“Menurut hasil tes DNA yang dikirimkan oleh laboratorium, Gala memang ayah biologis dari janin yang dikandung Mila, Pak.” Faisal akhirnya memberi tahu Zyan dan juga Zahra.“Nah, dari tadi bilang begitu ‘kan langsung jelas. Tidak perlu bertele-tele dulu,” tukas Zyan.“Maaf, Pak.” Faisal sedikit membungkukkan badan sebagai tanda permintaan maafnya.“Apa Mila sudah memberi tahu Gala soal itu?” tanya Zyan kemudian.“Sepertinya belum. Dari pantauan terakhir, mereka sedang bingung mencari pengacara, Pak,” jawab Faisal.Zyan mengernyit. “Memangnya mereka tidak kuat bayar pengacara?”“Mila inginnya mereka saling menguntungkan, Pak. Dia ingin bayar mahal pengacara karena nanti pengacara itu pasti juga akan dapat nama kalau mau jadi kuasa hukumnya,” jelas Faisal.Zyan yang masih berbaring di sofa, tertawa kecil usai mendengar penjelasan sang asisten pribadi. “Otak bisnisnya ternyata jalan juga,” gumamnya. “Mila ‘kan sekarang tidak punya pekerjaan, Pak. Saya rasa dia ingin menghemat uangnya,” c
“Kamu sudah baca ‘kan hasil tes DNA yang kukirim tadi?” Mila langsung bertanya begitu Gala menerima panggilannya.“Sudah,” jawab Gala dengan suara yang terdengar lemah.“Terus kenapa kamu diam saja dan tidak membalas pesanku?” cecar Mila yang merasa kesal pada pria yang ada di seberang telepon.“Aku masih syok, Mil. Aku masih tidak percaya sama hasilnya,” aku sang aktor.“Kamu tidak percaya karena meragukan laboratorium yang melakukan tes? Itu laboratorium besar dan terkenal, Gala. Bukan laboratorium kecil. Laboratorium itu tidak bisa didikte. Lagipula aku tidak punya uang untuk menyuap mereka.” Mila merasa tersinggung dengan ucapan sang aktor.“Bukan begitu, Mil. Aku tahu laboratorium itu tepercaya. Hanya aku masih butuh waktu untuk percaya kalau aku akan punya anak dari wanita yang tidak aku cintai,” ungkap Gala.“Tidak hanya kamu saja yang tidak cinta, aku juga tidak cinta sama kamu, Gala. Jangan merasa cuma kamu yang menderita sendiri. Aku lebih menderita dari kamu. Semua kontrak
Hasan berdeham sebelum menjawab pertanyaan Mila. Dia memandang kedua wanita yang ada di dekatnya itu bergantian. "Maaf, aku baru bisa memberi jawaban sekarang karena harus meyakinkan atasan dan teman-teman satu tim dulu. Tidak mudah untuk membujuk mereka," ucapnya."Oke, tidak masalah. Terus bagaimana keputusannya, San? Jangan berbelit-belit dan membuatku pusing lagi. Kalau kalian menolak, aku tinggal menghubungi yang lain," timpal Mila tak sabar.Hasan terkesiap mendengar ucapan Mila. "Jadi kalian sudah menghubungi pengacara yang lain?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan dari sang artis terlebih dahulu.Mila mengangguk. “Tentu saja karena aku tidak mau hanya bergantung sama kamu,” timpalnya.Hasan menelan saliva. Dia tidak jadi merasa di atas angin karena Mila ternyata juga menghubungi pengacara lain. Membuatnya tidak lagi menjadi satu-satunya tumpuan sang artis dan asisten pribadinya dalam mendampingi mereka menghadapi gugatan yang dilayangkan oleh Zyan.“San, aku nunggu jawabanmu l
Setelah menjalankan salat Magrib berjemaah dengan sang istri, Zyan keluar dari kamar untuk makan malam dengan keluarganya. Mereka sudah kembali tinggal di kediaman keluarga Darmawangsa, tidak lagi di rumah Umar. “Masih lemas dan pusing, Zy?” Rania bertanya karena melihat wajah putranya yang agak pucat. “Kadang-kadang, Ma,” jawab Zyan setelah duduk bersisian dengan Zahra. “Istirahat saja kalau masih pusing, jangan dipaksa kerja,” ucap Rania yang mengkhawatirkan keadaan putra sulungnya. “Aku tidak mau manjain badan, tapi juga tidak memaksakan diri, Ma. Selama masih bisa mengerti apa yang kubaca, aku akan tetap kerja. Tapi kalau sudah terlalu pusing, aku berhenti terus tidur,” jelas Zyan sembari menatap sang mama. “Apa benar begitu, Ra?” Rania mengalihkan pandangan pada menantunya. Zahra pun mengangguk. “Iya, Ma. Kalau Abang sudah merasa pusing, pasti langsung berhenti dan tidur di pangkuan saya,” ungkapnya dengan wajah tersipu. Saffa mencebik begitu mendengar pengakuan kakak ipar
Netra Mila membola mendengar ucapan Gala. Artis itu tidak menduga Gala kembali mengatakan hal itu lagi seperti saat dia memberi tahu soal kehamilannya. Bukannya Mila tidak mau, dia juga sudah melakukannya. Namun janin di dalam kandungannya itu sangat kuat, sama sekali tidak mau luruh meskipun sudah coba digugurkan dengan berbagai cara. Hanya cara medis yang belum Mila jalani karena dokter tidak mau menggugurkan tanpa ada alasan medis yang mengharuskannya melakukan tindakan tersebut. Selain itu Mila tidak berani mengugurkan di tempat aborsi ilegal karena dia takut terjadi apa-apa setelahnya.“Kenapa kamu mengungkit soal itu lagi? Kamu ingin membunuh bayi tak berdosa ini lagi?” cecar Mila yang tampak emosi. Meskipun dahulu pernah coba menggugurkan, pada akhirnya dia sadar kalau itu hanya akan menambah dosa dan membuatnya jadi seorang pembunuh.Gala mengangguk. “Dia masih belum bernyawa, Mil. Tidak masalah kalau digugurkan. Dengan begitu masalah kita selesai. Aku akan mencari tempat abor
“Aku hubungi manajerku dulu,” timpal Gala tanpa memberi Mila jawaban terlebih dahulu.“Aku tunggu. Kalau perlu minta dia ke sini, jadi aku dapat keputusan malam ini,” sahut Mila.Gala mengangguk. Dia kemudian minta izin ke balkon agar lebih bebas berbicara dengan manajernya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Gala masuk kembali ke apartemen lantas duduk di tempatnya tadi. “Nanti manajerku akan ke sini,” ucapnya.“Berapa lama kira-kira dia sampai ke sini?” Mila menatap Gala. “Kurang lebih setengah jam,” jawab aktor muda itu.“San, apa kamu masih bisa menunggu?” Mila ganti memandang Hasan.Pengacara muda itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Oke, aku tunggu,” sahutnya. “Terima kasih, San. Kamu memang baik sekali. Kalau begitu sambil menunggu manajer Gala, kita bicarakan poin-poin dalam perjanjian pernikahan,” lontar sang artis.“Aku ‘kan belum setuju, Mil.” Gala merasa keberatan.“Terserah kamu setuju atau tidak, aku akan tetap menyiapkannya. Karena aku rasa manajermu
Keesokan harinya Hasan kembali datang ke apartemen Mila bersama dengan atasan dan salah satu anggota timnya untuk penandatanganan kontrak kerja sama mereka. Mila dan Rini menyambut ketiganya dengan penuh sukacita. Rini lantas menjamu mereka dengan minuman dan kudapan setelah mempersilakan ketiganya duduk.“Kalian baca dulu isi perjanjiannya. Kalau ada yang tidak jelas, tanya saja. Kalau kalian sudah setuju, baru tanda tangan.” Hasan menyerahkan berkas yang berisi perjanjian pada Mila dan Rini.“Yang kamu kasih ke aku sama Rini beda ga isi perjanjiannya?” tanya Mila pada Hasan.“Sama, yang beda cuma nama dan identitas kalian,” jawab Hasan.“Jadi perjanjiannya sendiri-sendiri?” tanya Mila lagi.Pengacara muda itu mengangguk. “Iya.”“Tarif yang kemarin kita bicarakan itu untuk berdua ‘kan? Tidak sendiri-sendiri? Terus terang aku tidak mampu kalau harus membayar dua kali lipat.” Mila harus memastikan terlebih dahulu semuanya sebelum tanda tangan. Karena kalau harus membayar sendiri-sendir
Zyan dan Faisal sama-sama tersentak. Kedua pria itu lupa kalau ada Zahra di antara mereka. CEO dan asisten pribadinya itu berpandangan. Mereka seolah saling memberi kode lewat tatapan mata.“Yang dimaksud Pak Zyan adalah orang yang mengganggu pembangunan proyek kita, Bu.” Faisal yang akhirnya menjawab pertanyaan Zahra.“Memangnya proyek mana yang bermasalah? Kok aku ga tahu, Bang?” Zahra mencecar suaminya.“Di proyek yang baru dimulai pembangunannya, Bu. Memang Bu Zahra sengaja tidak diberi tahu agar tidak kepikiran.” Faisal lagi yang menjawab pertanyaan istri sang CEO. “Memangnya orang itu mau diberi pelajaran apa?” Zahra jadi semakin ingin tahu.“Akan dilaporkan ke polisi karena dia sudah memprovokasi warga agar menolak pembangunan proyek kita, Bu,” jelas Faisal. Asisten pribadi Zyan itu tidak mengarang cerita karena memang kejadian itu nyata adanya. Dia hanya berbohong tentang siapa sebenarnya yang dimaksud oleh Zyan.“Bukannya kita sudah dapat persetujuan warga sekitar sebelum me