Jason, seorang pria berusia 36 tahun, mantan mafia yang kini berprofesi sebagai kurir ekspedisi dan telah meninggalkan pekerjaan lamanya itu setelah dia menikahi Shani. Di saat hidupnya yang sederhana bersama Shani begitu damai, pada suatu hari Shani diculik oleh orang tak dikenal saat dia pulang kerja. Si Penculik meminta Jason agar dirinya membawakan sebuah koper yang terkubur di bawah lantai gudang tempat dirinya bekerja. Koper tersebut menyimpan sesuatu yang sangat berharga dan diburu oleh banyak orang. Siapa sebenarnya si Penculik? Kenapa dia menyuruh Jason melakukan itu? Siapakah pemilik dari koper tersebut?
Lihat lebih banyakJason Wijaya, usianya 36 tahun dan sudah menikah. Dalam kesehariannya ia bekerja sebagai kurir ekspedisi. Terkadang, pekerjaannya membuat dia merasa sangat bosan tapi tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat ini selain menekuni pekerjaannya tersebut. Ia memiliki seorang istri yang bekerja sebagai perawat dan usianya lebih muda darinya yaitu Shani.
Kini Jason baru saja selesai mengirimkan semua barang kepada pelanggan dan tiba di kantor jasa ekspedisinya untuk membuat laporan. Kantor ekspedisi itu berlokasi di sebuah gedung besar dan berada di lantai dasar, di sana terdapat beberapa perkantoran dari perusahaan lain dan gedung itu diresmikan sekitar 10 tahun yang lalu.
Untuk ukuran pria yang pekerjaannya sebagai kurir, postur tubuh Jason malah terlihat seperti tentara yang tinggi tegap. Dia bahkan sering disangka sebagai petugas sekuriti oleh orang lain dikarenakan perawakannya yang tinggi besar dan berotot. Saat Jason selesai membuat laporan dia bertemu dengan rekan kerjanya, Radit di depan gudang penyimpanan.
"Mau langsung pulang lu?" kata Radit saat mereka hendak absen pulang menggunakan pemindai sidik jari.
"Ya iyalah. Gue kan nggak kayak lu. Gue udah punya istri." jawab Jason seraya ikut memindai sidik jarinya.
"Wah, wah, ngeledek lu ya." kata Radit tertawa saat mereka mulai berjalan keluar. "Eh, lu udah tahu kalau tadi sibos marah-marah karena lantai gudang retak?"
"Lantai retak aja marah-marah, ya diperbaiki lah. Repot amat. Lagi pula tuh gudang lantainya ditindih barang-barang yang berat mulu."
Saat sampai di luar gedung, Jason dan Radit melihat dua sosok pria berpakaian serba hitam dan keduanya bertampang sangar. Yang satu tampak lebih tinggi dari yang satunya dan rambutnya gondrong, sedangkan yang tubuhnya lebih pendek rambutnya tidak ada alias botak. Jason yang menatap mereka keheranan mulai merasa curiga.
Si gondrong berbicara pada mereka. "Siapa di sini yang namanya Jason?"
Mendengar perkataan itu, malah Radit yang terkesiap. "Jas, lu nggak bayar hutang pinjol?"
Jason mengabaikan pertanyaan Radit dan menjawab pertanyaan sipria berambut gondrong, "Saya Jason. Ada apa?"
"Lu harus ikut kita karena lu punya hutang yang belum dibayar sama bos!" kata sigondrong dengan suara menggelegar.
"Tunggu sebentar. Anda pasti salah orang. Saya tidak pernah punya hutang apapun yang belum dibayar." jawab Jason dengan tenang dan yakin.
"Jangan bohong dan jangan ngeles!" timpal sibotak yang suaranya lebih kecil seperti suara kucing kejepit hingga membuat Radit berusaha menahan tawa.
"Siapa sebenarnya kalian?" Jason yang bingung bertanya dan dia menepuk bahu Radit untuk segera menyingkir karena khawatir akan membahayakannya. Radit pun berjalan meninggalkan Jason dengan ragu-ragu namun akhirnya dengan cepat menjauh.
"Nanti lu bakal tahu. Cepat ikut kami!"
"Jangan paksa saya berbuat keributan. Siapa kalian?" Nada suara Jason kali ini meninggi.
Si botak maju selangkah ke hadapan Jason dan hendak menyentuh bahu pria itu dengan maksud untuk menyeretnya tapi dengan sigap Jason menyambar lengan sibotak dan menariknya lalu perut sibotak dipukul dengan tangan kiri Jason sampai pria botak itu memuntahkan sesuatu. Dengan kakinya, Jason menginjak punggung sibotak hingga seluruh tubuhnya mendarat ke tanah.
Sesaat kemudian giliran sigondrong yang berusaha memukul Jason, namun gagal karena kalah cepat dan kali ini Jason menarik dan menjambak rambut sigondrong sampai rambutnya rontok dari kepalanya dan sigondrong kesakitan karena kulit kepalanya yang terasa seperti terkelupas.
"Siapa kalian? Jawab!" Jason meraung keras, kehilangan kesabaran dan merasa berang saat dua preman itu tidak menjawabnya. Kedua pria itu kemudian bangun, gemetar ketakutan karena Jason yang galak. Mereka lari tunggang langgang meninggalkan Jason sendirian di tempat. Gaya keduanya yang mulanya sangar kini malah terlihat konyol dan seperti anak kecil yang kehilangan permen di mata Jason.
Kejadian itu membuat sebagian orang berkerumun dan penasaran dengan apa yang terjadi. Sebagian orang ada yang berbisik-bisik kalau itu adalah debt collector, sebagiannya lagi terlihat terkagum-kagum dengan apa yang dilakukan oleh Jason.
***
Saat kembali pulang ke rumahnya, Jason memarkirkan motornya dan masuk ke dalam. Mendapati istrinya, Shani yang baru saja selesai memasak, dia pun mengembangkan senyum. Usianya dan sang istri memiliki perbedaan nyaris sepuluh tahun dan mereka sudah dua tahun menikah tapi belum dikaruniai anak. Pertemuannya bersama sang istri terjadi tiga tahun yang lalu
Shani adalah seorang wanita keturunan Tionghoa, usianya 27 tahun dan sudah tak punya orang tua lagi karena pada usia enam tahun Shani sudah kehilangan ibunya yang tewas dalam kerusuhan 1998. Sedangkan ayahnya meninggal lima tahun kemudian karena kecelakaan mobil. Shani yang terbiasa mandiri dari kecil dan tinggal bersama kakeknya, bertemu dengan Jason saat usianya 24 tahun. Shani jatuh hati pada Jason karena mempunyai banyak kesamaan. Tak punya orang tua sejak kecil dan bahkan Jason harus kehilangan kedua orang tuanya sejak balita dan terpaksa tinggal bersama sang paman.
Di meja makan, Jason dan Shani makan bersama di ruangan itu. "Tadi aku kedatangan dua orang aneh pas pulang kerja. Orang itu bilang aku harus bayar hutang. Padahal aku nggak pernah punya hutang sama siapapun."
Shani yang berkacamata itu mengerutkan kening dan menanggapi, "Mungkin salah sasaran?"
"Mana mungkin. Jelas-jelas yang mereka car adalah aku. Siapa lagi memang yang namanya Jason selain aku di kantor?"
"Apa mungkin itu teman-teman kamu dulu yang pernah dendam sama kamu?"
"Bisa jadi. Itu yang aku pikirkan saat ini. Tapi aku berusaha tidak masuk lagi ke dunia itu, Shan. Tahu sendiri kan aku keluar dari dunia itu ya karena aku pengen hidup tenang sama kamu."
Shani tersenyum, kemudian memberi saran pada sang suami, "Kalau gitu kamu harus cari tahu siapa sebenarnya mereka, biar tenang."
"Ya, dan kalau mereka berani menyentuh kamu, aku pastikan mereka nggak bakalan bisa melihat matahari lagi." ujar Jason sungguh-sungguh dengan tampang serius.
Shani nyaris tersedak ketika dia minum saat mendengar perkataan Jason. "Kamu juga harus mengendalikan diri, Mas. Jangan bawa-bawa sifat kamu yang dulu."
"Seorang suami akan melakukan apapun demi melindungi istrinya, itu sudah kewajiban." kata Jason sambil mengangkat bahu.
Tiba-tiba ponsel Jason yang ditaruh di hadapannya berdering, terlihat di layar sebuah nama dan yang meneleponnya adalah Tommy. Ia pun mengangkatnya. "Iya, Tom. Ada apa?"
"Jas, sekarang lu bisa ke tempat gue nggak? Ada yang mesti dibicarakan. Ini penting." Nada suara Tommy terdengar serius.
"Ada apa emangnya, gue baru saja pulang ke rumah."
"Apa di jalan tadi lu ketemu sama orang yang mau nyerang lu? Ini ada hubungannya dengan itu."
Jason terkejut, sambil menatap Shani ia kemudian mengeraskan suara telepon di ponselnya. "Ya, gue tadi ketemu dua orang yang nyerang gue, kata mereka gue harus bayar hutang. Lu tahu mereka siapa?"
"Gue nggak bisa jawab lewat telepon, Jas. Ke sini lu sekarang, ke rumah gue. Sekarang juga."
"Jangan bilang lu mau ngajak gue bisnis itu lagi."
"Lu ke sini sekarang juga, itu yang paling penting!" kata Tommy tegas tidak mau dibantah.
"Oke. Oke, gue ke sana sekarang." Tanpa pilihan, Jason setuju datang.
Setelah panggilan ditutup, Jason menatap Shani lekat-lekat. "Sayang, aku harus pergi dulu. Sepertinya ini menyangkut masa lalu. Aku janji kembali secepatnya.
Shani bangkit berdiri. "Kalau begitu, aku ikut, Mas."
"Tidak, jangan. Kamu tetap di sini. Terlalu berbahaya kalau kamu ikut." Perintah Jason menolak permintaan sang istri. Dia mengenakan jaket berwarna hitamnya dan bergegas menuju pintu keluar.
Tommy adalah sahabat Jason sejak kecil. Sahabat ketika Jason masih berprofesi sebagai anggota gangster mafia paling ditakuti di ibu kota.
***
Jason mengetuk rumah Tommy yang bangunannya tampak besar. Di sini Tommy tinggal dengan para pelayannya. Dia disambut oleh asisten Tommy dan mengantarnya ke ruangan utama. Sudah cukup lama Jason tidak bertemu dengan Tommy dan sudah lama pula dia tidak masuk ke rumah ini. Rumah yang dulunya sering dijadikan markas pertemuan anggota gangster Valos ketika dia masih aktif sebagai salah satu anggota yang paling disegani.
Jason berjalan menuju ruangan utama itu yang agak sedikit gelap dan dia melihat Tommy yang berbicara dengan seseorang. Seorang pria berbadan gempal dan usianya sekitar 50 tahunan, mengenakan kemeja hitam. Jason mengenal baik pria berbadan gempal itu. Pria itu tak lain adalah mantan bosnya dulu, pemimpin Valos yang bernama Coki.
Jason terlihat kaget kembali bertemu dengan Coki, mengingat mereka bertemu terakhir kalinya sejak 5 tahun yang lalu ketika dia memutuskan berhenti dari dunia mafia.
"Selamat datang kembali, Jason. Sang jagoan!" Sambut Coki seraya berdiri.
"Pak Coki, anda di sini?" tanya Jason terheran-heran.
Coki melangkah ke arah Jason dan mengajaknya bersalaman. "Lama tak jumpa, anak kesayanganku." katanya sambil tertawa.
Jason melirik ke arah Tommy dan Tommy memberikan isyarat pada Jason untuk duduk di kursi dan sebuah meja panjang ada di tengah-tengah mereka. Ruangan itu biasa dia gunakan jika sedang melakukan rapat penting.
"Pasti lu kaget ngelihat gue ada di sini." ucap Coki memulai percakapan sambil menghisap rokok besarnya.
"Sejujurnya saya merasa bingung, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Tentang kedua orang yang menyerang lu." kata Tommy. "Kami sudah tahu siapa mereka."
Jason yang masih dalam kebingungan terus bertanya, "Dari mana kalian tahu gue diserang?"
"Jangan ragukan cara mafia bekerja, Jas. Lu kayak belum pernah jadi anggota saja. Ada orang kita yang melapor kalau ada kelompok yang menyerang lu. Makanya itu gue panggil lu ke sini." Tommy memberikan penjelasan dengan sabar.
"Siapa mereka?" Jason yang sudah sangat penasaran mengajukan pertanyaan berulang.
"Orangnya Satia Utama." jawab Coki mengambil inisiatif untuk memberitahu. "Orang yang pernah menyewa jasa kita buat mengantarnya jadi anggota parlemen dulu. Sekarang dia sudah terpilih untuk periode kedua. Ya, orang serakah itu mau mengincar lu."
"Salah saya apa?"
"Menurut informan kita," kata Coki. "dia mau menyewa jasa lu lagi."
"Apa?" Jason semakin bingung. "Menyewa jasa apa? Kenapa nggak ngomong baik-baik saja dan sayya pasti bakalan menolak karena saya udah berhenti."
"Justru itu." Potong Coki. "Karena lu udah berhenti, dia sepertinya tahu lu nggak bakalan nolak dan terpaksa menggunakan cara kekerasan."
"Sebegitu pentingnya keberadaan saya, sampai dia harus menyewa jasa saya? Orang itu mau saya berbuat apa? Bunuh orang?"
Coki menghela napas tak berdaya dan berkata, "Itulah yang jadi pertanyaan. Kenapa dia mengincar lu. Pasti ada alasan kuat dan itu juga yang kita cari tahu sekarang. Sepertinya mereka nggak akan menyerah begitu saja dan akan terus mengusik lu."
"Itulah sebabnya lu butuh bantuan kita." Tommy ikut menimpali. "Kita bakal melindungi lu dan Shani, kita bakal mengirim orang di rumah lu buat jaga-jaga."
"Ini tidak gratis?" tanya Jason dengan curiga.
"Jason." kata Coki. "Lu sudah banyak berjasa waktu lu masih aktif dan kontribusi lu sangat besar pada keluarga kita. Balas budi seperti ini tak ada artinya sama sekali. Coba lu hitung berapa kali lu sudah menyelamatkan nyawa gue?
Jason menghela napas panjang. “Saya berterima kasih, tapi saya masih bingung kenapa Satia Utama mengincar saya."
"Oke gue bakal cerita sedikit." Coki kemudian menjelaskan, " Satia Utama adalah politikus kotor yang sok jadi oposisi tapi menghalalkan segala cara. Beberapa tahun yang lalu dia menyewa kita buat melanggengkannya ke Senayan dan berhasil. Di periode kedua dia juga kembali berhasil tanpa bantuan kita. Tapi, 10 tahun yang lalu Satia Utama kehilangan sebuah benda kesayangannya dan benda kesayangannya itu adalah benda yang sangat diburu oleh para politikus lainnya. Sebuah benda yang katanya bakal mengubah negara ini. Sebuah koper."
"Maaf, apa hubungannya dengan masalah sekarang?" tanya Jason menyela.
"Ini hanya spekulasi." Jawab Coki. "Tapi ini ada kaitannya dengan itu, dengan koper sialan itu. Sebuah benda yang diincar oleh Satia Utama."
"Tapi saya tidak tahu apa-apa tentang itu?"
"Itu dia masalahnya, Jason. Satia Utama pernah membicarakan itu ke gue, tentang peristiwa 10 tahun yang lalu. Ketika koper itu hilang di perjalanan saat anak buahnya membawanya dan semua anak buah Satia tewas. Peristiwa tewasnya tiga orang di SPBU sempat membuat heboh pemberitaan nasional, lu ingat? Saat itu media memberitakan kalau yang terbunuh adalah korban perampokan dan polisi juga mengatakan demikian. Padahal bukan."
"Ya, saya masih ingat itu." Kata Jason. "Ternyata itu ada hubungannya dengan Satia."
Saat mereka berbicara tiba-tiba ponsel milik Coki berdering dan semua yang ada di ruangan itu tatapannya tertuju pada ponsel Coki yang ditaruh di meja. Coki mengangkat panggilan telepon itu.
"Ya." Kata Coki. Dia terdiam dengan seksama mendengarkan suara dalam telepon itu untuk beberapa detik. "Ternyata seperti itu? Oke. Kerja bagus. Hubungi lagi kalau ada informasi baru."
Raut muka Coki menjadi penuh gairah setelah menutup sambungan telepon itu. Dia melirik Jason dan Tommy secara bergantian. "Gue baru dapat info terbaru dari informan mata-mata orang kita. Ternyata Satia Utama sudah tahu di mana posisi koper itu. Pantas saja dia mengincar lu, Jason. Ternyata posisi koper itu terkubur tepat di bawah lantai kantor tempat lu bekerja. Dia tahu sulit untuk mengakses tempat lu dan ingin jalan pintas alih-alih membeli gedung itu. Dasar serakah."
Jason terkesiap. "Jadi, artinya?"
"Satia pengen lu bawa koper itu. Pekerjaan yang tak terlalu sulit, bukan?" Jelas Coki.
"Itu pekerjaan ringan sih." Tommy lagi-lagi menyahut.
Jason merasa masih ada kejanggalan di sini. Dirinya terlalu bingung "Artinya saya dipaksa buat melakukan itu?"
"Tepat. Kalau sudah seperti ini tidak jalan lain. Lu harus mau dan kembali sejenak ke dunia kita, toh ini pekerjaan mudah dan bukan membunuh." Kata Coki.
Dengan perasaan bingung, Jason berkata lagi, "Saya harus menghubungi Satia Utama kalau gitu. Tetapi apa isi koper itu sampai-sampai begitu pentingnya bagi dia?"
"Berlian? Emas?" Tebak Tommy. "Mana kita tahu. Dan apa itu penting?"
Setelah itu Coki memberikan nomor kontak Satia Utama untuk dihubungi. Dia terpaksa melakukannya agar tidak diganggu lagi karena akan membahayakan istrinya.
Flashback SelesaiJason membanting ponselnya ke dashboard dan sejenak ia berusaha untuk kembali berpikir jernih dia mencari sesuatu, mencari bantuan agar bisa sampai secepatnya ke tempat yang diinginkan oleh si penculik, walau sebenarnya Jason juga merasa dipermainkan oleh si penculik itu. Tak ada jalan lain lagi selain pergi ke bandara dan menyembunyikan koper itu, pikirnya. Maka Jason menyalakan mesin mobilnya, tapi ponselnya keburu berbunyi lagi. Mengira itu dari si penculik ternyata sebuah panggilan video dari Diandra. Jason melihat wajah Diandra yang memenuhi layar saat Jason akan menceritakan semuanya malah Diandra yang bicara duluan, "Jas, gue punya ide yang brilian. Di mana lu sekarang? Kita bisa berangkat dengan menggunakan jet pribadi?""Jet pribadi?" Jason heran. "Lu punya jet pribadi?""Sudah lah nanti penjelasannya, yang penting di mana posisi lu sekarang?""Dra, orang itu, penculik itu pasti sudah menyadap ponsel milik gue. Akan bahaya kalau l
Jason terbangun dari tidurnya, matanya masih terasa berat walau ini sudah jam sepuluh pagi, semalam adalah tugas yang cukup menguras tenaga, Jason lebih memilih untuk tidur lagi jika bisa. Tapi hari ini Coki mengundangnya ke markas bersama dengan Tommy. Penting sekali, itu kata-kata yang dia dengar dari Coki kemarin. Bangun dari tempat tidur, Jason membuka tirai kamarnya dan seberkas cahaya masuk membuat Jason menyipitkan mata. Jason tinggal di apartemen sederhana sendirian dan dia begitu asyik menikmatinya. Dia tak habis pikir kenapa Tommy memaksanya untuk punya pasangan, padahal Tommy sendiri sering berganti-ganti pasangan dan tak jelas arah hubungannya. Baru saja selesai mandi dan berpakaian pintu sudah ada yang mengetuk, tanpa disuruh buka Tommy membukanya sendiri dan nyelonong masuk. "Wah, gue telepon dari pagi kenapa nggak diangkat?""Kenapa harus pagi-pagi? Seperti anak rajin saja."Tommy tertawa ringan, dia menatap berkeliling ruangan apartemen Jason.
Flashback KembaliWisnu merasakan sesak yang aman sangat dalam hidupnya, baru saja ia membina keluarga yang dirasakannya begitu membahagiakan, kini dia harus membiasakan diri kalau wanita yang dicintainya sudah tidak ada. Wisnu harus menjelaskan pada anaknya, Dandi bagaimana ibunya pergi untuk selama-lamanya. Jiwa Wisnu semakin terguncang ketika melihat kesedihan Dandi yang begitu mendalam, ketika ia melihat Dandi menatap jenazah ibunya seakan meremukkan jiwanya berkeping-keping. Wisnu tak bisa berpikir apa-apa sampai-sampai ia mengira akan melakukan pembalasan. Polisi setiap hari mendatangi Wisnu untuk memintai keterangan supaya pelaku pembunuhan cepat tertangkap, tapi Wisnu juga tahu kalau itu hanyalah formalitas karena dalang pembunuhannya tidak akan bisa diungkap. Butuh waktu sebulan bagi Wisnu untuk bisa memulihkan mentalnya agar bisa kembali bekerja di perusahaan yang ia pimpin. Semua karyawan menunjukan simpati padanya. Dia baru saja meminta file rekaman CC
Tommy dengan kaki kiri yang pincang dan menggunakan penyangga bersusah payah berjalan di pelataran halaman rumah besar dan itu adalah markas Coki. Orang-orang yang berjaga di sana kira-kira ada belasan orang dan semuanya menatap Tommy dengan heran. Salah seorang dari mereka yang paling muda mendekatinya. "Bang, kaki lu kenapa?""Bukan urusan lu, di mana tuan bos?" Tommy terus berjalan menggunakan penyangga sambil tergopoh-gopoh."Ada di dalam.""Sudah sana minggir, gue nggak kenapa-kenapa." Tommy melangkah sampai ke hadapan Coki yang sendirian di balik meja dengan wajah yang serius. Sorot matanya begitu penuh curiga pada Tommy. "Bos, ini semua salah paham." kata Tommy, saya waktu itu teledor sampai informasinya bisa bocor. Bukan maksud saya untuk berkhianat, saya minta kebijaksanaan anda, bos. Pekerjakan saya kembali untuk mencari Jason.""Duduklah dulu." perintah Coki. "Sepertinya terluka parah. Siapa yang anak buah gue yang menembak lu?""Tidak penting." j
Flashback SelesaiWisnu duduk di depan meja di ruangan tempat Shani disekap. Dia sedang memakan nasi goreng buatannya sendiri dengan lahap, di meja tersebut makanan Shani belum juga dimakan. "Ayolah, kita makan bersama. Ini tidak diracun, kalau lu sakit gue yang akan disalahkan. Yakinlah suami lu tercinta bisa berhasil. Akan sama mudahnya ketika dia dulu menculik dan melepaskan istri gue sampai nyawanya hilang."Shani yang sudah sangat lapar mendekat dan meraih roti sandwich di sebelah piring berisi nasi, dia memakan roti isi tuna itu dengan lahap. "Nah, begitu. Makanlah selagi ada." kata Wisnu. "Sekarang lu jangan menyalahkan gue untuk keadaan sekarang. Salahkan diri lu sendiri karena mau menikah dengan orang yang dulunya bajingan. Sekarang lu sendiri yang menuai akibatnya kan?" Wisnu lalu meminum habis segelas air putih. "Kenapa lu begitu dendam?" kata Shani yang telah menelan sepotong roti sandwich itu. "Gue yakin istri lu tidak menginginkan semua ini, kala
Dua pria itu kabur begitu saja dengan motornya, melaju dengan cepat. Vera memegangi lehernya yang sudah dihinggapi peluru dan darah bersimbah ke mana-mana membasahi kemeja putihnya. "Veraaaa!" Wisnu menjerit sejadi-jadinya. Dia memegangi tangan istrinya yang sekarat, mata Vera perlahan tertutup dan suara rintihannya semakin menghilang, Wisnu memeluk istrinya itu dan menangis keras. Sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan. "Veraaa! tidak!"Warga sekitar yang mendengar suara itu lantas berhamburan dan mengerumuni mobilnya Wisnu. Tapi sudah terlambat, Vera sudah meregang nyawa di pelukan Wisnu. Sementara Wisnu berteriak luar biasa dan menangis. Para warga mencoba mendekatinya dan salah satu dari mereka menelepon rumah sakit untuk mendatangkan ambulan. ***Jason dan Tommy mendapatkan ucapan selamat dari Coki saat mereka duduk di ruang rapat dan hanya ada mereka bertiga Coki, Tommy, dan Jason. "Kalian memang luar biasa dan tak pernah gagal dalam menjalankan misi,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen