Akibat salah paham, Zahra dipaksa menikah dengan Zyan, bosnya di kantor. Keduanya tak bisa menolak karena alasan masing-masing. Zyan terancam tidak akan mendapat warisan, sementara Zahra terdesak oleh keadaan. Mereka pun akhirnya sepakat membuat perjanjian sebelum menikah, yang menuntut Zahra agar menurut dan melakukan apa pun yang Zyan inginkan. Lantas, apakah Zahra bisa bertahan dalam pernikahan itu, sementara ia harus menyaksikan Zyan tetap menjalin hubungan dengan wanita lain? Atau akankah Zahra berpaling pada seorang pengusaha muda yang gencar mendekatinya?
View More“Rin, coba kamu hubungi lab, sudah keluar apa belum hasil tesnya?” pinta Mila pada asisten pribadinya.“Oke.” Rini yang sedang memegang gawai lantas mencari kontak laboratorium kemudian melakukan panggilan. Setelah selesai berbicara dengan petugas laboratorium, dia memberi tahu Mila. “Katanya besok jadi. Tapi waktunya belum tahu jam berapa. Mereka akan kirim hasilnya lewat email kalau sudah jadi.”Mila menyengguk. “Semoga saja tidak sampai malam jadinya. Aku ingin segera bertemu Gala dan membicarakan bagaimana selanjutnya.”“Terus bagaimana dengan laporan Zyan, Mil? Apa Hasan sudah menghubungi kamu?” Berganti Rini yang kini tampak khawatir.Sang artis menggeleng. “Belum. Mungkin dia sedang diskusi sama atasan dan timnya. Kita tunggu saja sampai jam pulang kantor, Rin.”Asisten pribadi Mila itu menghela napas panjang. “Semoga saja mereka mau bantu kita ya, Mil.”“Semoga saja,” sahut Mila yang juga sangat mengharapkan bantuan Hasan.“Seandainya Hasan tidak bisa, apa kamu punya gambaran
"Terima kasih, Bang. Semoga laporannya segera diproses. Ya, tolong kabari setiap perkembangannya." Zyan berbicara pada orang yang menghubunginya. Setelah panggilan itu berakhir, tak lama kemudian dia menghampiri sang istri yang duduk di depan meja rias dan sedang melepas hijab serta aksesori yang dipakainya."Alhamdulillah, Bang Herman sudah membuat laporan ke polisi, Ra." Zyan memberi tahu Zahra seraya memandang sang istri melalui pantulan bayangan di cermin."Alhamdulillah. Cepat sekali ya kerjanya," sahut Zahra."Ya, begitulah Bang Herman. Makanya kami selalu menggunakan jasanya sebagai pengacara keluarga," ucap Zyan."Bang, siapa yang mandi duluan. Aku atau Abang?" tanya Zahra sambil membersihkan riasan di wajahnya."Abang maunya mandi berdua, Ra. Biar selesainya bisa barengan. Jadi ga saling nunggu," jawab Zyan sambil menaikturunkan kedua alis tebalnya.Zahra mencibir. "Itu sih modusnya Abang."Pria bercambang tipis itu tertawa kecil. "Halal 'kan modusin istri sendiri," timpalnya
“Mil, bangun! Kita dapat masalah.” Rini membangunkan Mila yang sedang tidur di kamarnya.Mila menggeliat sebelum pelan-pelan membuka mata. “Masalah apa sih, Rin?” tanyanya dengan suara serak.“Zyan melaporkan kita ke polisi,” jawab Rini sambil menatap sang artis.“Apa?” Mila seketika bangun, lantas duduk di atas tempat tidur. “Apa kamu bilang tadi? Kita dilaporkan polisi?” Rini mengangguk. “Iya. Bang Herman, pengacaranya Zyan yang melaporkan,” jelasnya.“Astaga! Kok bisa? Kita ‘kan sudah menuruti keinginannya untuk melakukan klarifikasi,” tukas Mila.“Zyan tidak terima yang kamu bilang kita hanya bercanda di rumah sakit,” sahut Rini.“Ya, ampun. Kenapa jadi begini.” Mila terlihat gelisah.“Kamu kenapa harus bohong soal itu sih, Mil? Masalahnya jadi makin besar ini karena aku juga ikut dilaporkan, tidak hanya kamu,” lontar Rini.“Rin, kamu ingat ‘kan yang dibilang sama Hasan. Kita tidak usah saling menyalahkan karena kita sama-sama salah.” Mila menatap Rini dengan kesal. Selalu saja d
“Tolong ajukan laporan ke polisi hari ini juga,” pinta Zyan pada pengacara yang datang ke kantornya.“Apa tidak sebaiknya kita somasi terlebih dahulu, Pak? Kalau mereka tidak memberi tanggapan baru lapor ke polisi,” ujar sang pengacara.Zyan menggeleng. “Tidak perlu somasi, hanya buang-buang waktu. Kemarin aku sudah memberi dia waktu untuk melakukan klarifikasi lewat konferensi pers, nyatanya apa? Tetap sampah yang dia bicarakan. Kalau perlu, keluarkan bukti persekongkolan mereka,” ucapnya dengan geram.“Sabar, Bang. Istighfar.” Zahra mengelus tangan Zyan yang menggenggam tangannya.“Astaghfirullah.” CEO itu pun mengucap istighfar beberapa kali setelah diingatkan sang istri. Menjadi suami Zahra membuatnya jadi lebih bisa mengendalikan diri karena istrinya itu selalu membuatnya ingat pada Tuhan. “Kalau keinginan Pak Zyan seperti itu, kami akan langsung ke kantor polisi untuk mengajukan laporan,” ucap pengacara itu setelah Zyan terlihat lebih tenang.Zyan mengangguk. “Terima kasih. Sek
Mila terhenyak mendengar pertanyaan tersebut dan tak langsung menjawab. Dia malah berbisik pada Hasan, pengacara yang duduk di sampingnya. “Bagaimana ini? Apa aku harus bicara jujur?”“Kalau mau aman, jawab saja mereka nanti juga akan tahu kalau sudah saatnya,” jawab sang pengacara juga dengan berbisik.Mila mengangguk kemudian kembali menghadap para wartawan. “Mohon maaf, Teman-teman, untuk sekarang saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Saya akan memberi tahu bila sudah saatnya,” ucapnya.“Saya rasa sudah cukup pertanyaannya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kedatangan Teman-teman wartawan. Mohon maaf bila dalam pelaksanaan konferensi pers siang ini ada salah, khilaf, dan banyak kekurangan. Semoga Teman-teman lancar pekerjaannya dan pulang dalam keadaan sehat dan selamat. Selamat siang.” Mila memutuskan menutup konferensi pers siang itu. Dia sudah cukup pusing menerima berbagai pertanyaan kritis dari para wartawan.Meskipun merasa kecewa karena konferensi pers sudah
Rini dan Mila menyambut dengan ramah kedatangan para wartawan di aula rumah makan yang mereka sewa untuk konferensi pers. Para pencari warta itu langsung diminta menikmati hidangan yang disajikan begitu tiba di aula. Mereka mengikuti cara Zyan dalam menjamu para wartawan walaupun hidangannya lebih sederhana.Setelah banyak wartawan yang datang, acara konferensi pers dimulai. Siang itu, Mila mengenakan gaun hitam lengan pendek dengan panjang selutut. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Dia merias wajah dengan warna natural agar tidak terlalu mencolok. Untuk alas kaki, artis itu memakai flat shoes yang senada dengan warna gaunnya.Rini membuka konferensi pers. Di depan wartawan, selain ditemani sang asisten, Mila juga ditemani oleh seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara, seorang kenalan yang semalam dia hubungi. Pengacara itu di sana hanya mendampingi, bukan sebagai kuasa hukum Mila. Dan juga sebagai teman yang bisa memberi nasihat dan menengahi bila ada masalah.“Selamat
"Rin, gimana? Hasilnya sudah ada?" Mila bertanya dengan penuh antusias.Kedua bahu Rini meluruh. "Asisten pribadi Zyan tidak mau membantu, Mil. Dia bilang kita harus menghubungi lab sendiri," jawabnya."Ya sudah, kalau begitu kamu hubungi labnya sendiri, bisa 'kan?" Mila memandang asisten pribadinya itu.Rini mengangguk. "Bisa. Masalahnya aku ga punya nomor labnya," ungkapnya."Ya Tuhan. Jadi kemarin kamu diam saja waktu petugas lab ambil darahku dan sampel dari Gala?" Mila menatap Rini tak percaya."Aku pikir karena dibantu asisten Zyan, semua akan di-handle sama dia sampai selesai. Ternyata dia tidak mau ikut campur lagi," aku Rini.Mila menghela napas panjang setelah mendengar pengakuan asisten pribadinya. "Tumben sekali kamu tidak bisa diandalkan kali ini, Rin," keluhnya."Maaf, Mil. Ini 'kan juga di luar prediksiku." Rini tampak sangat menyesal."Ya sudah, mau bagaimana lagi. Aku coba kirim pesan sama Faisal saja." Mila kemudian mengambil gawai dan mengirim pesan pada asisten pri
“Alhamdulillah.” Zahra menghela napas lega begitu masuk ke ruangan di mana keluarga besar mereka berkumpul.Zyan yang mendengar ungkapan kelegaan sang istri lantas menghentikan langkah, yang kemudian diikuti oleh Zahra. Pria itu lalu menangkup kedua pipi istrinya hingga membuat mereka berdiri berhadapan. “Kamu hebat, Ra. Terima kasih sudah selalu ada di sampingku dan mendukungku,” ucapnya sebelum mengecup kening wanita berhijab hitam itu. “Aduh! Mataku ternoda melihat kemesraan kalian,” protes Saffa yang merasa keki begitu Zyan mencium kening Zahra. Bukannya gegas menjauhkan diri dari istrinya, Zyan malah memeluk erat Zahra dan mengecup puncak kepala belahan jiwanya itu. Sengaja membuat kesal adiknya. “Pesan kamar sana, Kak! Jangan mengumbar kemesraan kaya gitu di depan jomlo!” Saffa kembali melayangkan protes yang membuat Zahra menepuk lengan suaminya agar mengurai pelukan.Zyan akhirnya merenggangkan lengan yang memeluk istrinya hingga Zahra bisa menjauhkan diri. Wanita yang seda
Layar proyektor yang ada di sebelah kanan ballroom kemudian menampakkan bukti hasil tes DNA. Secara bergantian ditampilkan hasil tes dari tiga lab yang berbeda dan ketiganya menyatakan kalau Zyan bukan ayah biologis dari janin yang dikandung Mila. Para wartawan pun tampak sibuk mengambil gambar dan video dari layar proyektor sebagai salah satu materi berita mereka.“Apa yang terpampang di layar tersebut adalah bukti bahwa janin yang dikandung oleh Saudari Kamila Dinata bukanlah darah daging saya. Satu-satunya wanita yang mengandung darah daging saya hanyalah istri saya yang tercinta,” ucap Zyan seraya menoleh pada Zahra yang duduk di sampingnya.Pria itu kemudian kembali mengalihkan pandangan ke depan. “Saya sengaja melakukan tes DNA di tiga lab berbeda agar hasilnya lebih valid sekaligus untuk membuktikan kalau saya tidak melakukan kecurangan. Walaupun sebenarnya hasil dari satu lab sudah cukup valid, saya hanya melakukan antisipasi,” sambungnya.“Pada kesempatan ini secara terbuka s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.