Home / Sci-Fi / Demon King / The Devil Within

Share

The Devil Within

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2021-09-06 19:33:07

Devon melihat ibunya rebah, tak bernyawa. Darah mengucur deras, sedangkan ia hanya terpaku, tak berbuat apa-apa. Segala yang terjadi terlalu cepat, membuatnya membeku, hilang akal. "Ibu?" hanya itu yang sanggup ia ucapkan. 

Segala bayangan kejadian dan waktu yang sudah ia lalui bersama ibunya, terlintas di kepala. Saat ia harus mengais tong sampah sambil menunggu ibunya pulang kerja. Saat tubuh kecilnya ikut membantu ibunya mengangkat puluhan paket yang lebih berat dari tubuhnya untuk diantarkan pada para pelanggan. Saat tawa lepas ibunya tatkala mendapatkan gaji yang seketika habis untuk membeli bahan makanan selama sebulan.

"Ibu?" 

Akal sehat Devon perlahan kembali. Dia berjongkok, mengangkat jasad ibunya. Dia letakkan di pangkuannya. Tak kehilangan asa, dia mencari-cari denyut nadi sang ibu, berharap ada sedikit tanda kehidupan di sana. Namun, nihil. Ibunya sudah tiada. Hanya raga, tanpa jiwa. 

Segenap amarah tersedot masuk ke dalam dada Devon. Setelah beberapa detik terpekur menatap mata sang ibu yang setengah terbuka, kini ia beralih memandang pria-pria asing berambut klimis itu dengan tatapan membunuh.

Devon bangkit, tangannya terkepal. Dia tak pernah merasa seputus asa dan semarah ini. "Apa yang sudah kalian lakukan? Kenapa kalian membunuh ibuku?" desisnya mengerikan.

"Tidak boleh ada manusia biasa yang memasuki lingkaran Ordo, Tuan Devon Hadar. Itu sudah menjadi peraturan," jawab pria itu tanpa ekspresi.

"Persetan!" Devon melesatkan tangannya ke wajah pria itu secepat kilat, tanpa pria itu sanggup mengelak. Pukulan telak di rahang, sementara tangan kiri Devon melesak ke ulu hati, membuat pria itu terlempar dan menabrak dinding apartemen hingga retak. Pria asing itu roboh, tak bergerak.

Dua pria asing lainnya saling memandang antara ragu untuk menggunakan senjata laser itu pada Devon atau tidak.

"Ja..ngan saki..ti di..a," ucap pria itu terbata dengan sisa tenaganya, seakan tahu apa yang dipikirkan kedua temannya. "Dia per..ma..ta Or..do," adalah kalimat terakhirnya sebelum menutup mata.

Devon berjalan pelan mendekati kedua pria klimis itu, sementara kedua pria itu berjalan mundur menjauhi Devon. Mereka tak pernah menghadapi lawan setangguh dan sekuat ini sebelumnya. "Jangan melawan, atau terpaksa kami akan menyakiti anda, Tuan," salah satu pria itu menyiapkan senjatanya untuk ditembakkan pada bagian tubuh Devon.

Ziingg!

Satu tembakan diarahkan ke dada kanan Devon, tapi pemuda itu berhasil menghindar sambil bergerak maju. Tanpa disadari pria itu, tangan Devon berhasil merebut senjata laser dan melemparnya ke jendela. Jendela kaca yang berada di lantai 57 itu pecah berkeping-keping dan senjata lasernya melayang ke bawah.

"Aku tidak suka menggunakan senjata, aku lebih suka membunuh secara perlahan," seringai Devon. Tangannya sudah siap mencengkeram leher pria itu. Lalu terdengar bunyi retakan, seperti tulang yang patah.

Seorang pria lainnya berdiri di samping temannya yang meregang nyawa akibat cekikan Devon, berteriak tertahan. Dia tak pernah melihat sesuatu yang semenakutkan ini. 

"Maafkan saya, Kapten. Saya tak bisa melaksanakan perintahmu," ucapnya seraya mengarahkan senjata laser ke jantung Devon. Namun sebelum sinar itu mengenai tubuhnya, Devon terlebih dulu menggeser tubuh pria yang dicekiknya, sehingga pria itulah yang terkena tembakan. Dia jadikan pria itu sebagai tameng. Pria itupun jatuh terkapar di depannya.

"Teman-temanmu sudah mati, tinggal kau sendirian," Devon melangkahi mayat pria asing itu dan mendekati satu orang yang masih tersisa.

Pria itu tahu, Devon bukan saingannya. Dia makhluk terpilih, putra Anka Hadar yang kini sedang terbaring sekarat. Jadi sekarang, satu-satunya cara untuk melembutkan hati Devon adalah dengan membujuknya.

"Lihat ini! Kubuang senjataku!" pria itu melemparkan senjata laser ke kaki Devon. Devon malah tersenyum sinis dan menginjak senjata itu hingga hancur.

"Tidak ada pengaruhnya untukku. Kau sudah membunuh ibuku! Satu-satunya orang tua yang kupunya! Nyawa dibayar nyawa!" seru Devon.

"Kau salah! Ayahmu masih hidup!"

Devon menghentikan langkahnya, "Bagiku, dia sudah mati!"

"Tidak! Ayahmu punya alasan untuk semuanya! Dia yang menyuruh kami, para Shepherd, kemari," tuturnya berusaha meyakinkan Devon.

"Untuk apa dia menyuruh kalian kemari? Untuk membunuh ibuku? Kalau begitu, dia masuk daftar berikutnya yang akan kubunuh setelahmu!"

"Tidak, tunggu!" Pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku jas. Sebuah kotak kecil beludru berwarna hitam. Pelan-pelan ia membukanya di depan Devon.

Pemuda itu sama sekali tak peduli. Keinginannya hanya satu, menghancurkan pria itu sampai tak bernyawa.

Jarak mereka kini hanya sejengkal. Devon sudah waspada mengepalkan tangannya hingga otot-otot lengannya timbul. Dengan kekuatan penuh, dia melayangkan pukulan ke arah si pria. Pria itu sudah berniat mengelak, namun gerak Devon jauh lebih gesit.

Kepalan tangan Devon mendarat di pelipis, membuat pria itu limbung dan terjatuh. Kotak yang ia pegang terlempar, isinya menggelinding keluar tepat di depan pucuk sepatu Devon. Cincin hitam bersimbol ular naga menarik perhatiannya. Devon membungkuk mengambil cincin hitam berkilat itu dan memandanginya seksama. Pertama kali melihat benda itu, Devon seperti teringat akan sesuatu. Entah apa. 

"Pakailah," ujar pria itu lemah. 

Devon seakan terhipnotis. Dia menuruti perkataan laki-laki yang menyebut dirinya sendiri sebagai Shepherd itu. Cincin hitam itu ia lingkarkan ke jari manisnya. Tiba-tiba tubuhnya terasa panas terbakar. Tak hanya itu, raganya seakan tertarik oleh sesuatu. Devon merasa tubuhnya melayang dan melesat meninggalkan bumi secepat kilat, melewati atmosfer, gugusan asteroid dan jauh melampaui tata surya. Devon terus terbang melaju ke gugusan galaksi, sekumpulan bintang-bintang berkelip yang makin lama makin membesar, hingga ia terjatuh di suatu tempat yang menyerupai bumi. Tubuhnya mengeluarkan bunyi berdebam saat bertabrakan dengan tanah. 

Devon meringis memegangi kepalanya. Dia yakin saat ini dia sedang bermimpi atau mungkin sekarat. Kemungkinan besar Shepherd itu meracuninya dengan sesuatu.

"Cepat naik!"

Sebuah frasa dari bahasa asing diucapkan oleh seseorang. Devon tak pernah mendengar bahasa itu sebelumnya, namun dia teramat paham dengan apa yang dimaksud.

Devon mengedarkan pandangannya mencari arah suara. Dia pun menemukan segerombolan makhluk yang sangat mirip dengan manusia, hanya saja warna mata mereka terlihat hijau menyala.

"Semoga misi kita berhasil."

"Bumi adalah harapan kita satu-satunya dari kepunahan!"

"Cepat beritakan kepada kami begitu kalian sampai dengan selamat, kami akan melanjutkan kloter berikutnya untuk terbang."

Segerombolan makhluk itu memasuki pesawat asing, meninggalkan dua orang yang berlari mundur dan menjauh, tergesa-gesa.

Pesawat asing itu mulai menderu, menghasilkan angin yang sangat kencang dan energi panas luar biasa. Ketika benda itu lepas landas, energi panas berubah menjadi energi dorong, menghempaskan tubuh Devon kembali melewati atmosfer planet asing, terus melaju melalui ruang hampa di alam semesta dengan kecepatan yang seakan melebihi kecepatan cahaya. Devon merasakan pusing teramat sangat, hingga tak mampu mempertahankan kesadarannya. Kemudian, gelap di sekelilingnya. 

"Ibu, jemput aku.."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wiselovehope
Sangat seru (✪ω✪)
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Demon King   The New World

    Entah berapa lama kegelapan menyelimuti, yang jelas saat itu, Devon merasa begitu damai. Matanya boleh terpejam, tetapi telinganya masih dapat menangkap nyaring suara burung berkicau, ditambah dengan gemericik air yang semakin melengkapi riuhnya. "Bangun, Nak. Mau sampai kapan kau tertidur? Ini sudah siang. Saatnya mencari uang." Lembut suara sang ibu membuat Devon membuka mata lebar-lebar. "Ibu!" Dia berusaha bangkit dari pembaringan. Dia bergerak terlalu kencang, tanpa memperhatikan sekeliling. Kepala Devon terantuk oleh dinding kaca tebal. Barulah saat itu dia sadar bahwa dirinya tengah berada di dalam sebuah tabung transparan. "Apa yang terjadi?" gumamnya kebingungan. Berbagai macam bayangan dan kilasan masa lalu, hadir memenuhi kepalanya. Devon meringis sambil satu tangannya menyentuh dahi. Sementara tangan yang lain, dia gunakan sebagai tumpuan. "Ibu?" panggil Devon lirih. Mau tak mau dia kembali berbaring sembari mengingat-ingat semua yang telah terjadi sebelum dirinya tak s

  • Demon King   Last Minutes

    "Ah, Paman. Kebetulan sekali, aku sudah menunggumu sejak lama. Hampir saja aku membusuk di kandang itu," Devon tertawa pelan, lalu menurunkan tubuh Antonella dan membaringkan gadis itu di depan kakinya begitu saja. "Kau apakan dia?" tanya Robertson Hadar dengan mata terpicing. "Mungkin aku akan membawa dan memasukkannya ke dalam kandang. Sama seperti ayahnya yang telah memperlakukanku seperti hewan," Devon menyeringai sembari mengusap permukaan bibirnya menggunakan ibu jari. "Ini semua adalah salahmu, Robertson Hadar!" terdengar teriakan nyaring dari arah lain pada lorong panjang itu. Devon menoleh ke belakang. Dia mendapati Ganymede berjalan dengan sorot penuh amarah. Satu tangannya tampak menggenggam sebuah botol bening berisikan cairan hijau. Sementara tangan lainnya mengokang senjata. "Apa yang kau lakukan, Ganymede? Jangan bertindak bodoh. Aku bukan musuhmu, tapi dia ...." telunjuk Robertson terarah lurus pada Devon. "Aku akan mengurusnya nanti. Untuk saat ini, aku harus men

  • Demon King   Antonella' Flame

    Devon tak bisa menghitung, berapa lama dia terkunci di dalam ruangan aneh ini. Selama waktu itu, berkali-kali Antonella melihatnya, menjenguknya ataupun sekedar menggodanya.Entah terbuat dari apa jeruji besi yang mengelilingi Devon saat ini. Yang jelas, dia kesusahan untuk mematahkannya. Emosinya meledak-ledak sejak saat kabut aneh itu merasuki dirinya. Devon merasa dirinya bagaikan hewa buruan yang diamankan di kandang. Dia harus menemukan jalan keluar agar dirinya bisa kembali menguasai keadaan dan membalikkan kekuatan Ganymede. "Anda tak bisa membuka jeruji itu, Yang Mulia," suara lembut seorang wanita membuat Devon terdiam untuk beberapa saat. "Apakah itu kau, Antonella?" Devon menautkan alisnya dan menatap tajam ke arah depan. Lagi-lagi gadis itu ingin bermain-main dengannya. Namun, kali ini kehadiran Antonella tak seperti biasanya. Tak terlihat apapun di luar jeruji, hanya ruangan luas dengan berbagai sisi yang berwarna putih. "Aku ada di sini," ujar suara itu lagi. Sosoknya

  • Demon King   In The Hand Of The Devil

    Devon memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Seakan ada bandul raksasa yang berdentang di dalam. Matanya terpicing, awas menatap sekitar. Dinding berbentuk jeruji besi terlihat kokoh memutarinya, mengungkungnya di tempat antah berantah ini. Dia bagaikan binatang buas yang dikurung di dalam kandang di tengah ruangan luas yang aneh.Ditatapnya lantai tempatnya berbaring seperti seorang pesakitan. Lantai berbahan logam berwarna hitam, sehitam matanya. "Ganymede!" teriak Devon sambil telentang. Bajunya entah kemana. Dia bertelanjang dada kini. Urat-urat hitam masih tampak menonjol di bawah permukaan kulit."Kau sudah sadar, Yang Mulia? Luar biasa. Padahal aku mencampurkan bermili-mili gram obat penenang, cukup untuk membuat tidur seekor gajah selama seharian," seringai sosok Ganymede yang tiba-tiba saja muncul di ujung ruangan, di luar jeruji tentunya."Kau memang makhluk spesial. Tak ada yang sekuat dirimu. Sekalipun itu Tuan Anka Hadar," Ganymed

  • Demon King   Transformation

    Devon sendirian kini. Hanya pedang Nebula saja yang setia menemaninya. Benda itu selalu tersarungkan dengan rapi di samping pinggang. Dia berjalan terseok-seok memasuki pusaran kabut hijau yang entah dari mana munculnya. Seperti ada seseorang atau sesuatu yang mengarahkannya ke sana. Bisikan-bisikan di dalam kepalanya terdengar semakin kencang, sampai-sampai Devon harus menutupi telinganya meskipun itu sia-sia.Sekilas, bayangan wajah Bellatrix, tergambar jelas di benak Devon. Dia tersenyum untuk sesaat, lalu kembali meringis, merasakan nyeri yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Otot-otot tubuh yang timbul di permukaan kulit, kini berubah menjadi kehitaman. Bola mata hijaunya juga mulai memudar, berganti warna menjadi gelap seluruhnya. Akan tetapi, penglihatannya menjadi semakin jelas.Tubuh Devon berubah menjadi semakin kekar. Kekuatannya seakan makin tak terbatas, namun ada satu hal yang makin berkurang, dirinya kini tak bisa mendengarkan nurani dengan jelas. Han

  • Demon King   Demon Devon

    Sudah empat hari berlalu sejak Devon memerintahkan Leya untuk mengemudikan pesawat siluman pulang ke markas Greenwalds. Sedangkan dirinya dan Bellatrix terjebak di daerah aneh ini, sementara kabut hijau semakin menyebar dan merata, padahal mereka berhasil membasmi titik-titik tumbuhnya tanaman beracun di berbagai tempat. "Waspadai langkahmu, Bella," ujar Devon memperingatkan gadis cantik yang berjalan di samping Devon itu. "Aku merasa ada yang aneh dengan badanku," keluh gadis cantik itu. "Apa perlu kita berhenti sebentar? Mungkin kau kelelahan. Kita sudah membasmi tempat tumbuhnya tanaman beracun itu dalam jumlah yang tak terkira banyaknya," Devon yang terlihat khawatir, segera menghentikan langkahnya. Dia putar pedang Nebula dengan kecepatan penuh, sehingga kabut hijau itu kembali terurai dan menyebar menjauh. Sudah berkali-kali Devon melakukan hal ini, namun asap hijau itu selalu berhasil merapat kembali. "Apa masker biohazardmu tak berfungsi? Kau bisa memakai punyaku," tawar De

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status