Share

Side Story: Ledakan Cincin Api

Hai, hai, selamat pagi-siang-sore-malam semuanya. Perkenalkan namaku Kazuko. Aku adalah partner sekaligus pelayan kesayangan tuan Kaz.

"Tidak, kau cuma moe pungutan aja, aku kasihan kau hidup sendirian di dalam kardus di gang kotor, jadi aku memungutmu."

Duh, ya ampun, Tuan selalu saja begitu (⁰͡ ε ⁰͡ )╬

"Sudahlah! Jangan banyak basa-basi! Katakan saja tujuan kita! Kasihan tuh pembaca sudah menunggu!"

Baiklah, baiklah ( ͡°з ͡°)

Oke, pertama-tama, aku mewakili Tuan Kaz ingin mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya karena sudah lebih dari dua minggu ini Death Plague tidak update, karena sedang dirombak dulu. Silakan dibaca lagi dari bab 1 ya, karena banyak yang diubah. Sekali lagi mohon maaf.

Sebagai permintaan maaf, kami akan memberikan satu bab bonus gratis. Bab ini mungkin tidak terlalu berhubungan dengan cerita utama, tapi masih ada sedikit benang merahnya. Ya, bisa dibilang ini hanya kilas balik.

Sudah ya, Kazuko undur diri~~~

Selamat membaca (◠ ‿◕)✧

Catatan penulis= Maafkan juga atas kegajean partnerku yang satu ini ya :D

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pada suatu pagi di pertengahan bulan Agustus tahun 2045 dengan kehangatan sinar matahari menggantung di udara, burung-burung berkicau merdu di atas pepohonan dan kupu-kupu terbang berputar-putar di sekitar bunga yang menebarkan semerbaknya aroma harum. Suasana yang damai dan tenang. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama saat tiba-tiba bumi berguncang hebat selama beberapa menit lamanya. Memporak-porandakan segala tempat. 

Orang-orang segera berlarian keluar dari rumahnya. Karena panik, ada orang yang membawa sendok dan piring sarapannya, ada yang berlari sambil menyikat gigi, ada yang keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian pun dan baru sadar setelah berada di luar, serta ada pula yang berlari sambil berteriak-teriak memanggil anak atau keluarganya.

Mereka semua berkumpul di tempat yang jauh dari bangunan tinggi atau pohon. Menyaksikan genting-genting yang berjatuhan, serta beberapa bangunan yang roboh karena tertimpa pohon atau tiang listrik atau runtuh dengan sendirinya karena pondasinya yang lemah. Bahkan ada rumah yang terbakar, akibat kabel yang putus atau korsleting.

Jalanan pun mulai retak.

"Inka! Di mana Inka?" tanya wanita hamil itu panik.

Wanita berdaster merah muda itu bertanya-tanya kepada setiap orang yang berada di sekitarnya. Namun, mereka selalu bergeleng atau menjawab, "Tidak tahu!"

Sampai seorang perempuan yang lebih muda darinya berkata, "Inka … Inka mungkin masih tidur di kamar."

Perempuan berbaju biru tersebut bernama Nike. Ia adalah adik dari wanita hamil bernama Poppy yang sedang mencari anaknya itu.

"Apa? Kenapa kau tidak membangunkannya?"

Nike menundukkan kepalanya.

"Maaf, aku terlalu panik untuk menyelamatkan diri, jadinya …."

Poppy tidak ingin mendengarkan alasan apa pun yang diberikan oleh adiknya. Ia segera berlari ke rumahnya yang telah terbakar itu, hendak menyelamatkan Inka. Tidak ada seorangpun ibu yang mau anaknya celaka. Akan tetapi, ia segera ditahan oleh tetangga-tetangganya.

"Lepaskan! Lepaskan aku! Aku harus menyelamatkan Inka!" 

Ia mengamuk dan berusaha memberontak sekuat tenaga. Namun, apalah daya, ia hanyalah seorang wanita yang sedang hamil. Sedangkan orang-orang yang menahannya lebih dari tiga orang.

"Tenanglah, Poppy!"

"Aku tidak akan tenang sampai anakku selamat! Lepaskan aku!"

"Kami mengerti! Tapi itu terlalu berbahaya!"

"A-aku mohon! Lepaskan aku!" Poppy menangis tersedu-sedu, perlahan jatuh terkulai. "Biarkan aku menyelamatkan Inka."

Akan tetapi tidak ada yang menghiraukan tangisannya. Semua orang yang menahannya hanya menunduk, turut berduka. Tidak ada cara yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan Inka yang berada di dalam kobaran api. Memanggil pemadam kebakaran pun percuma saja.

Beberapa menit kemudian, bumi pun berhenti bergetar tetapi tidak dengan deraian air mata Poppy yang baru saja kehilangan putrinya. Orang-orang sudah melepaskannya, tetapi beberapa dari mereka masih berkumpul di sana. Berusaha menenangkan wanita ini, meskipun sepertinya usaha mereka sia-sia saja.

Jeritan dan tangisannya semakin menjadi-jadi.

Tak berselang lama, seorang pria separuh berjas hitam berlari tergesa-gesa menghampiri Poppy. Pria ini adalah suaminya, Darmansyah.

"Syukurlah kamu baik-baik saja, Sayang," ujarnya dengan napas tersengal-sengal.

"Tapi Inka … Inka sudah …." Ucapannya terpotong oleh isakkan tangis.

Darmansyah tersentak kaget. Meskipun perkataan istrinya belum selesai, tetapi tiba-tiba ulu hatinya serasa habis ditembak oleh ribuan sengatan kalajengking. Sakit sekali. Air matanya pun ikut meleleh, membasahi rambut Poppy yang tengah memeluknya dalam pilu.

Selama hampir satu jam lamanya mereka berpelukan. Saling berlinangan air mata. Orang-orang yang tadi berusaha menenangkan Poppy kini sudah pergi, menghampiri puing-puing rumahnya. Mencari barang-barang berharga yang mungkin masih selamat.

 Darmansyah melepaskan pelukannya dan berusaha mengatakan sesuatu dengan bibir bergetar.

"Sayang, ikutlah denganku! Kita harus segera pergi dari pulau Jawa!"

"Kenapa?" tanya Poppy seraya menghapus air matanya. Namun, tetap saja keluar lagi.

"Pulau ini akan segera tenggelam! Kita harus menyelamatkan diri sebelum beritanya tersebar dan orang-orang menjadi panik."

Poppy tampak tidak terlalu kaget mendengarnya, mungkin karena masih merasa kehilangan. Ia mengangguk tanpa banyak protes, menyetujui usul suaminya.

"Nike, ayo pergi!" ajak Darmansyah seraya melirik adik iparnya yang masih berdiri tertunduk di sana.

"Ke mana?"

"Ke bandara, mulai hari ini kita akan pindah ke Kalimantan!"

"Tapi bagaimana dengan …."

Darmansyah segera memotongnya dengan nada tegas. "Sudahlah! Kita harus segera pergi!"

"Ba-baiklah, Kak!"

Mereka segera bergegas menuju bandara dengan menaiki mobil dinas Darmansyah. Di sana pun tampak porak-poranda karena gempa, tetapi untungnya pesawat-pesawat itu tidak tergores sedikit pun.

Darmansyah telah memesan salah satu pesawat untuk keluarganya. Pilotnya sudah ada di sana, menunggu kedatangannya.

Sesaat ketika Darmansyah, Nike, dan Poppy memasuki kabin pesawat, mendadak bumi kembali bergetar. Sepertinya itu gempa susulan.

"Baiklah, sekarang aku harus segera kembali, menjalankan tugasku," kata Darmansyah seraya hendak keluar dari pesawat.

"Tunggu, Sayang! Kau mau ke mana? Apa kau tidak ikut dengan kami?"

Darmansyah menoleh kemudian tersenyum manis ala sang pramugari.

"Maaf, aku akan menyusul kalian nanti, setelah aku menyelamatkan semua nyawa yang tinggal di pulau ini."

"Apa? Tunggu! Kau tidak boleh pergi! Aku tidak mau kehilangan orang yang kusayangi lagi!" Poppy hendak menghalangi suaminya pergi. Namun, terlambat.

Darmansyah telah turun dan pilot sudah menutup pintu pesawat.

Beberapa detik yang memilukan kemudian, pesawat pun mulai melaju meninggalkan bandara.

Poppy kembali ke tempat duduknya dan melihat ke luar jendela. Menatap suaminya yang berdiri di atas lapangan beraspal yang retak itu sambil melambaikan tangannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menangis.

Hari ini sudah begitu banyak air mata yang telah keluar dari matanya.

Seperti yang ditakutkan oleh Darmansyah, kepanikan segera menyebar sewaktu berita akan terjadinya bencana besar tersebar.

Keributan dan pertengkaran terjadi di mana-mana. Menjadikan proses evakuasi menjadi sangat sulit.

Penanganan yang diberikan oleh pemerintah sangat lambat, karena tidak ada yang memperkirakan akan terjadinya bencana ini, bahkan para ahli termasuk Darmansyah. Meskipun teknologi pendeteksi gerakan lempeng bumi sudah semakin maju tetapi tidak banyak membantu, karena pergerakannya terjadi tiba-tiba saja.

Untuk saat ini sudah seratus orang berhasil dievakuasi dengan pesawat dan lima juta orang yang dievakuasi dengan kapal laut. Namun, nasib naas menimpa orang-orang yang dievakuasi melalui kapal laut, saat tiba-tiba sebuah gelombang tsunami setinggi seribu meter melanda pulau Jawa dan Sumatera, bertepatan dengan ledakan gunung api yang berlangsung dalam waktu serentak. Kabut hitam segera menutupi langit yang seakan ikut bersedih.

Tangisan Poppy semakin menjadi-jadi sewaktu menyaksikan kejadian itu dari jendela pesawat. Ia segera mengambil ponselnya, hendak menelepon Darmansyah. Namun, tidak ada jawaban.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil tersambung. Akan tetapi, suaranya tidak jelas. Hati Poppy sedikit tenang.

"Syukurlah tersambung. Sayang, kau mendengarku?"

"Ya … ak, men … ngarmu. Maaf … ak …." jawab Darmansyah terpotong-potong oleh suara gemeresak. Diakhiri dengan bunyi tut.

Tiba-tiba Poppy merasakan perutnya yang buncit karena sedang mengandung itu sangat sakit. Sepertinya ia akan segera melahirkan.

"Ka-kakak! Kau baik-baik saja?" tanya Nike panik.

"Perutku, perutku sakit sekali! Mungkin aku akan segera melahirkan."

Nike semakin panik mendengarnya. "A-apa? Apa yang harus kulakukan? Di sini tidak ada dokter."

Seorang pramugari berwajah cantik kemudian menghampiri mereka. Ia mengatakan jika dirinya pernah belajar menjadi seorang perawat dan membaca buku tentang proses melahirkan bayi, mungkin bisa sedikit membantu.

Nike membantu pramugari itu, mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan menyiapkan air hangat.

Setelah proses persalinan yang melelahkan dan mendebarkan bagi pemula seperti sang pramugari dan Nike berakhir, terdengarlah suara tangisan bayi yang membuat hati terasa tentram.

"Bayinya laki-laki," kata pramugari seraya tersenyum manis. Ia memperlihatkan bayi itu kepada ibunya yang terlihat sangat kelelahan. "Siapa nama yang akan Nyonya berikan untuk bayinya?"

"Argo, Argo Explosion. Aku akan memberimu nama Argo Explosion, karena kau terlahir saat gunung-gunung meledak."

Argo berarti gunung dan explosion adalah bahasa Inggris dari ledakan.

Setelah letusan gunung berapi yang berlangsung serentak itu berakhir, langit selalu ditutupi oleh awan-awan hitam selama berbulan-bulan.

Darmansyah dinyatakan gugur saat bertugas dan dikenang sebagai pahlawan. Sementara orang-orang yang berhasil selamat pun diberikan tempat tinggal oleh pemerintah, karena tidak mungkin bagi mereka untuk kembali lagi ke tempat tinggal lamanya. Pulau Jawa serta pulau-pulau yang berada dalam Lingkaran Api Pasifik telah tenggelam. Lenyap seperti kota Atlantis yang legendaris yang akan selalu dikenang sepanjang zaman masih berputar.

Pemindahan ibukota negara dilangsungkan secara mendadak.

Beberapa tahun setelah kejadian yang menggemparkan seluruh dunia itu, Poppy membuka pintu hatinya lagi pada seorang pria bernama Suhaimi dan dianugerahi seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Meina.

Sedangkan Nike, tidak pernah terdengar lagi kabarnya setelah menikah dengan seorang artis bernama Arya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status