Share

Petunjuk Pertama

Di halaman belakang museum itu terdapat taman bermain anak-anak. Ada banyak sekali permainan di sana. Mulai dari ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, sampai komidi putar pun ada. Tampak masih ada kerangka anak kecil yang belum disingkirkan dari sana.

Argo duduk di atas bangku taman sambil menatap ke arah perempuan yang berjalan menghampirinya dengan membawa nampan berisi dua gelas teh hijau. Tersenyum manis.

Perempuan berambut kuning jagung yang tak lain dari Mia itu duduk di samping Argo. Hanya dipisahkan oleh nampan. Sejenak keduanya terdiam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Memperhatikan Cheryll yang tengah push-up di depan permainan komidi putar, peluh membasahi keningnya. Mulutnya komat-kamit berhitung, "dua puluh lima, dua puluh enam, dua puluh tujuh …."

"Dia benar-benar anak yang sangat bersemangat, ya," mulai Mia.

"Ya, dan dia juga sangat keras kepala, dia ngotot sekali ingin diajari menggunakan pistol."

Mia tersenyum siput. "Jadi kau menyuruhnya melakukan push-up agar dia berhenti memaksa?"

"Dia perlu melatih tubuhnya dulu sebelum memakai pistol."

"Tunggu, jangan bilang, kau benar-benar ingin mengajarinya menggunakan pistol?" Mia tersentak kaget.

"Ya, memang, aku tidak pernah mengingkari janjiku, aku hanya perlu memperbaiki niatnya saja, dan lagipula perempuan harus bisa menjaga diri juga, kan, Dokter?" Argo menatap perempuan disampingnya dengan bibir tersenyum tipis. Senyuman yang sangat pelit.

Perempuan bermata kebiruan itu mendesah kemudian tersenyum sembari kembali memalingkan wajahnya, memandang Cheryll yang terkapar dengan napas tersengal-sengal. "Aku tidak akan menyangkalnya."

Argo mengambil salah satu gelas keramik itu kemudian meniupnya, sebelum diminum. Pikirannya mendadak terasa sangat tenang setelah menyesap teh beraroma khas tersebut, yang membawanya kembali bernostalgia ke tahun 2055. Saat ia masih kecil dan teknologi AI belum sepenuhnya sempurna. Rel untuk kereta Super Lightning pun baru dibangun di beberapa negara saja. 

Pembangunan rel kereta Super Lightning ke seluruh dunia sudah dimulai sejak awal 2030 dan selesai pada tahun 2072. Berkat kontribusi ratusan tenaga kerja dari setiap negara serta peralatan robot konstruksi otomatis, pembangunannya bisa diselesaikan dengan cepat. Jika tidak begitu, mungkin baru akan selesai abad 22 nanti.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Mia sembari menyesap tehnya sampai tinggal setengah.

"Aku ingin menanyakan tentang epidemi ini. Setelah aku menemukan catatan terakhir temanmu, aku berpikir untuk mencarimu ke rumahmu. Mungkin kau tahu sesuatu tentang epidemi ini, tapi aku hanya menemukan ini di rumahmu," tutur Argo seraya mengeluarkan sebuah liontin.

Mia tampak terkejut. Ia langsung merebut liontin tersebut. "Ini adalah barang berhargaku, terima kasih sudah membawakannya."

"Langsung saja, katakan apa yang kau ketahui!"

"Baiklah, sebenarnya epidemi ini pernah terjadi di kampung halamanku empat tahun lalu, saat aku sedang mengunjungi makam keluargaku di kota Maxwell, tetapi pemerintah merahasiakannya dari publik. Semua berita yang berhubungan dengan wabah itu akan menghilang beberapa detik kemudian. Aku tidak tahu apa alasannya, yang jelas wabah itu tidak sampai menyebar ke wilayah lain dan langsung menghilang, setelah menjatuhkan banyak korban dalam waktu yang sangat cepat. 

"Wabah itu tidak menular, tetapi dapat menginfeksi siapa saja melalui udara. Gejala-gejalanya sama seperti wabah dua bulan lalu. Artinya, kedua wabah itu disebabkan oleh virus yang sama."

"Virus yang sama?" Argo mengerutkan keningnya.

"Benar, aku juga sudah melakukan penelitian terhadap parfum End Spray …."

"Jadi virusnya disebarkan melalui parfum itu?" potong Argo.

"Bisa jadi." Mia mengangguk. "Aku sedikit penasaran, saat mencium setiap pasien yang terinfeksi virus, memiliki aroma harum yang sama, jadi aku segera menyelidikinya, dan ternyata bau itu berasal dari parfum End Spray. Kepalaku sendiri langsung pusing saat menciumnya, tapi untungnya aku sudah kebal terhadap virus itu."

"Kalau begitu, epidemi itu benar-benar sudah diatur oleh seseorang. Mungkinkah pemilik perusahaan Enofer yang merencanakan semuanya?"

"Entahlah, tapi itulah kemungkinan terbesarnya. Dia sengaja menggunakan Ellie untuk melaksanakan rencananya, karena dia tahu, Ellie sangat disukai oleh banyak orang," ujar Mia seraya menempelkan jari telunjuknya di bawah bibir.

Arho menghela napas kemudian menengadah, menatap awan-awan seputih salju di atas langit yang biru.

"Masuk akal, tapi itu masihlah sebuah hipotesa, aku harus memastikannya ke pabrik tempat parfum itu dibuat, mungkin aku akan mengetahui sesuatu di sana. Masalahnya, aku tidak tahu di mana pabriknya berada," ujarnya.

"Korea Utara!" kata Mia seraya meminum tehnya. "Mungkin kau akan menemukan sesuatu di sana!"

"Oh, kau benar!" Argo segera memasang ekspresi seriusnya. "Aku rasa, aku harus pergi ke sana, karena petunjuk sekecil apa pun bisa menunjukkan kebenaran!"

Mia tiba-tiba mesem.

"Petunjuk sekecil apa pun bisa menunjukkan kebenarankah. Kata-katamu itu mengingatkanku pada detektif yang cukup terkenal lima tahun lalu, kalau tidak salah namanya …."

"Detektif Mata Kebenaran."

"Benar sekali! Rupanya kau tahu dia juga, ya? Meskipun wajahnya tidak pernah diperlihatkan, tapi dia lumayan keren. Sayang sekali dia dikabarkan mengundurkan diri, padahal aku juga salah satu penggemarnya. Aku harap dia juga selamat dari epidemi."

"Ya, dia selamat dan sedang berada di dekatmu," ucap Argo seraya tersenyum tipis.

"Eh, di mana?" Mia menatap ke kanan dan kiri. Mencari sang detektif yang disukainya tetapi tidak ada siapapun di sana, kecuali mereka bertiga.

"Di sampingmu!" tegas Argo.

"Eh, apa? Kau tidak bercanda, kan?" Mia menatap Argo dengan sorot mata tak percaya.

"Ya, detektif Mata Kebenaran itu adalah aku!" jawab Argo seraya mengeluarkan dan memakai kacamata lensa satunya. Lalu memperagakan gaya khasnya sambil mengucapkan motto, "Petunjuk sekecil apa pun bisa menunjukkan kebenaran!"

Mia memegang keningnya, masih tidak percaya. Lalu tiba-tiba sebuah tawa keluar dari mulutnya. "Hahaha, pantas saja suaramu terdengar familier. Jadi kau benar-benar detektif itu, ya, Argo? Senang sekali bisa bertemu denganmu! Omong-omong kenapa berhenti jadi detektif?"

"Ceritanya panjang!" jawab Argo seraya berdesah.

Tiba-tiba seorang wanita gemuk berlari menghampiri mereka dengan napas tersengal-sengal. Wajahnya diliputi oleh perasaan khawatir.

"Ada apa, Nanda?" tanya Mia.

"Anakku, dia memakan jamur beracun!" jawab wanita bernama Nanda itu seraya menarik lengan Mia. "Aku mohon! Cepat selamatkan dia!"

"Baiklah!" kata Mia seraya mengikuti Nanda. Sebelum menjauh, ia menoleh terlebih dahulu pada Argo. "Kita lanjutkan obrolan kita lain kali, ya!"

Argo tak menjawab. Ia memperhatikan kedua perempuan tersebut sampai mereka menghilang di balik tembok museum. Seperti biasa, ia selalu menghela napasnya. Lalu membaringkan tubuhnya di atas bangku yang lumayan panjang itu, menatap langit yang mulai mendung. Perlahan-lahan awan hitam mulai bergerak menyelimuti langit.

Sebentar lagi pasti akan turun hujan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status