Share

7. Latihan

Tidak ada kegiatan yang menyenangkan untuk Ashley saat ini. Teman-teman baru sedang asik dengan dunia masing-masing. Ashley hanya menyaksikan dunia mereka dari sofa panjang di ruang tamu.

Sambil menyaksikan, Ashley menebak-nebak siapa yang memiliki kekuatan abu. Dua anak. Entah antara Michael dan Brandon, atau anak lain.

"Aku suka rambutmu." Michael membuat Ashley terkejut, dengan berbisik tepat di belakang telinga Ashley. "Ada apa, Ash? Kenapa kamu diam saja sedari tadi? Tidak punya teman, ya?"

Tidak hanya Ashley dan Michael saja yang duduk di sofa panjang, masih ada beberapa anak lain. Namun, jarak dari anak-anak dan Michael serta Ashley agak jauh.

"Apa kamu pengguna kekuatan abu?" Michael sudah membuat Ashley terkejut dua kali. Bukan terkejut karena dikejutkan, melainkan terkejut karena mendadak tahu hal tersebut. Mungkinkah Michael percaya kekuatan itu, atau memang Michael juga pengguna kekuatan abu?

Ashley memilih tidak menjawab. Michael bisa menebak dengan mudah, kemungkinan diberi tahu oleh Annie.

"Aku bisa menghirup abu dari tubuhmu. Tenang saja. Kita sama." Secara langsung, Michael membongkar identitas sendiri.

"Apa yang terjadi padamu?" Ashley memberanikan diri untuk bertanya. Jika memang sudah satu frekuensi, mudah untuk Ashley ajak bicara. Sesekali, Ashley memperhatikan sekitar, supaya tidak ada yang asal mendengar.

Wajah Michael langsung berubah menjadi serius dengan cepat. Tidak terlihat seperti Michael yang Ashley lihat tadi siang.

"Kecelakaan. Rumah kami mengalami korsleting listrik. Saat itu, aku dan Michelle terjebak di dalam kamar. Ayahku menyelamatkan kami berdua. Sayangnya, ibu kami juga terjebak."

Tanpa dilanjut, Ashley sudah mengerti bagian akhir dari cerita.

Meninggal ketika menyelematkan adalah bagian yang patut dihargai. Michael dan Michelle memiliki keberuntungan besar.

Tidak seperti Ashley. Dua orang tersayang pergi selamanya, dan adik kecil dibawa dan dipekerjakan dengan kasar. Iri mendadak muncul di hati Ashley.

"Michael, nenek memanggilmu." Suara halus dari wajah yang sama dengan Michael datang mendekat.

"Pasti membicarakan masalah tadi siang." Michael menggerutu, ketika pergi meninggalkan dua perempuan yang saling menatap.

Tempat Michael digantikan oleh Michelle. Michelle belum sempat berkenalan dan berbicara dengan anak baru. Perawakan Michelle seperti pustakawati, memakai rok selutut dan kacamata bulat. Rambut diikat dua, lalu disampirkan ke depan.

"Aku menghirup adanya dendam dan emosi dari tubuhmu. Pasti ada seseorang yang membuatmu seperti itu."

Ini ketiga kalinya Ashley terkejut. Sekarang Ashley tahu, anak kedua yang memiliki kekuatan abu. "Bagaimana kamu bisa melakukan itu? Aku tidak bisa menghirup kekuatan abu orang lain." Orang tua Ashley tidak menjelaskan secara lengkap.

Michelle adalah anak pendiam. Namun, jika ada yang mengajak bicara tentang pengetahuan, cerewet Michelle terlihat. "Aku baca dari buku yang pernah kubaca lama. Ada banyak cara mengetahui orang yang memiliki kekuatan abu, tetapi tidak semua pengguna memilikinya. Salah satu dengan menghirup."

"Kamu dan Michael sama-sama bisa menghirup kekuatan abu. Wajah kalian juga sama. Kalian kembar?" Selama menjalani hidup, Ashley belum pernah melihat orang kembar. Pastinya, karena sepuluh tahun di hutan bukanlah waktu yang sebentar.

Reaksi Ashley yang tidak pernah melihat orang kembar membuat Michelle terkekeh. "Ya. Karena kami kembar, maka kekuatan dan kemampuan kami sama. Apa kamu anak tunggal?"

Pertanyaan tersebut membuat Ashley kembali murung. Ashley sama sekali tidak tahu kabar Tony sampai saat ini. "Aku punya adik. Keluarga Rider mengambilnya dan memperlakukannya dengan kasar."

Usapan di punggung Ashley diberikan oleh Michelle. Ada rasa ingin membantu, tetapi Michelle tidak ingin memberatkan masalah Ashley. "Aku tidak kenal Keluarga Rider, tetapi apa yang akan kamu lakukan pada mereka?"

"Tentu saja membalas dendam kematian orang tua, dan menyelamatkan adikku." Ashley menjawab dengan cepat. "Aku sudah berjanji, dan janji harus ditepati, 'kan? Keluargaku satu-satunya yang kupunya hanyalah Tony."

Ashley sengaja memperlihatkan Michelle sedikit kekuatan abu yang keluar dari telapak tangan. Mengingatkan Ashley pada Tony yang pernah memegang tangan tersebut dengan wajah imut.

"Akan kubunuh mereka semua." Tangan yang Ashley lihat, dikepal dengan tatapan benci.

Michelle belum pernah melihat orang seperti Ashley, yang memiliki dendam besar. Memang Michella tidak tahu latar belakang Ashley, tetapi Michelle yakin, jika Ashley telah menderita lama.

"Perbuatan itu jahat. Akan tetapi, kalau kamu tetap akan memenuhi janji, aku tidak bisa melarang. Aku berharap, kamu bisa membawa adikmu kembali."

Malam pun tiba. Semua anak sudah memasuki kamar masing-masing. Beberapa dari mereka sudah tertidur, ada juga yang masih terjaga.

Ashley termasuk bagian yang masih terjaga. Apa yang terjadi pada Keluarga Collins pada empat tahun lalu selalu berputar di kepala, seakan menyuruh Ashley untuk tidak lupa pada tujuan. Tidak hanya insiden buruk saja, tetapi janji juga berputar.

Berbicara tentang janji, Ashley belum menjawab permintaan Annie tadi siang. Annie meminta kerja sama untuk membalaskan dendam sang putri, Marissa Zeth.

Baru pertama kali tinggal di rumah besar, Ashley sudah mulai terbiasa dengan denah rumah tersebut. Tidak sulit untuk mencari kamar Annie.

Namun, ada pintu yang terbuka sedikit. Cahaya dari kamar tersebut masih menyala. Di sana, Ashley melihat Annie sedang menggoreskan telapak tangan menggunakan pisau lipat hingga berdarah. Darah itu sengaja diteteskan pada cawan. Setelah dirasa cukup dengan darah yang diberikan, Annie menyatukan kedua tangan, mendoakan kematian Marissa.

Foto besar yang terpajang di belakang cawan besar sangatlah cantik. Ashley yakin, wanita di foto itu adalah anak Annie.

"Ashley? Apa yang kamu lakukan di sini? Tidak tidur?" Annie terlihat santai, setelah membiarkan Ashley memasuki kamar tersebut. Melihat Ashley yang masih menatap foto Marissa, Annie menjelaskan, "Marissa Zeth. Anakku yang kuceritakan padamu."

Sebelum bicara, Ashley melihat tangan Annie yang sedang dibalut perban. "Apa setiap malam, Nenek melakukan itu?" Ashley mengikuti anak-anak lain, memanggil Annie menjadi nenek.

"Hari ini adalah hari kelahirannya. Aku hanya melakukannya setiap malam di hari kelahirannya. Kenapa belum tidur?" Annie mengajak Ashley keluar dari kamar Marissa. Mengunci kamar tersebut, supaya anak-anak tidak asal masuk.

"Tentang kerja sama yang Nenek bicarakan tadi siang. Aku ... akan melakukannya."

Annie tidak menyangka dengan pilihan Ashley. Anak berumur sepuluh tahun, seharusnya bersekolah dan bermain bersama anak-anak lain. Annie memang meminta, tetapi mendengar pilihan Ashley adalah suatu hal mengejutkan.

Luka yang telah diperban, Ashley sentuh dengan perlahan. "Nenek benar, kita memiliki tujuan yang sama. Jadi, biarkan aku yang membalas rasa sakit Nenek. Mereka tidak akan bisa tidur tenang. Sudah cukup empat belas tahun untuk mereka hidup bahagia. Aku berjanji."

Walaupun tubuh masih anak-anak, cara berpikir Ashley sudah seperti orang dewasa. Annie suka dengan anak yang satu ini. "Terima kasih. Sekarang, tidurlah. Besok, aku akan menguji kekuatanmu."

Kembali pada pagi hari. Dua anak laki-laki sedang menggendong dua anak perempuan di pundak. Mereka mencoba menahan berat dari dua tubuh anak tersebut.

"Brandon, jangan banyak gerak!" Clara berbisik, tetapi dengan nada tinggi. "Nanti ketahuan nenek!"

"Berat tubuhmu semakin bertambah, ya, Michelle?" Michael bertanya, karena tidak kuat menahan tubuh sang kembaran.

Michelle dan Clara sedang asik melihat Ashley yang berlatih. Terdapat rumah kecil yang kosong dan tidak terpakai. Tempat itu biasanya dipakai untuk dijadikan panggung kesenangan anak-anak.

"Tunjukkan padaku, menghilangkan benda dengan menggunakan abumu." Annie berdiri di depan Ashley, dengan memegang satu bata.

Abu sudah keluar dari telapak tangan Ashley. Tidak memerlukan waktu lama, Ashley berhasil menghilangkan bata tersebut, lalu dimunculkan kembali di depan Annie.

"Bagus. Bagaimana cara berpindah tempat dengan menggunakan abumu?"

Ashley mengeluarkan abu dari lantai, dan sengaja membuat semua abu menutupi tubuh sendiri dari bawah ke atas. Layaknya sulap, Ashley sudah tidak berada di tempat.

"Ashley?" Annie mulai khawatir pada Ashley yang tidak kunjung balik.

Abu kembali muncul, dan Ashley sudah berdiri di depan Annie.

"Kamu pasti sudah banyak berlatih sendiri. Latihanmu hanya satu lagi, yaitu membunuh musuh. Berubah atau keluarkan abumu, lalu masuk melalui lubang di tubuh, seperti hidung, mulut, atau telinga. Setelah itu, buatlah busuk organ pernapasan mereka. Mengerti?" Ashley mengerti dengan cepat. "Kalau begitu, gunakan aku."

Kepala Ashley bergerak ke kanan dan kiri, tanda menolak. "Kenapa Nenek? Aku tidak mau."

"Ashley, kamu harus berani. Jadikan aku kelinci percobaanmu." Annie membujuk Ashley untuk tetap melakukan. Annie juga tidak ingin menggunakan orang lain untuk dijadikan kelinci percobaan.

Kematian Ashley diakibatkan Ashley yang berani menginjak rumah Keluarga Rider. Walaupun Ashley diperbolehkan menginjak di rumah Annie, tetapi Ashley tidak ingin hal buruk terjadi.

"Aku tidak mau! Aku tidak ingin kehilangan Nenek!" Ashley memilih kabur dari tempat latihan, tanpa melihat empat anak yang mengintip.

"Kakiku sakit ...." Brandon sudah tidak kuat menahan Clara, sehingga mereka berdua jatuh.

Annie yang baru keluar dari rumah kecil langsung menatap mereka berempat. "Siapa yang mengajari kalian mengintip?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status