Abigail terdiam mendengar suara yang tentu saja tak asing di telinga. Sudah menghabiskan air mata selama seharian, dan kini tampak ada yang mulai menggenang lagi.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Abigail, sendu. Bukan raut kemarahan yang terulas di wajahnya, melainkan haru, tetapi ada sedikit kesal. Ia mengusap air mata dengan jemarinya. "Abby ... apakah kau menangis? Hey ... kau seharusnya senang mendengar suaraku, bukan malah bersedih ...." Abigail menyembunyikan isaknya. "Aku tidak sudi menangisi pria pengecut sepertimu!" Keduanya terdiam sesaat, merangkai rindu dan memori yang sempat terburai dan tercerai-berai. Kini, segala kenangan tentang kebersamaan singkat mereka, seolah kembali satu per sAbigail merenung mengingat pertemuan dengan Ashton, lalu kejadian tak terduga di mana Zachary tiba-tiba muncul di kediaman gadis itu. Dan bagaimana pria itu mengungkapkan perasaan dan kekalutannya menjalani hubungan dengan Sidney. Benarkah ia merasa kalut? Atau jangan-jangan itu hanya kepura-puraan saja agar Abigail memberinya kesempatan? Namun, bukankah perkataan orang mabuk adalah bentuk ungkapan hati yang terdalam? Bisa ya, bisa juga tidak. Satu hal yang pasti adalah Abigail tak akan semudah itu memberi hati bagi sembarang pria. Meski Zachary juga bukanlah pria sembarangan, tetapi apa yang telah diperbuat oleh ayahnya tentu saja tak akan pernah termaafkan. Lalu bagaimana dengan Ashton? Haruskah ia memberi kesempatan pada pria itu? Bagaimana jika setelah mendapat kesempatan, pria itu justru pergi lagi? &
Abigail merasa dirinya sudah tidak waras. Biasanya ia tak pernah begitu tersipu akan perhatian pria mana pun, tetapi dengan Ashton, rasanya sungguh berbeda. Ia bisa menjadi pribadi yang berbeda ketika bersama pria itu, dibanding saat sendiri atau dengan orang lain. Kecuali keluarganya, tentu saja. Dan Ashton sudah mendapat keistimewaan yang sama seperti yang ia berikan pada paman dan bibinya. Seperti hari ini, Abigail sudah duduk berhadapan dengan Ashton, menikmati makan malam romantis di restoran favorit Abigail. Wajah keduanya tak henti mengulas senyum, terlihat sesekali Abigail melempar tatapan penuh kerinduan, begitu pula Ashton. Keduanya terlihat dimabuk asmara. "Jadi ... kapan aku bisa bertemu Paman dan Bibimu?" tanya Ashton, hampir membuat Abigail tersedak. Ia tidak menya
"Mengapa sikapmu tiba-tiba manis padaku saat di depan mereka?" tanya Ashton, saat ia dan Abigail sudah berada di dalam mobil, meluncur meninggalkan L'Restaurante untuk menuju ke tempat lain. Ashton bersikeras mengajak gadis itu untuk pergi ke tempat lain, meski sebenarnya Abigail sangat enggan. Pembicaraan dengan Ashton membuat suasana hati gadis itu berubah tiba-tiba. "Aku hanya melakukan yang seharusnya. Gadis itu selalu mencurigai aku memiliki hubungan khusus dengan kekasihnya, sementara pria itu ...." Abigail tidak meneruskan kalimatnya. Ia enggan membahas tentang Zachary, karena setiap kali bicara dengan Ashton, ia tak akan bisa mengendalikan berapa banyak kalimat yang akan keluar. Ia tak ingin Ashton mengetahui tujuan utamanya terhadap Zachary. "Ada apa dengan pria itu? Apa ia mendekatimu? Apakah ia jatuh cinta
Alice mendatangi kantor Abigail setelah sekian lama tak muncul. Ia sudah membaca berita tentang kedatangan seorang pebisnis muda, yang ternyata merupakan kekasih Abigail, Ashton. "Aku tidak menyangka kau sudah memiliki kekasih," komentar Alice, yang membuat Abigail tersipu. "Ingatlah, Alice, semua yang dilakukan oleh seorang pebisnis adalah kembali untuk bisnis," tukas Abigail sembari menuangkan kopi untuk Alice. "Bagaimana kabarmu setelah menghilang sekian lama?" "Oh ... kau pasti bisa melihatnya sendiri. Aku baru saja melakukan misi. Sungguh tak mudah menemukan adikmu. Setiap kali mendapat informasi keberadaannya, ia menghilang begitu aku tiba. Sangat aneh mengingat tak ada seorang pun yang mengenalinya." Abigail tertegun mendengar cerita Alice, tangannya yang sedari tadi menuangkan kopi hanya diam di tempat, me
Setelah kegagalan misi menemukan Gin, Alice membuat rencana lain, tentu saja untuk tujuan yang sama. Ia berharap taktik ke sekian kali ini akan membuahkan hasil. Namun, sebelum menjalankan rencana, ada hal yang ingin ia lakukan. Sama seperti Abigail, ia pun penasaran mengenai Dokter gregory. Bagaimana pria itu bisa mengetahui identitas asli Abigail? Alice bahkan ingat betul, dirinya sama sekali tidak mengungkit tentang Abigail, hanya bertanya tentang Gin, yang saat itu masih sangat kecil. Bodohnya, ia tidak menaruh curiga pada dokter berwajah tampan itu. Karenanya, hari ini ia memutuskan untuk kembali ke panti rehabilitasi dan bertemu dengen Dokter Gregory. Ia tak mampu lagi menahan, terlebih Abigail merasa dirinya terancam ketika mengetahui bahwa dokter itu seolah tahu banyak tentang keluarga Anderson. Alice sudah bersiap, mengenakan pakaian terbai
Abigail tepekur sendiri, memikirkan apa yang dikatakan Alice tentang adiknya. Sebegitu sulitkah untuk menemukan pemuda itu? Haruskah dirinya sendiri yang turun tangan dan mencari? Sungguh, dirinya tengan dihajar habis-habisan oleh ujian yang tak kunjung henti. Ia kuat, masih sama seperti sebelumnya. Hanya, kuat saja rasanya tak cukup untuk bisa melalui segalanya. Ia membutuhkan teman yang dapat diandalkan untuk berbagi. Alice, tentu saja. Namun, Abigail tak bisa selalu mengharap Alice untuk datang menemui. Gadis itu harus menjalankan misi yang tidak main-main, mencari keberadaan Gin, yang untuk menemukan keberadaannya sungguh sangat menguras emosi. Ia licin, dan sulit untuk dibekuk. Lalu, bagaimana dengan Ashton? Pria itu memang sahabat sekaligus kekasihnya di masa lalu, hadir kembali dan memberi harapan baru bagi
Zachary dan Sidney telah bersiap. Ayah, ibu, dan adik Zachary akan datang untuk makan malam. Bukan perayaan besar, hanya membahaa tentang kerjasama Zachary dan Abigail. Sekaligus sedikit wawancara antara ayah dan anak-seperti biasa, menjawab rasa penasaran ayahnya, bagaimana hingga ia bisa menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan Abigail. Karena yang Garry ketahui, gadis itu sangat sulit untuk diajak berkompromi. Tak sedikit dari pemilik perusahaan yang harus kembali dengan tangan kosong ketika bernegosiasi dengan bos wanita salah satu perusahaan multinasional itu. Zachary sendiri, antara bangga karena telah sukses secara karir dan pencapaian, tetapi hampa karena makin lama tujuan mendekati Abigail bukanlah lagi perkara bisnis, melainkan cinta. Dan ia sudah menelan kekecewaan atas itu. "Aku sangat bangga padamu,
Abigail dan Ashton menginjakkan kaki di apartemen Zachary. Pria itu dan kekasihnya menyambut Abigail juga Ashton dengan ramah. Terlebih Sidney. Baginya ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendekat pada Ashton sekaligus membuat Zachary cemburu. Namun sayang, Ashton tak melepaskan genggaman tangan dari Abigail, meski hanya sekejap. Apa yang dilakukan Ashton tentu saja membuat Sidney kesal, sekaligus heran. Mengapa Ashton, bahkan Zachary begitu terpikat pada Abigail yang terlihat biasa saja di matanya. Tidak. Sesungguhnya ia mengakui kalau gadis itu memang mempunyai pesona yang luar biasa. Sesuatu yang tak mungkin ia miliki meski jika dihitung, dana yang ia keluarkan untuk perawatan tubuh pastilah lebih banyak dibanding Abigail. Namun, gadis itu memiliki hal yang tidak bisa di