih karena Victor telah menolongnya.

"Simpanlah dan hubungi saya secepatnya. Senang bertemu denganmu, Victor. Lain waktu kita bertemu lagi."

George pun pamit. Victor menerima kartu nama darinya dan tentu ia simpan.

Sekarang tujuannya ialah Jessica. Di kediaman Vivian, ia berharap Vivian ataupun Marten menerima kedatangannya kemari. Sebab, sebelumnya mereka jelas tak mengizinkan Victor untuk masuk dan hanya menunggu di luar rumah saja.

Rumah itu cukup besar dan Marten ialah seorang pebisnis yang cukup sukses.

"Permisi, Kakak Ipar." Victor memanggil Vivian, berharap Vivian keluar dan mempersilakannya masuk. Setidaknya memberinya kesempatan untuk bertemu dengan Jessica.

"Jessica, istriku." Kali ini Victor memanggil Jessica.

"Itu si gembel Victor."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   90. Ini bukan balasan

    Levin sampai bertanya-tanya sendiri, untuk apa Victor datang kemari? Dan lagi dari mana dia tahu dia bekerja di sini? Apakah dari Jessica? "Victor, untuk apa kau kemari? Apakah hendak melamar pekerjaan di sini?" kata Levin seolah merendahkannya.Kesalahan Levin bukan hanya di sini saja. Dia pernah menuduh Victor kalau Victor telah berselingkuh. Padahal kenyataannya dialah yang berselingkuh. Dialah yang telah menduakan istrinya, tetapi Victor yang mendapat getahnya. Ini sangat tidak adil jika terus dibiarkan. Levin tidak akan berpikir terlebih lagi dia tidak akan berubah sedikitpun. Namun, perihal hubungan Levin dan Lussy, Victor sama sekali tidak mengetahuinya. Tetapi yang jelas, seseorang yang pernah berselingkuh tidak akan pernah berubah, Bahkan dia akan melakukan yang berulang kali sampai dia puas. Entahlah."Levin, apa kau tidak tahu kesalahanmu sendiri?" pemilik perusahaan ini telah bicara langsung dengan Levin di hadapan para pekerja. "Kesalahanku? Apakah aku telah membuat ke

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   89. Bukan milik Levin

    Bukan Hal mudah untuk meyakinkan seseorang, apalagi kepada orang baru yang Bahkan orang itu terlihat sejati mata orang lain. Dia sangat ditakuti banyak orang termasuk anak buahnya sekalipun.Namun, Victor tentu mudah. Ia tentu memanfaatkan apa yang dia miliki sekarang ini. Dan sudah terbukti jika uang adalah jawaban dari semua masalah.Sesuai kesepakatan mereka, pria itu telah memberitahu siapa-siapa saja pelanggan yang datang kepadanya. Siapa-siapa saja orang yang berani membeli barangnya dengan harga yang cukup tinggi.Setiap orang yang membeli barangnya adalah orang yang memiliki rencana tertentu termasuk, dia.Ya, ketika pria itu memberitahu nama-nama dari pelanggannya, dari 2 hari kebelakang sampai hari kemarin, ternyata ada satu orang yang Victor kenali. Jelas saja, dia terlalu bodoh. Dia menyebutkan namanya memakai nama asli bukan nama samaran. Tetapi di sini, Victor sangat beruntung. Sepertinya dia juga tidak salah tempat, dia tidak salah sasaran, dia tidak salah menemui oran

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   88. Sebuah perjanjian

    "Bukan apa-apa." Victor menjawab demikian.Mereka lalu masuk ke dalam rumah besar itu. Di sana nampak seseorang yang tengah duduk santai. Iya memakai topi koboi, di tangannya, ya Tengah menghisap sebatang rokok. Ya, Iya pemiliknya. Jack mengantar Victor ke hadapan orang itu."Hormat tuan." Jack memberi hormat dengan cara membungkukkan setengah badannya di hadapan pria itu. Tetapi tidak dengan Victor. Victor sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan tetapi, pria itu menatapnya sinis."Ada hal apa yang Membawamu menghadapku? Apakah ada pelanggan untukku?"Jack mengangguk. "Ya, Tuan. Dialah pelanggan kita yang baru." Jack menunjuk ke arah Viktor dan memang Victor lah pelanggan barunya.Victor masih tidak berbuat apa-apa. Dia masih belum paham apa yang harus dia lakukan sekarang. Namun, Jack memberitahunya."Bungkukkan setengah badanmu di hadapan Tuan." Terpaksa Victor melakukannya. Sesuai dengan arahan Jack, picture membungkukkan setengah badannya sesuai dengan apa yang dia laku

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   87. Menyelidiki

    Victor jelas membantah. "Itu bukan milikku, aku tidak pernah menggunakannya." "Bohong, kau berbohong!!" gadis itu seperti tak percaya jika hasil tersebut bukan milinya. "Temanku yang tak sengaja menggunakan barang itu. Dia sepertinya dijebak." Dijebak? "Lalu di mana temanmu?" tanya gadis itu. Dia seperti mengetahui sesuatu. "Masih dirawat. Dia perlu perawatan intensif." Masuk akal. Jika memang Victor yang memakainya, mana mungkin dia ada di sini sekarang. Gadis itu percaya jika bukan Victor yang mengenakannya. "Jangan pernah memakai barang ini dan jangan mau walaupun sedikit." Victor mengerutkan keningnya seolah tak paham akan apa yang dia katakan. Namun, apakah dia tahu tentang narko** jenis Xx14 seperti yang dituliskan di sana? "Kau tau, Nona?" Gadis itu mengangguk. "Ada sesuatu yang ..." "Total belanja $2...." Ucapan Frya terhenti oleh seorang kasir yang menagih total belanjaannya. Cukup banyak, tetapi bukan masalah bagi Victor. "Silakan, Tuan, terimakasih." Kasir itu

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   86. Hanya sekadar menolong

    Itu hanya dugaan sementara, Leo tetap harus diperiksa langsung untuk mengecek apakah benar ia telah menggunakan barang terlarang itu? Dugaan sementara mengatakan kalau Leo tidak sengaja atau bahkan ada unsur keterpaksaan sebab, bagi orang yang tahu akan barang itu, tidak mungkin dia berani menggunakannya sebab kandungan serta kadar yang dihasilkan sungguh buruk. Tidak lama, hasilnya telah keluar. Hasil menunjukkan jika dugaan itu memang benar. Keadaan Leo pun tetap sama. Dia banyak bergumam serta mengatakan sesuatu hal yang tidak dimengerti, bahkan perkataannya ke mana-mana. "Di sana ada bulan, bentuknya setengah meter dari persegi panjang. Diameternya seperempat dari bentuk lonjong tak berdasar." Leo semakin mengada-ngada. Melihat keadaan Leo seperti itu, Victor lantas mencari tahunya. Berawal dari kegiatan Leo, hingga keberadaan Leo seharian kemarin. 'Tidak salah. Leo hanya ada di kantor sejak kemarin. Itu artinya ...' Victor berpikir demikian. Ia lalu mengecek alat penangkap

  • Dari Menantu Terhina, Menjadi Kaya Raya   85. Darah dari mulut Leo

    "Papa, kamu kasar sekali. Ini sakit!" Elly mendapat perlakuan tak mengenakan dari Parker ayahnya sendiri. Dari tadi, Parker terus memaksanya untuk ikut dengannya. Lagi, Parker bahkan memperlakukan Elly seperti bukan anaknya saja. Dia begitu kasar. "Kamu sudah keterlaluan, Elly. Untuk apa kamu ikut dengan lelaki brengsek itu, hah!" Parker malah menyalahkan Elly. "Papa, aku tidak ikut dengan Paman Victor, justru Paman Victor telah menyelamatkan aku dari kakek tua yang kejam. Dia yang telah menyiksaku." Parker mencoba untuk meredakan emosinya. Bukan ini yang ia maksud. Sepertinya dia harus kembali ke rencananya yang ingin mengetahui informasi tentang cincin itu. Seharusnya dia tidak kasar, dengan begitu Elly akan memberitahu apa yang dia inginkan. Dia telah salah mengambil langkah. "Maafkan aku, putriku, aku terlalu emosi." Kali ini Parker meminta maaf kepadanya. Elly tentu paham. Tetapi ia tidak suka terus diintimidasi. "Papa, tolong jangan berpikiran buruk tentang Paman Victor.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status