Share

01. Pertemuan

"Katanya, kalau jodoh nggak ke mana."

๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ

PAGI-PAGI sekali, Dira sudah membawa beberapa cup kopi ke setiap kubikel yang seruangan dengannya. Terutama, sebuah kopi susu dengan rasa amat manis khusus untuk Daraโ€”yang katanya, kembaran beda ayah dan ibu dengannya.

Dara jelas tahu diri untuk tidak menyamakan dirinya dengan Dira, karena fisik mereka jauh berbeda. Andara Prameswari hanyalah gadis yang tingginya menyamping dengan kulit kuning langsat, jarang merawat diri dengan baik hingga jerawat rajin absen setiap bulan. Mungkin, satu-satunya hal yang bisa ia banggakan dari fisiknya hanyalah dua buah menggantung di depan dadanya.

Beda dengan Dira, Andira Pratiwi, walau ukuran payudaranya tidaklah besar, tapi dia memiliki tinggi semampai, bertubuh langsing, dengan rambut lurus panjang sepunggung, senyuman maut, tak lupa kulit putih bersih tanpa jerawat yang selalu membuat Dara iri bukan main padanya.

Bak langit dan bumi, keduanya jauh berbeda. Hanya nama yang hampir mirip dan seluruh rekan kerjanya mulai memanggil mereka dengan sebutan "Rara's Twin" yang kadang terdengar menggelikan sekaligus membingungkan, karena tidak jelas siapa yang sedang dipanggil oleh mereka.

"Tumben beliin kopi pagi-pagi, abiis gajian, ya?" Dara bertanya sembari menyesap kopi susunya dengan perlahan.

"Ye, gajian gue, kan, bareng sama elo," protes Dira sembari mendelik ke arah Dara yang terkikik mendengar balasannya. "Gue lagi senang, katanya bos baru kita ini cowok ganteng yang belum nikah! Astaga, kerja bertahun-tahun baru kali ini gue punya atasan jomlo mana good looking juga katanya!"

"Oh!" Dara menanggapi dengan cuek bebek. Dia memalingkan wajah menatap layar komputernya yang baru menyala.

"Lo nggak tertarik, Ra?" tanya Dira sembari mengernyitkan dahi.

Dara menggeleng pelan. Dia tidak pernah tertarik pada pria. Entah sejak kapan hal itu terjadi, tapi memang benar dia tidak bisa menyukai lawan jenisnya dengan baik seperti para perempuan pada umumnya.

"Nggak mungkin dia tertarik, kalau dia bakal saingan keras sama lo, Ra," celetukan dari sebelah mereka membuat Dira melongok ke kubikel sebelah.

"Ra siapa?"

"Dira, ya ampun! Masa iya, si Dara? Dia kan nggak pernah kelihatan tertarik sama laki-laki selama ini, Ra!" Namanya Agus, sedang melirik Dara sambil melemparkan senyuman maut.

"Lo kayaknya masih sakit hati karena gue nggak bisa nerima cinta lo kemaren, ya, Gus?" tanya Dara sembari tersenyum manis.

Agus terkekeh. "Iya, dong. Masih kerasa nyeseknya, tapi gue kan orangnya pantang mundur. Jadi gue tungguin aja sampai lo luluh."

"Dasar bucin, lo!" Dira mengambil sebuah pena dari kubikel Dara dan melemparkannya ke arah Agus.

"Bukannya bucin, tapi emang kenyataannya gitu, kan?" tanyanya pada Dara yang hanya menanggapi dengan anggukkan kepala.

Alasan dia menolak Agus, selain karena memang tidak tertarik, dia hanya berharap menjadi teman laki-laki itu saja. Dara tidak mau menodai pertemanan mereka dengan kata cinta, karena bisa saja semuanya takkan kembali lagi seperti sedia kala.

Dan alasan lainnya kenapa Dara tidak pernah berani melirik laki-laki di seluruh kantornya adalah Dira. Semua pria rata-rata menyukai Dira, kepribadian Dira yang ramah, kebaikannya, serta kecantikannya yang paripurna, semua itu berbanding terbalik dengan Dara yang cuek bebek, jutek, dan terlalu menyebalkan.

Dara takut dibanding-bandingkan. Karena sampai kapan pun, dia tidak akan bisa menjadi seperti Dira.

Tidak ... mungkin.

Manager bagian personalia memasuki ruangan dan meminta mereka berkumpul menjadi satu saf. Dara berdiri di sebelah Agus, seperti letak kubikel mereka yang bersisihan. Dia tersenyum manis seperti biasa, sebelum melempar tatapannya ke seorang manusia yang berdiri di samping Pak Adnan, manager personalia yang cukup akrab dengan Dara.

Pria itu masih muda. Tubuhnya tinggi tegap. Walau tubuhnya dibalut kemeja dan jas, Dara bisa melihat dadanya yang membidang dengan sempurna. Mata hitam yang dinaungi alis tebal itu menghunjam tepat ke arah Dara yang hanya bisa memamerkan senyuman tipis andalannya.

Jika Dara benar, dia akan menjadi bos barunya mulai hari ini. Dan Dara tidak mau meninggalkan kesan buruk apa pun padanya. Jadilah ia hanya memamerkan senyum senatural mungkin.

"Ini Pak Galih, dia akan menjadi bos baru kalian mulai hari ini!" Pak Adnan menyampaikan, Dara tersenyum sopan.

"Nama saya Galih Aji Prasetya, panggil saja Galih tanpa embel-embel 'Pak' jika berada di luar kantor."

Dara hanya mengangguk-angguk polos sebelum dia mengernyitkan dahi menatap pria yang juga tengah menatap ke arahnya saat ini.

Tunggu ... cuma perasaan gue aja, apa dari tadi dia ngelihatin gue terus?

Dara yakin, dia tidak pernah mengenal nama itu sebelumnya. Namun, matanya terbelalak begitu ingatannya terlempar ke peristiwa sembilan tahun silam.

Galih Aji Prasetya ....

Aji ... mantan kekasihnya.

Apa itu mungkin? Mereka sudah tidak berhubungan selama sembilan tahun. Lepas kontak. Dan Dara tidak pernah mendengar kabar apa pun tentangnya.

Walau katanya jodoh nggak akan ke mana, tapi apa iya bisa sekebetulan ini?

____

๐Ÿ’”๐Ÿ’”

Udah mantan, lempar aja ke selokan. __Aji said.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status