Share

Bab 4 - Noda Merah

Bersamaan dengan ucapan itu, Lucas memulai gerakannya, membuat wajah Davina mengernyit akibat sakit yang terasa. Namun, seperti ucapan pria tersebut, semakin lama gerakan itu menghasilkan perasaan aneh yang membuat rasa sakit itu berhenti, digantikan kenikmatan yang membuat desahannya kembali.

“Ah … ah!”

Refleks, tangan Davina melingkar di leher Lucas, kuku-kuku jarinya dibenamkan di punggung pria itu tanpa sadar, menyebabkan luka yang membuat Lucas meringis. Akan tetapi, pria itu hanya terdiam, terlalu fokus pada kenikmatan yang tercipta atas persatuan mereka.

"Sebut namaku," titah Lucas di sisi telinga Davina.

Davina memandang sayu iris gelap yang menatapnya lekat dalam balutan napsu.

"Lu-Lucas," ucap Davina dengan terbata, tak lagi memiliki kesadaran penuh karena tenggelam dalam gairah panas pria di hadapan. “Lucas, Lucas, Lucas!”

Panggilan itu membuat senyuman di bibir Lucas menjadi semakin lebar, dan gerakannya pun menjadi semakin cepat. Pria itu mencium bibir Davina, kasar, dalam, dan panas.

Sampai akhirnya, erangan terdengar dari sisi Lucas, diikuti dengan tubuh Davina yang kembali mengejang.

***

Keesokan harinya, Davina bergelung dalam tidurnya, ia merintih pelan sebelum membuka mata dan mengedarkan pandangannya. Matanya melebar begitu melihat kondisi kamar yang terlihat tidak sama seperti kamar yang ada di rumahnya.

'Di mana aku?' Davina segera bangun dan duduk dengan wajah bingung.

Matanya terusik oleh sosok pria yang duduk santai menghadap balkon, menekuk fokusnya—menarikan jemari di atas layar tablet.

Seberkas cahaya yang masuk dari celah tirai membentuk pemandangan yang menggoda mata—pantulan siluet tubuh yang indah. Tubuh kekar itu mengaitkan kedua tungkainya dengan santai, menyesap kopi yang mengepulkan uap panas dari balik cangkir dengan satu tangan sedangkan yang lainnya tampak sibuk naik turun di atas layar tablet.

'Ah, ya. Ini kamar hotel,' batin Davina setelah berhasil mengumpulkan kesadaran dan memperhatikan dengan seksama seisi ruangan. Ia menarik naik selimut untuk menutupi tubuh polosnya yang terekspos. Pikirannya melayang pada apa yang terjadi tadi malam.

Dia sudah melakukannya … ‘kan?

"Kau sudah bangun?" Lucas bangkit dari kursinya dan berdiri di depan ranjang. Matanya menatap tajam wajah dengan pipi yang bersemu kemerahan. Wanita itu tampak takut untuk membalas tatapannya.

"A-apakah aku tertidur?" Davina bergerak canggung, terlalu malu untuk menanyakan apa yang terjadi tadi malam.

"Kau tidak ingat?" Lucas mengernyitkan keningnya.

Davina menggigit bibirnya.

'Ingat,' desahnya dalam hati, tapi tidak berani menyuarakan karena malu.

"Tidak ada yang terjadi." Lucas mengayunkan dagunya pada botol obat yang diletakkan di atas nakas. “Segera sarapan dan minum obatmu.”

Davina mengerutkan kening. ‘Tidak ada yang terjadi?’ Dia pun mengikuti arah pandang Lucas dan melirik nama yang tercetak di label botol. 'Pereda nyeri?'

'Apa yang terjadi? Jangan-jangan?' Davina mengangkat selimut dan mendapati cetak merah di sprei. 'Aku …. datang bulan?!' Kedua matanya membola dan wajahnya bersemu merah. Sekarang, dia ingat!

Saat dirinya baru saja mencapai pelepasan pertama dan Lucas ingin menyelesaikan malam pertama mereka, dia merasakan sakit yang luar biasa dan berakhir pingsan!

‘Jadi … jadi ketika kita melakukannya … itu … itu hanya mimpi!?’

Davina ingin sekali menggali lubang dan mengubur dirinya sekarang! Bukan hanya mengalami menstruasi di malam pertama mereka, dia malah memimpikan apa yang seharusnya terjadi selanjutnya!?

‘Astaga Davina! Apa kau sehaus itu!?‘

Usai menenangkan diri dari rasa malunya, pandangan Davina kembali pada sosok yang telah duduk di sofa dan kembali berkutat dengan layar tablet. Perasaan tidak enak berkecamuk dalam benak Davina. Namun, dia tahu ada satu hal yang harus diucapkan sekarang.

"Te-terima kasih," ucapnya dengan nada terbata.

Lucas mengangkat pandangannya, menatap lekat wajah yang tengah melihatnya dengan sorot canggung. “Untuk apa?”

“O-obatnya” Davina menunjuk obat yang berada di meja.

Mendengar hal itu, Lucas terdiam selagi memandang Davina dengan saksama untuk sesaat. "Kau tidak terlihat seperti yang dibicarakan orang-orang," ujarnya.

"Eh?" Davina tersentak kaget. 'Apa dia mengenal Eleana?’ Kening gadis itu berkerut.

Akan tetapi, Davina menggigit bibirnya sedikit.

‘Tidak, tidak mungkin. Kata Ayah, mereka tidak pernah bertemu. Lagi pula keduanya tinggal di kota yang berbeda,' pikir Davina cepat.

"Apa maksudmu?" cerca Davina. Ia bisa mendengar nada suaranya yang bergetar hingga sulit untuk menutupi raut gugup di wajahnya. "Aku tidak mengerti."

Hening untuk beberapa saat. Davina hanya menatap Lucas lurus, dan begitu pula sebaliknya.

Setelah beberapa waktu hanya saling bersitatap, Lucas mengulas senyum sinis di sudut bibirnya. Menambah kesan kejam di balik wajahnya.

"Apa kamu benar-benar Eleana Carter?"

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status