Zyan lantas duduk tegak menghadap sang istri. Kedua tangannya meraih tangan Zahra lalu menggenggamnya erat.“Tadi Faisal telepon abang. Dia memberi tahu kalau Mila dan asisten pribadinya sudah mendapat panggilan dari polisi. Pasti setelah itu kita juga akan dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Kamu siap ‘kan?” Pria itu menatap lekat istrinya.Zahra mengangguk. “Insya Allah siap selama Abang ada di sampingku,” jawabnya dengan yakin.“Jangan khawatir, abang dan Bang Herman akan selalu mendampingimu saat kamu memberikan keterangan pada polisi,” lontar Zyan.“Bicara saja apa adanya saat ditanya polisi. Jangan terlihat gugup dan berikan jawaban yang konsisten. Jangan sampai jawabanmu berubah-ubah,” imbuh CEO itu.Ibu hamil itu kembali menyengguk. “Insya Allah. Oh ya, Bang, besok kita dipanggilnya bareng apa sendiri-sendiri?” tanyanya kemudian.“Semoga saja bersama. Besok aku hubungi Bang Herman untuk memastikan. Kenapa memangnya?” Zyan mengerutkan keningnya.“Pengen tahu aj
Dua hari sudah berlalu tapi Mila sama sekali belum mendapat kabar dari Gala. Entah ke mana pria itu? Dia bagai hilang ditelan bumi. Bahkan di televisi pun tak terdengar beritanya. Mila sudah mengirim pesan menanyakan kepastian pernikahan mereka, tapi pesannya tidak terkirim karena hanya centang satu. “Rin, kamu punya nomor manajernya Gala?” Mila bertanya pada asisten pribadinya. “Punya. Kenapa memangnya?” sahut Rini. “Tolong kamu hubungi dia. Tanyakan Gala ada di mana. Aku sudah coba hubungi Gala, tapi tidak bisa,” pinta Mila. “Oke. Aku selesaikan makan dulu ya,” timpal Rini yang sedang menikmati makan siangnya. “Kamu sedang makan apa? Aku lapar.” Mila menghampiri asisten pribadinya itu sambil mengelus perut. Dia tidak tahu kalau Rini memesan makanan karena baru keluar dari kamar. Wanita yang sedang hamil muda itu tadi tidur di kamar. Dia baru bangun dan langsung ingat kalau Gala belum menghubunginya. “Ayam bakar. Aku dah beliin kamu kok. Itu ada di dapur.” Rini menunjuk kotak ma
“Hai, Cantik. Apa kabar?” sapa Aswin begitu berdiri di samping Zahra.Wanita yang mengenakan hijab berwarna cokelat muda itu menoleh ke sisi kirinya. Dia terkejut kala mendapati Aswin yang menyapanya. “Apa yang Pak Aswin lakukan di sini? Seharusnya Bapak bergabung dengan pengusaha lainnya bukan dengan sekretaris,” cetus Zahra dengan ketus.“Kamu tahu tidak? Kamu jadi semakin cantik sekarang. Oh ya, aku dengar kamu sedang hamil. Aura wanita yang sedang hamil itu memang sangat memesona. Membuatku jadi susah untuk memalingkan mata.” Aswin malah merayu Zahra dan tak menggubris ucapan wanita berhijab itu.“Jangan mengatakan hal yang tidak pantas, Pak. Saya ini wanita bersuami,” tukas Zahra dengan sengit.“Suamimu saja menemui pacarnya setelah kalian menikah. Apa kamu yakin selama ini dia tidak menemui wanita lain?” Pria bermata sipit itu coba memprovokasi Zahra.“Pak Zyan selama 24 jam bersama saya, jadi beliau tidak akan menemui wanita lain tanpa sepengatahuan saya. Tolong jangan fitnah s
“Memangnya aku tahanan, kok mau dikurung, Bang,” seloroh Zahra agar obrolan mereka tidak terlalu serius. Walaupun wajah Zyan tidak setegang tadi, tapi Zahra tahu kalau suaminya sedang gundah. Jadi dia ingin sedikit mencairkan suasana.Zyan tersenyum tipis mendengar candaan istrinya. “Iya, kamu memang jadi tahanan di hati abang karena itu kamu tidak boleh berpaling pada pria lain,” timpalnya. “Aku juga ga akan ke mana-mana kok, Bang. Ingin terus sama Abang dan anak kita nantinya,” sahut Zahra yang cukup menenangkan hati Zyan. Meskipun terlihat dingin dan kaku, sejatinya hati Zyan jadi rapuh bila berhubungan dengan Zahra.Perhatian Zyan dan Zahra kemudian berpindah karena pihak pengundang mengumumkan kalau pertemuan hari itu akan segera dimulai. Pasangan itu pun mulai bersikap profesional. Zyan bertindak sebagai atasan, dan Zahra sebagai sekretarisnya. Pertemuan siang itu berjalan dengan lancar. Zyan masih belum memutuskan akan melakukan investasi atau bekerja sama dengan perusahan pe
Zahra berusaha mendorong dada suaminya begitu mendengar suara Faisal. Namun, Zyan bergeming. Dia sama sekali tidak melepaskan tautan bibir mereka meskipun sang asisten pribadi memergoki keduanya. Setelah mendengar pintu ditutup, Zyan baru menjauhkan diri.“Abang, ih. Aku ‘kan jadi malu sama Pak Faisal.” Zahra menepuk dada suaminya sebagai bentuk protes.“Kenapa malu? Kita ini suami istri, sudah halal mau ngapa-ngapain,” tukas Zyan sambil menatap lekat mata istrinya.“Tapi ga di depan orang juga, Bang,” lontar Zahra.“Kita ini di ruanganku loh. Tidak ada orang lain di sini selain kita berdua. Salah Faisal sendiri yang masuk ga ketuk pintu dulu.” Zyan membela diri.Namun memang benar apa yang dikatakan CEO itu. Biasanya Faisal mengetuk pintu terlebih dahulu, tapi tadi langsung masuk saja. Jadi memang salah asisten pribadi Zyan sendiri.Zahra diam, tak membalas atau menanggapi suaminya. Dia malah mendorong kursinya ke belakang agar tidak terlalu dekat dengan suaminya. Bukan maksud menola
Saat Mila dan Rini keluar dari mobil, para wartawan masih belum menyadari kedatangannya. Begitu semakin mendekati pintu masuk, salah satu wartawan mengenali dan memanggil namanya dengan keras. Setelah itu para pencari warta langsung menyiapkan kamera dan alat rekamnya dan gegas menghampiri rombongan Mila dan pengacaranya.Dalam waktu sekejap, Mila dan pengacaranya sudah dikerubungi wartawan. Mila dan Rini hanya diam dan memasang senyum kala wartawan melontarkan banyak pertanyaan untuk keduanya. Mereka terus berjalan tanpa memberi respon apa pun.“Teman-teman, kita ngobrolnya nanti ya setelah pemeriksaan. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon doa agar semuanya lancar.” Hasan berbicara pada para wartawan sebelum masuk ke kantor polisi.Setelah memberi tahu kedatangan mereka pada polisi yang bertugas, penyidik mulai bersiap. Rini dan Mila dimintai keterangan bersamaan, tapi di ruangan yang berbeda. Hal itu dilakukan agar keduanya tidak saling memberi tahu pertanyaan dan jawaban saat p
“Saya mendapat informasi kalau hari ini dia kembali ke Jakarta. Tapi saya belum tahu kapan dia akan bertemu dengan Mila karena besok ‘kan Mila dan Rini masih menjalani pemeriksaan,” terang Faisal.“Terus pantau pergerakan aktor itu dan juga manajernya,” titah Zyan.“Siap, Pak.” Zyan langsung mengakhiri panggilan tersebut setelah mendapat tanggapan dari asisten pribadinya. Dia kembali berkutat di depan laptop sembari menunggu sang istri yang katanya mau mengambil kudapan tapi tak juga kembali ke ruang kerja. Malam ini, Zyan ingin mengerjakan beberapa pekerjaannya yang tertunda karena kondisi kesehatannya. Tentu saja tetap ditemani oleh sang istri tercinta.Selang beberapa waktu, Zahra akhirnya masuk dengan membawa kudapan berupa martabak manis. Zyan cukup terkejut begitu melihat apa yang dibawa istrinya. Dia pikir Zahra membawa buah potong atau salad untuk kudapan malam, ternyata malah makanan yang mengandung karbo dan bercita rasa manis.“Bang, ayo dimakan martabak manisnya. Aku suapi
Keesokan harinya Mila dan Rini pergi lagi ke Polda Metro untuk kembali menjalani pemeriksaan. Sebelum ke sana, mereka berkumpul di kantor sang pengacara terlebih dahulu untuk berkoordinasi. Seperti kemarin, Hasan menjemput kedua wanita itu di apartemen.Para wartawan yang berada di Polda Metro langsung bersiap begitu melihat mobil rombongan Mila datang. Mereka tidak mendatangi tempat parkir, tapi menunggu di depan pintu masuk. Berita tentang Mila sangat menarik perhatian netizen dan sangat ditunggu-tunggu kelanjutannya. Karena itu para wartawan berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin.Ada salah satu acara di stasiun TV yang ingin sekali mendapatkan wawancara eksklusif dengan Mila. Mereka bahkan menawarkan harga yang tinggi untuk itu. Namun Rini belum berani mengiakan karena mereka masih harus menjalani pemeriksaan. Dia harus berkonsultasi dengan pengacara sebelum menyetujui atau menolak tawaran menggiurkan tersebut. Bagaimanapun saat ini mereka harus bersikap tenan