Share

Pintu Rahasia Museum

End Spray, Enofer, lalu idol yang mempromosikannya adalah Ellie E. O. A. E. Argo menggumamkan kata-kata tersebut beberapa kali, dengan kedua mata terus mengawasi langit yang semakin gelap. Ia mencoba membongkar setiap suku kata atau hurufnya, kemudian mencocokkannya dengan berbagai kosakata.

Tiba-tiba ia tersentak kaget kemudian bangun—menyadari sesuatu yang mengejutkan.

"E, O, A, E dan Enofer, kalau perkiraanku benar, itu bisa berarti 'end of an era,' yang artinya akhir zaman. Mungkinkah Edward Fuller yang telah merencanakan semua ini?" Ia menggelengkan kepalanya. Tidak, itu tidak mungkin, dia sudah mati setelah menciptakan Ellie, atau bisa jadi, dia telah dibunuh oleh seseorang dan Ellie diambil alih oleh orang tersebut untuk melancarkan rencananya, pikirnya.

Ada banyak spekulasi di dalam kepalanya saat ini. Wajahnya terlihat sangat serius. Ia terlarut dalam pikirannya yang hanya berisi keingintahuan yang besar. Namun, itu tidak berlangsung lama, karena hujan mulai turun dan tetesannya segera membasahi kepala pria berambut hitam ini.

Saat tersadar kembali, ia mendapati Cheryll tengah mengguncang tubuhnya. Memanggil-manggil namanya. Ia terlalu fokus pada lamunannya sendiri sehingga tidak menyadari panggilan gadis berbaju kelabu itu.

Mereka segera berlari memasuki museum.

Di sana, tampak semua penghuni kamp yang tersisa telah berkumpul. Satu hari sudah berlalu tetapi para penyintas lain belum kembali. Tidak ada yang tidak mau mencari mereka, terutama Nadira yang sangat ingin mencari ayah dan ibunya. Namun, sangat berbahaya untuk berpencar-pencar lagi, sehingga ia dilarang pergi. Meskipun sangat ingin mencari kedua orang tuanya, ia hanya bisa diam menunggu sampai beberapa hari. Jika mereka belum kembali juga, semua anggota kamp akan mencarinya bersama-sama tanpa berpencar, karena itu akan sangat berbahaya dengan adanya para penjarah di luar sana.

Semua orang terpaksa tinggal di bawah atap yang sama di dalam museum, karena pondok kayu yang sedang mereka buat masih jauh dari kata layak untuk dihuni. Hanya dengan tenaga tiga orang pria saja, termasuk Argo, tidak akan cukup untuk menyelesaikannya dalam waktu dekat.

Sebenarnya mereka bisa tinggal bersama-sama di dalam museum tetapi para perempuan ingin tinggal berpisah-pisah.

Ada delapan ruangan di dalam museum ini. Empat ruangan di lantai  dua, tiga ruang di lantai satu dan sebuah basemen. Masing-masing ruang menyimpan barang bersejarah yang berbeda.

Setelah mengganti pakaian secara bergiliran di toilet karena kebasahan, Argo dan Cheryll kembali ke tengah-tengah museum—ruangan paling besar tempat semua orang berkumpul.

Sisa-sisa arang dan abu dari rak yang terbakar telah dibersihkan, serta lubang besar di dinding museum ditambal dengan menggunakan sisa-sisa kayu rak yang masih utuh.

Tampak Mia sedang mengobati seorang anak laki-laki berwajah kebiruan. Mulut anak itu sedikit berbusa dan megap-megap, seolah sang malaikat maut tengah berada di sana, hendak mencabut nyawanya.

Anak dari perempuan gemuk bernama Nanda itu sudah sekarat, tetapi sebagai seorang dokter, Mia tidak menyerah. Ia merawatnya tanpa merasa panik atau tertekan sama sekali. Begitu tenang.

"A-apa Daniel akan selamat?" tanya Nanda dengan ekspresi antara gugup dan sedih.

"Tenang saja!" jawab Mia dengan tenang. Ia memasukkan serbuk berwarna hitam ke dalam mulut anak itu. "Berkat kebakaran kemarin, aku bisa membuat obat penawarnya dengan mudah. Daniel akan segera sembuh."

Ia memberikan senyuman terbaiknya yang sangat imut.

"Terima kasih, Mia," ucap Nanda dengan bibir bergetar. "Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, jika aku sampai kehilangan anakku setelah suamiku."

"Tidak perlu berterima kasih! Itu sudah menjadi tugasku sebagai dokter. Yang lebih penting, kau harus terus mengawasi Daniel, agar tidak sembarangan memakan sesuatu."

"Baiklah."

Obat yang dibuat oleh Mia adalah karbon aktif atau arang aktif. Karbon aktif merupakan penawar racun yang cukup ampuh. Dapat dibuat dengan cara kimia atau fisika. Ada banyak kayu yang bisa dijadikan bahan untuk membuat arang aktif, seperti tempurung kelapa, serbuk gergaji, batang jagung atau kayu mahoni, setelah melalui proses karbonisasi.

Mia menggunakan arang dari rak kayu untuk membuat karbon aktif. Arang kayu tersebut langsung diaktivasi dengan asam fosfat yang kemudian dipanaskan dengan suhu kurang lebih 600° Celcius selama dua jam, di dalam tungku api kuno di dekat tangga.

Tungku api itu sebenarnya hanya untuk pajangan saja. Tidak pernah digunakan, bahkan sejak pertama kali museum dibuka tetapi untungnya berfungsi.

Di luar, petir bergelegar saling bersusulan dengan kilatan cahaya putih yang menemani gemuruhnya angin dan air hujan. Hujan yang sangat deras, seolah sang bumantara tengah meluahkan semua rasa sedih di hatinya, menyaksikan perbuatan manusia yang telah membuat banyak kerusakan.

"Omong-omong di mana Nadira?" tanya Mia sembari jelalatan.

"Oh, tadi siang aku melihatnya masuk ke basemen dan belum keluar lagi sampai sekarang," jawab si tua Agatha yang sedari pagi berada di dalam museum. Membuat peralatan yang lebih aman daripada robot penjaga.

Benda yang dibuatnya kali ini adalah kaki dan tangan palsu yang terbuat dari sisa komponen pembuatan robot.

"Biarkan saja! Mungkin dia sedang ingin sendirian untuk menenangkan pikirannya," sahut laki-laki bertubuh kekar dengan singlet berwarna hitam yang memperlihatkan otot-otot perut dan lengannya yang bertonjolan.

"Tapi ini sudah terlalu lama, aku akan memeriksanya!" kata Mia seraya berdiri. Pergi menuju ruang bawah tanah.

Akan tetapi selang satu menit kemudian, ia telah kembali lagi dengan ekspresi putus asa. Mengagetkan semua orang. "Nadira tidak ada di basemen!"

"Apa? Mustahil!" sanggah Agatha tak percaya. "Aku sangat yakin, cucuku belum keluar dari basemen sedari siang."

"Apa kau yakin, dia tidak bersembunyi, Mia?" tanya Soni. Pria berkumis melintang yang tengah merokok.

"Ya, aku sudah memeriksa semuanya," jawab Mia.

"Sebaiknya kita periksa lagi!" usul Argo yang segera disetujui oleh semua orang.

Mereka segera pergi ke basemen bersama-sama, kecuali Agatha yang tak bisa berjalan dan Nanda yang harus menjaga anaknya.

Kebanyakan barang-barang di basemen sudah mulai lapuk dan berkarat. Tidak ada yang menarik. Besi-besi tua, buku-buku lama, lemari rusak, kursi reyot, serta masih banyak lagi barang yang sudah tak dapat digunakan. Ruangan ini akan lebih tepat jika disebut gudang bawah tanah.

"Kau benar, Mia!" kata Soni. "Kita sudah memeriksa semuanya, tapi tidak ada Dira di sini."

"Ja … jangan-jangan, Dira dibawa oleh hantu," celetuk seorang wanita berambut pendek dengan wajah ketakutan.

Sontak beberapa orang langsung menelan ludahnya sendiri.

"I-itu mungkin saja! Aku pernah mendengar jika museum dulunya adalah pemakaman umum," sahut perempuan lain membenarkannya.

Akan tetapi ada juga yang menyangkalnya. "Jangan konyol! Hantu itu tidak ada! Ini sudah tahun dua ribu tujuh puluh sembilan dan kalian masih percaya dengan hantu?"

Sementara itu, Argo telah mengenakan kacamata lensa satunya untuk melihat jejak kaki. Dengan kacamatanya bekas telapak kaki atau sidik jari akan terlihat dengan jelas, meninggalkan cahaya berwarna hijau. Biarpun ada banyak telapak kaki di sana karena semua orang ikut mencari Nadira, tetapi ada satu jejak yang berbeda. Tapak kaki tersebut memiliki ukuran yang sedikit berbeda antara kanan dan kirinya. Itu pasti milik perempuan yang sedang dicarinya.

Jejak tersebut menghilang di depan dinding. Aneh. Argo segera menyapukan kedua matanya ke dinding tersebut dengan teliti, dan melihat tanda sidik jari pada bagian tembok yang memiliki warna berbeda.

Penasaran, Argo segera menekan bagian dinding tersebut.

Tiba-tiba dinding bergetar dan sebuah pintu rahasia terbuka lebar, dengan lorong yang memanjang. Bagian ujungnya tak terlihat karena diselimuti oleh pekatnya warna hitam kegelapan.

Sontak semua orang yang ada di ruangan tersebut terkejut dan langsung menghampiri Argo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status