All Chapters of Death Plague: Chapter 1 - Chapter 10
19 Chapters
Konser terbesar
Tahun 2076 teknologi dan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan cepat. Semua pekerjaan mengandalkan internet. Berhitung, berdagang, atau bersekolah. Tidak ada lagi pekerjaan yang terlalu susah atau menguras tenaga. Anak-anak tak perlu lagi berangkat ke sekolah, bahkan bangunan sekolah hampir tidak pernah ditemukan lagi, kecuali di daerah kumuh tempat orang-orang yang terbuang dari masyarakat tinggal. Sekolah kuno yang masih menggunakan buku fisik.     Kehidupan sosial masyarakat telah banyak berubah. Hidup mereka serba gelamor. Tentunya itu bagi sebagian orang, karena sisanya hanyalah pengangguran atau penjahat. Jika dihitung-hitung memang hampir tidak ada yang bekerja secara jujur.     Berkembangnya teknologi berarti semakin sempurnanya kecerdasan buatan. Para ilmuwan berhasil menciptakan AI tercanggih yang kemudian dimasukkan ke dalam program robot dan komputer. Kecerdasan yang bahkan bisa menyaingi otak manusia
Read more
Sosok Misterius
Di bawah langit kelabu dengan awan-awan hitam bergulung itu, suasana perkotaan tampak sepi membisu. Tak ada satu pun manusia yang berkeliaran di jalanan sunyi itu. Bangkai kendaraan yang telah ringsek karena saling bertabrakan ada di mana-mana, beberapa menabrak tiang rambu lalu lintas, beberapa lagi menabrak toko-toko dan sisanya masih utuh.   Seisi kota tampak kacau. Dipenuhi kerangka manusia yang bertebaran di segala tempat.    Apa yang sudah terjadi? Dan mengapa semua ini bisa terjadi? Tidak ada yang bisa menjawabnya, semua orang sudah mati.   Satu hal yang pasti, seminggu setelah konser terbesar Ellie berlangsung, orang-orang mulai mengalami gejala penyakit yang sama dalam waktu serentak.   Di antara gejala-gejalanya adalah mereka mengalami penurunan imun tubuh secara drastis. Terdapat ruam pada hidung dan tenggorokan mereka. Suhu tubuh sangat panas, melebihi lima puluh derajat celsius, yan
Read more
Catatan Terakhir Penyintas
"Hei, Argo," kata Cheryll dengan suara yang lebih tegas.   Argo yang sedari tadi melihat ke kiri dan kanan jalanan, segera melirik gadis berusia lima belas tahun itu. "Apa?"   "Tolong ajari aku menembak!" pinta Cheryll seraya menghentikan langkahnya. "Tadi itu kau sangat hebat. Caramu menembak dan menghindari peluru penjahat itu benar-benar keren."   Argo pun berhenti kemudian menghela napasnya.   "Kenapa kau ingin belajar menembak?" tanyanya.   "Aku …." Ekspresi Cheryll mendadak terlihat geram. "Aku ingin membunuh orang-orang kurang ajar itu, mereka … mereka selalu saja mabuk-mabukan dan menyakiti ibuku! Tak jarang ibuku menangis dibuatnya! Ibuku selalu menjawab 'ibu baik-baik saja' saat aku bertanya kenapa dia menangis.   "Tapi aku tahu, aku tahu semuanya, dia bekerja sebagai pelacur untuk menghidupiku, bahkan setelah banyak orang yang mati
Read more
Pencarian Petunjuk
Argo hanya menghela napas setelah membaca catatan itu. Lalu berkeliling ke seisi ruangan, berharap ada petunjuk lain. Namun, nihil, ia tidak menemukan apa pun.    Dokter bernama Mia itu mungkin tahu sesuatu, pikir Argo. Ia memutuskan untuk mencarinya. Akan tetapi harus mencari ke mana?   Tidak ada petunjuk ke mana Mia akan pergi.   Di dalam komputer itu mungkin tersimpan data profil para pegawai yang bekerja di rumah sakit ini. Sayangnya sudah tidak berfungsi lagi. Argo memukul komputer tersebut setelah beberapa kali mencoba menyalakannya, dan tanpa diduga-duga, komputer pun menyala.   Sebelum mencari biodata lengkap para pekerja di tempat ini, terlebih dahulu Argo membuka laman internet. Mungkin di sana ada petunjuk tentang epidemi ini.   Di dalam internet, ia menemukan banyak sekali video live streaming yang memperlihatkan kerusuhan saat orang-orang mat
Read more
Kamp Penyintas
"Apa yang terjadi di sini?"   Argo dan Cheryll terbelalak saat melihat kamp penyintas yang mereka datangi telah hancur porak poranda. Bangunan museum dan kemah-kemah sederhana di sekitarnya telah dilalap api. Tidak ada yang tersisa, kecuali puing-puing yang terbakar.   "Kebakarannya belum lama," gumam Argo setelah menganalisis tempat itu. Mungkin sekitar satu atau dua jam yang lalu, dan aku rasa tidak ada korban yang selamat, atau bisa jadi mereka telah melarikan diri, pikirnya.   Tiba-tiba terdengar suara seseorang batuk dari dalam museum, sewaktu mereka mendekati bangunan tersebut.   "Kau mendengarnya? Sepertinya barusan ada yang batuk dari dalam," ujar Cheryll seraya menatap pria berambut hitam pekat di sampingnya.   "Kelihatannya masih ada orang yang selamat di dalam museum. Aku akan menolongnya," ujar Argo seraya berlari ke arah lubang besar di dinding mu
Read more
Petunjuk Pertama
Di halaman belakang museum itu terdapat taman bermain anak-anak. Ada banyak sekali permainan di sana. Mulai dari ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, sampai komidi putar pun ada. Tampak masih ada kerangka anak kecil yang belum disingkirkan dari sana.   Argo duduk di atas bangku taman sambil menatap ke arah perempuan yang berjalan menghampirinya dengan membawa nampan berisi dua gelas teh hijau. Tersenyum manis.     Perempuan berambut kuning jagung yang tak lain dari Mia itu duduk di samping Argo. Hanya dipisahkan oleh nampan. Sejenak keduanya terdiam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Memperhatikan Cheryll yang tengah push-up di depan permainan komidi putar, peluh membasahi keningnya. Mulutnya komat-kamit berhitung, "dua puluh lima, dua puluh enam, dua puluh tujuh …."   "Dia benar-benar anak yang sangat bersemangat, ya," mulai Mia.     "Ya, dan dia juga sangat keras ke
Read more
Pintu Rahasia Museum
End Spray, Enofer, lalu idol yang mempromosikannya adalah Ellie E. O. A. E. Argo menggumamkan kata-kata tersebut beberapa kali, dengan kedua mata terus mengawasi langit yang semakin gelap. Ia mencoba membongkar setiap suku kata atau hurufnya, kemudian mencocokkannya dengan berbagai kosakata.   Tiba-tiba ia tersentak kaget kemudian bangun—menyadari sesuatu yang mengejutkan.   "E, O, A, E dan Enofer, kalau perkiraanku benar, itu bisa berarti 'end of an era,' yang artinya akhir zaman. Mungkinkah Edward Fuller yang telah merencanakan semua ini?" Ia menggelengkan kepalanya. Tidak, itu tidak mungkin, dia sudah mati setelah menciptakan Ellie, atau bisa jadi, dia telah dibunuh oleh seseorang dan Ellie diambil alih oleh orang tersebut untuk melancarkan rencananya, pikirnya.   Ada banyak spekulasi di dalam kepalanya saat ini. Wajahnya terlihat sangat serius. Ia terlarut dalam pikirannya yang hanya berisi keingintahuan
Read more
Menelusuri Lorong
"Apa? Ada pintu rahasia di sini?"   "Jadi, Dira pergi melalui lorong ini, huh? Syukurlah, dia bukan diculik oleh hantu."     "Sekarang semuanya menjadi masuk akal. Kerja bagus, Argo."     Semua orang berdiri di depan lorong yang gelap itu. Tak ada yang mengira ada pintu rahasia di basemen. Tentu saja, jika bukan karena Argo dengan kacamatanya, mereka tidak akan pernah tahu.     Sewaktu Argo memeriksa ke dalam lorong, tampak banyak sekali obor kayu yang ditempelkan pada dinding-dinding batu di sepanjang koridor. Entah menuju ke mana. Ada satu obor yang menghilang, mungkin telah diambil oleh Nadira untuk menerangi jalan. Sepertinya lorong rahasia ini sudah ada bahkan sebelum museum dibangun, terlihat dari lumut dan debu yang menyelimuti dindingnya.     Jejak kaki Nadira terlihat jelas di sana.   "Apa k
Read more
Serangan Tiba-tiba
Kesunyian yang mencekam menyelimuti bangunan museum itu kala malam semakin larut. Hujan telah reda dua jam yang lalu dan gemuruhnya suara guntur tak terdengar lagi.     Di dalam kamp atau museum itu, semua orang masih menunggu kelompok yang sedang mencari Nadira dengan harap-harap cemas. Terutama Agatha yang sangat mengkhawatirkan keselamatan nasib cucunya.     Tiba-tiba suara ketukan pintu memecahkan keheningan dan ketegangan yang memenuhi seisi ruangan. Sontak semua orang terperanjat kaget. Mereka segera membukakan pintu tanpa berpikir panjang. Mereka berpikir mungkin itu adalah Nadira beserta Mia, Rizal, Argo dan Cheryll.     Akan tetapi orang yang ada di depan pintu itu bukanlah Nadira atau pun regu pencarinya. Mereka adalah sepasang pria dan wanita separuh baya yang mengenakan jas hujan berwarna hitam.     "Delon! Wahna! Syukurlah kalian sudah
Read more
Amukan Robot
Cheryll memberikan kotak pertolongan pertama itu kepada Mia, tetapi pada saat yang sama tiba-tiba terdengar suara berdesing. Sebuah misil, tetapi ukurannya dua kali lebih kecil. Senjata menyerupai roket tersebut mengenai atap museum di sebelah kanan dan menghancurkannya.   "Kyaa!"     Para wanita yang berdiri tak jauh dari sana menjerit histeris. Mereka segera berlari menjauh—menghindari puing-puing atap yang berjatuhan.   Profesor Agatha yang berada di dalam museum pun terkejut. Ia ingin tahu apa yang sedang terjadi di luar, apalah daya kedua kakinya sudah tiada dan kaki palsu itu belum bisa digunakan. Penasaran, ia turun dari kursi goyangnya kemudian merangkak, menghampiri pintu.   "Misil?" kaget Argo. Pandangan matanya segera tertuju ke arah rudal itu berasal.   Samar-samar dari kejauhan di dekat kincir pembangkit listrik tenaga air, tampak sosok s
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status