Devon melepas segala atributnya, mulai dari blazer panjang hingga pedang Nebula yang selalu terselip di pinggang setelah dia gunakan tadi. "Mara!" Seru Devon.
"Yang Mulia," jawab Mara, kecerdasan buatan yang berfungsi untuk membantu kenyamanan Devon di ruang istirahatnya.
"Dimana aku harus menyimpan benda berhargaku ini?" Devon mengangkat pedangnya.
Beberapa saat kemudian, sesuatu di bawah ranjang bergerak. Sebuah kotak besi muncul dari dalam lantai yang terbuka. Kotak besi yang mulanya kecil, kemudian bergerak memanjang sesuai ukuran pedang. Devon meletakkan pedangnya di situ dengan hati-hati. Kotak besi itu tertutup kembali dan bergerak masuk ke dalam lantai hingga lantai itu menutup sempurna.
"Hanya anda yang mampu membuka dan menutup kotak besi melalui deteksi gelombang suara anda, Yang Mulia," jelas Mara.
Devon menghembuskan napasnya lega, lalu berbaring di atas ranjang, bertelanjang dada. Sedari kecil, dia terbiasa tidur tanpa memakai ba
"Saya hanya tidak ingin generasi Greenwalds punah," isak Valishka. "Ayah berniat menghabisi Troy dan Virgo, karena telah gagal menjalankan misinya dalam menghilangkan nyawa anda," bebernya. "Virgo?" Ulang Devon. "Kakak tertua kami, pria berambut cepak yang memiliki tali Applegate di tangannya," jelas Valishka. "Lalu siapa nama saudaramu yang mati di dalam tank yang hancur itu?" Selidik Devon. "Dia, dia bukan saudara kami," Valishka menunduk, merapatkan peignoirnya yang terbuka di bagian dada. "Lalu, siapa dia?" Cecar Devon penuh rasa ingin tahu. Valishka mendongak. Pipinya terlihat basah oleh air mata. Bibirnya bergetar mengucapkan sesuatu dengan suara lirih. "Aku menunggu jawabanmu, Valishka!" Desak Devon tak sabar. "Di-dia hanyalah salah satu dari ratusan kloning ayah saya," jawab Valishka pada akhirnya. "Klon?" Devon yang masih bertelanjang dada, mendekati Valishka hingga gadis itu salah tingkah. "Ayah saya mengkloning dirinya sendiri. Beberapa hari yang lalu dia berhasil
Devon mengamati satu persatu wajah-wajah tegang yang duduk mengitari meja oval. Mereka adalah perwakilan dari masing-masing kementerian dan ordo. Akan tetapi, wajah-wajah itu lebih banyak menunduk daripada beradu pandangan dengan sorot hijau tajam milik Devon."Apa kaisar sebelum aku tidak pernah mengadakan pertemuan semacam ini?" Tanya Devon penuh selidik.Tak ada yang berani menjawab. Semuanya membisu. Pada akhirnya, Valishka yang sedari awal berdiri di belakang Devon lah yang menyahut. "Kaisar Agung tidak pernah keluar dari singgasananya, Yang Mulia. Berbagai macam masalah kesehatan yang membatasi ruang gerak beliau.""Hah, aku tahu masalah kesehatan macam apa yang dia alami," Devon tertawa sinis. "Pantas saja bumi tidak pernah damai. Orang-orang yang bertugas menjaga perdamaian ternyata hanya makan gaji buta," sindirnya."Tuan Robertson Hadar yang mengatur semuanya, Yang Mulia. Mulai dari mengatur kebijakan yang berskala global, hingga memilih corak v
Di sebuah distrik mewah di tengah kota Atlanta, Devon mengendalikan Orion, aerocar miliknya tepat mendarat di landasan yang terletak di atap rumah Ganymede Petrochinni. Diiringi ratusan drone tak kasat mata milik para Guardians yang mengikuti tiap gerak pria tampan yang baru saja genap berusia 25 tahun itu. Seorang wanita jelita bertubuh molek yang memiliki kulit seputih susu sudah siap menyambutnya di landasan. "Selamat datang, Yang Mulia," sambut gadis berparas cantik itu dengan kerling mata menggoda. "Terima kasih," balas Devon dengan senyum ramah. "Ayah saya sudah menunggu anda di ruang perjamuan," ujar gadis itu. Suaranya terdengar begitu lembut dan sensual. Jemarinya lentik menjabat tangan Devon dan sama sekali tak berusaha melepaskannya. Dia malah menarik lengan kekar Devon dan mengarahkannya menuruni tangga di ujung landasan. Pria bermata hijau itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan si gadis. "Siapa namamu?" Tanyanya basa-basi. "Antonella, Yang Mulia. Ant
"Nama ayah saya Phaeton. Dia meninggal saat pelantikan. Kala seluruh cahaya ruangan utama padam, saya bisa mendengar suara ayah saya berteriak kesakitan. Saat itu, saya adalah salah seorang yang mendapat kehormatan untuk menyaksikan pelantikan anda secara langsung melalui meja perjamuan. Ketika lampu-lampu menyala, ayah saya sudah tergeletak dengan kulit berkerut, seakan bagian dalam tubuhnya terhisap oleh sesuatu hingga habis tak tersisa," tutur Ganymede.Devon membeku. Laki-laki di depannya ini ternyata berbahaya. Pesan dalam kertas yang diselipkan oleh perwakilan kementerian teknologi siang tadi rupanya benar adanya. Dia harus berhati-hati terhadap Ganymede. Bisa jadi pria di depannya ini berniat membalas dendam pada Devon atas kematian sang ayah.Setelah beberapa detik bergeming, Devon kembali memajukan badannya, meraih gelas anggur miliknya dan menyesapnya perlahan. "Apa anda marah pada saya, tuan Ganymede? Anda berniat membalas dendam?" Selidik Devon yang d
"Mari kita lupakan sejenak masalah dunia, Yang Mulia. Hidangan ini sudah terlalu lama menunggu," tawar Ganymede. "Putri saya gemar sekali memasak. Dia yang memasak berbagai macam masakan laut ini, anda harus mencobanya," lanjutnya.Beberapa pelayan maju dan membuka tutup hidangan mewah yang berlapis emas. Tampak berbagai menu menggugah selera, tersaji di depan mata Devon. Seutas senyum samar terbit di ujung bibir tipisnya. Ia merasakan betapa hidup ini ironis. Dulu, ia hanya bisa menyantap makanan sederhana bersama ibunya, namun hatinya tetap merasa hangat dan bahagia. Akan tetapi, kini segala kemewahan siap tersedia di depan mata. Sayangnya, hatinya telah berubah menjadi dingin dan kosong. Devon tidak memiliki hasrat apapun dalam hidup. Dia tak memiliki tujuan selain membalas dendam atas kematian ibunya. Seakan-akan, api dendamnya lah yang membuat dia kuat dan bertahan hingga detik ini."Ini menu favorit saya, Yang Mulia," tanpa permisi, Antonella menuangkan beberapa
Antonella kemudian mengajak Devon untuk melanjutkan perjalanan mereka. Devon menurut saja. Ia berjalan dengan gagahnya di sebelah gadis dengan midi dress off shoulders berwarna biru langit. Dress yang telah membuat Antonella tampil sangat manis malam itu."Hei, dimana ibumu? Dari tadi aku tidak melihat penampakan seorang ibu sejak aku tiba di sini?" Tanya Devon dengan tiba-tiba dan membuat Antonella seketika menghentikan langkahnya."Ibuku sudah lama tiada. Waktu itu usiaku sekitar 16 tahun. Sudah sangat lama," terang Antonella. "Aku sangat dekat dengan ibuku. Kami seperti dua orang sahabat. Namun sayangnya beliau harus pergi dan membuatku merasa sangat kehilangan," tutur gadis itu tanpa raut sedih sedikitpun. Mungkin karena kesedihannya telah lama berlalu dan ia sudah dapat menerima kenyataan dengan ikhlas."Aku juga sudah kehilangan ibuku. Hubungan kami sangat dekat. Aku selalu menjaga dan melindunginya dari segala hal yang membahayakannya, namun itu tidak mam
Setelah pertarungan sengit yang mengotori lantai singgasana dan puing-puing kendaraan berat yang berserakan, singgasana itu sedikit kehilangan sisi indahnya. Akan tetapi, pasukan berseragam biru dengan cekatan dan dedikasinya yang tinggi, berhasil membuat ruangan mewah, simbol kekuatan Kaisar itu kembali seperti semula. Hanya membutuhkan waktu 24 jam bagi para personel kebersihan gedung Epsilon untuk merapikan dan mengembalikan kondisi ruangan itu.Devon memasuki singgasana dengan wajah dingin. Pedang nebulanya ia genggam begitu erat, seakan takut terlepas. Dia duduk di kursi kebesarannya dengan gagah. jemarinya kemudian lincah menekan layar transparan di hadapannya. Devon memajukan keningnya, mendekatkan iris matanya pada bulatan berwarna merah untuk memindai retina. Ketika berhasil, layar itu berubah warna menjadi hijau cerah dan menampilkan ribuan tombol berwarna sama.Devon memencet tombol peta dan memilih peta wilayah ordo Golden Swan. Dalam beberapa detik,
"Kalian semua akan menyesal! Para Tetua akan menyesal! Salah besar kalau kalian memelihara singa, sebab suatu saat singa itu akan memakan kalian ketika perutnya lapar!" Robertson masih terus menyuarakan kemarahan dan ketidakpuasannya. Berkali-kali ia mengacungkan jarinya pada Devon dan sang Shepherd. "Sayang sekali aku bukan peliharaan, Tuan Robertson. Aku memiliki kemauan dan harapanku sendiri," sahut Devon santai. "Lihat saja, Devon! Kau masih belum menyadari betapa berkuasanya aku di gedung Epsilon ini, kan? Sekarang lihatlah, bahkan di saat situasimu membahayakan seperti ini, tak ada seorang pun Guardians maupun Garda Emperors yang turun tangan membantu. Itu karena aku yang melarang mereka memasuki ruang singgasana!" Robertson terbahak. "Aku tidak perlu mereka untuk melindungi diriku," tangkas Devon. Robertson terdiam. Matanya yang menyala penuh amarah mengunci tatapan Devon. Mereka berdua saling pandang dalam kebencian. "Kita lihat sa