Beranda / Sci-Fi / Demon King / Ordinary Day

Share

Ordinary Day

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 01:22:06

Langit temaram, siang sudah mulai menghilang dan akan segera berganti malam. Violet berjalan lunglai sambil sesekali memijit bahunya. Another ordinary day. Tubuhnya serasa remuk setelah bekerja seharian di dua tempat; sebuah restoran Cina dan perusahaan pengantar barang. Melewati rute biasa, jalan setapak di tengah taman kota, cukup membuat suasana hatinya kembali segar. Melihat dedaunan hijau dan lapangan rumput yang luas adalah kemewahan, mengingat tumbuhan dan segala macam hijau-hijauan adalah hal yang langka akhir- akhir ini. Golden Swan, wilayah yang Violet tempati sekarang merupakan satu- satunya wilayah Ordo yang masih 'hijau', dimana masih banyak hutan, tanaman serta fauna yang hidup di daerah ini. Hanya di Golden Swan, segala flora bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Sementara di wilayah lain, flora tidak bisa hidup. Itu adalah satu rahasia terbesar di abad ini.

Kedamaian Violet sedikit terusik mendengar keramaian jauh di tengah padang rumput. Segerombolan anak muda saling berteriak mengumpat sesuatu atau seseorang. Penasaran, Violet menghampiri anak-anak muda itu. Dilihatnya Devon, putra satu-satunya yang sedang menduduki seorang pemuda yang terlihat jauh lebih besar darinya.

Devon meluncurkan pukulan bertubi-tubi ke wajah pemuda itu, hingga darah mengucur dari bibirnya yang pecah. Pemuda itu hanya pasrah menerima serangan Devon, sementara anak-anak muda lain yang mengelilinginya semakin kencang berteriak.

"Devon!" 

Pemuda itu terkesiap. Dia hapal suara itu. Suara seseorang yang paling ditakutinya. Segera Devon melepaskan tangannya yang mencengkeram kaos lawan berkelahinya dan berdiri membalikkan badan. "I-ibu.." serunya gagap.

"Bukankah ibu menyuruhmu mengantar barang tadi? Kenapa malah melakukan sesuatu yang tidak berguna di sini?" Violet menatap tajam pada Devon.

Tanpa banyak bicara, Devon mengangkat tubuh pemuda itu dengan mudahnya, seakan si pemuda hanya seberat anak kucing, lalu melemparnya ke samping dirinya, kemudian mengambil tas yang ditindih pemuda itu.

Si pemuda yang terjatuh dalam posisi telentang, bangkit duduk sambil menyeka darah di mulutnya, hanya mampu terkesiap. Merasa sadar bahwa perkelahiannya bersama Devon tadi hanyalah main-main saja, karena Devon sama sekali tak mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghajarnya. Itu saja sudah membuatnya babak belur.

"Mana uangku?" tagih Devon pada pemuda yang masih terpana itu.

Anak-anak muda yang mengelilinginya merogoh kantong celana masing-masing dan mengeluarkan lembaran uang. Semua memberikannya pada Devon. Melihat tumpukan uang di telapak tangannya, Devon menyeringai lebar, "Lain kali carikan orang yang lebih sulit untuk dikalahkan, ya!"

Violet memperhatikan semua itu dengan emosi. "Kalian taruhan?" tanyanya sengit.

"Bukan, Bu! Hanya perkelahian jalanan berbayar," jawab Devon seraya meringis.

Ternyata senyumnya tak membuat sang ibu luluh. Dia malah menjewer telinga putranya dan mulai memaki, "Anak tidak tahu diuntung. Sudah sebesar ini masih saja menyusahkan! Seharusnya kau bekerja di tiga tempat untuk biaya makanmu yang tak masuk akal itu!"

Violet hendak melanjutkan amarahnya ketika bunyi sirene meraung memekakkan telinga, pertanda jam malam sudah dimulai. Gerombolan pemuda itu berlari tunggang langgang. Demikian pula Violet dan Devon. Jam malam diberlakukan di wilayah Golden Swan sejak api pemberontakan makin meluas. Tiap beberapa jam, terdengar tembakan dan ledakan yang diarahkan ke markas Garda Ordo, suatu kesatuan polisi serta tentara yang menjaga keamanan wilayah dan anggota ordo.

"Sialan kau, Devon! Waktu habis dan kita belum mengantarkan dua paket yang seharusnya sudah diterima pemiliknya hari ini!" omel ibunya sembari berlari terengah-engah.

"Besok saja aku yang bicara pada pelanggan, Bu!" sahut Devon sambil terkekeh. Devon begitu yakin, berbekal wajah tampan serta struktur tubuh yang sempurna dan menawan, dia bisa membujuk langganan yang kebanyakan wanita.

"Ini uang untuk Ibu, sebagai ganti kerugian hari ini," Devon menyodorkan seluruh uang hasil berkelahi untuk Violet, sesaat setelah sampai di depan pintu apartemen sederhananya.

Violet tak menampakkan wajah haru pada anaknya. Dia menundukkan wajahnya dalam-dalam saat membuka kunci pintu apartemen menggunakan pemindai sidik jari. Sebutir air mata menetes di pipinya, pertanda dia bahagia dengan perlakuan Devon.

"Aneh, apa alat pemindai ini rusak lagi? Susah sekali aku membuka kuncinya," keluh Violet sambil menekan lebih keras ibu jarinya ke pemindai.

"Biar kuperiksa," Devon menggeser tubuh ibunya lembut dan memeriksa alat yang memang sudah waktunya diganti. Dia mencoba menekan ibu jarinya berkali-kali, masih juga gagal. Merasa kesal, Devon mendorong pintu apartemennya keras-keras. Tak disangka, pintu itu terbuka dengan mudahnya.

"Sudah kuduga, kunci otomatisnya rusak," Violet memasuki rumah dengan gontai. Membayangkan besarnya biaya perbaikan untuk pintu rumahnya. Namun langkahnya terhenti saat terdapat beberapa siluet pria di ruang tamu mungilnya.

Devon yang berada di belakang ibunya langsung mengambil sikap waspada sambil tangannya meraba letak saklar yang terdapat di sisi pintu. Lampu pun menyala. Kini Devon dan ibunya dapat melihat jelas siapa sosok yang sudah memasuki tempat tinggalnya tanpa ijin.

Tiga orang pria berpakaian serba hitam, berambut klimis, salah satunya duduk santai di sofa, sementara dua lainnya berdiri kaku bagaikan robot. 

"Selamat malam, Nyonya Violet! Selamat malam, Tuan Devon!" sapa pria yang berada di posisi duduk. 

Devon bisa melihat raut bengis pria itu. Kulitnya pucat dengan jenggot tebal. "Siapa kalian? Kenapa bisa masuk rumah kami seenaknya?" seru Devon yang sudah memasang wajah galak. 

Pria itu kemudian berdiri mendekati Devon dan Violet, berusaha menyalami keduanya diiringi seringai di bibirnya. "Perkenalkan, aku adalah Shepherd. Sesuai dengan namaku, aku ini penggembala. Aku menggembala petinggi dan bangsawan Ordo Dark Shadows," tutur pria itu.

"Maaf, mungkin anda salah alamat. Di sini adalah wilayah kekuasaan Golden Swan," Devon menghalau pria itu agar tak terlalu dekat dengan dirinya dan Violet.

"Shepherd tak pernah salah mengendus bau. Memang benar anda yang saya cari, Tuan Devon Hadar."

"Untuk apa kau mencari anakku? Apa dia berhutang sesuatu?" tanya Violet curiga.

"Tidak, Nyonya! Kami kemari untuk menjemputnya atas permintaan Tuan Anka Hadar," jawab pria itu sambil menatap aneh pada Violet.

"Untuk apa dia hendak mengambil anakku? Aku menolak! Bilang padanya, dia tidak berhak atas anaknya sejak dia meninggalkan kami lima belas tahun yang tahun yang lalu!" pekik Violet.

"Sayangnya, ini bukan penawaran, Nyonya! Kami akan tetap membawa Tuan Devon meskipun anda berdua tak menyetujui.

"Jangan memancing emosiku, orang aneh! Mungkin aku terlihat ramah, tapi aku tak segan-segan menghajarmu jika terus menggangguku!" Devon maju selangkah dan mendorong tubuh pria itu. Dua orang lainnya yang berdiri mematung, akhirnya bereaksi. Mereka mengeluarkan senjata laser ke arah Devon dan Violet.

"Bijaklah, Tuan Devon! Menurutlah atau sinar laser ini akan melubangi kepala ibu anda."

Devon meradang. Dia sudah berniat menghambur ke arah pria itu, bermaksud memberinya pelajaran. Namun sebelum keinginannya terlaksana, bunyi desing senjata laser nyaring terdengar disertai suara berdebum kencang. Ibunya roboh tepat di sampingnya. Tak berapa lama, darah mengucur dari kepala Violet, semakin banyak.. Semakin banyak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wiselovehope
Babak yang mengharubirukan perasaanku (T_T) but I like it...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Demon King   The New World

    Entah berapa lama kegelapan menyelimuti, yang jelas saat itu, Devon merasa begitu damai. Matanya boleh terpejam, tetapi telinganya masih dapat menangkap nyaring suara burung berkicau, ditambah dengan gemericik air yang semakin melengkapi riuhnya. "Bangun, Nak. Mau sampai kapan kau tertidur? Ini sudah siang. Saatnya mencari uang." Lembut suara sang ibu membuat Devon membuka mata lebar-lebar. "Ibu!" Dia berusaha bangkit dari pembaringan. Dia bergerak terlalu kencang, tanpa memperhatikan sekeliling. Kepala Devon terantuk oleh dinding kaca tebal. Barulah saat itu dia sadar bahwa dirinya tengah berada di dalam sebuah tabung transparan. "Apa yang terjadi?" gumamnya kebingungan. Berbagai macam bayangan dan kilasan masa lalu, hadir memenuhi kepalanya. Devon meringis sambil satu tangannya menyentuh dahi. Sementara tangan yang lain, dia gunakan sebagai tumpuan. "Ibu?" panggil Devon lirih. Mau tak mau dia kembali berbaring sembari mengingat-ingat semua yang telah terjadi sebelum dirinya tak s

  • Demon King   Last Minutes

    "Ah, Paman. Kebetulan sekali, aku sudah menunggumu sejak lama. Hampir saja aku membusuk di kandang itu," Devon tertawa pelan, lalu menurunkan tubuh Antonella dan membaringkan gadis itu di depan kakinya begitu saja. "Kau apakan dia?" tanya Robertson Hadar dengan mata terpicing. "Mungkin aku akan membawa dan memasukkannya ke dalam kandang. Sama seperti ayahnya yang telah memperlakukanku seperti hewan," Devon menyeringai sembari mengusap permukaan bibirnya menggunakan ibu jari. "Ini semua adalah salahmu, Robertson Hadar!" terdengar teriakan nyaring dari arah lain pada lorong panjang itu. Devon menoleh ke belakang. Dia mendapati Ganymede berjalan dengan sorot penuh amarah. Satu tangannya tampak menggenggam sebuah botol bening berisikan cairan hijau. Sementara tangan lainnya mengokang senjata. "Apa yang kau lakukan, Ganymede? Jangan bertindak bodoh. Aku bukan musuhmu, tapi dia ...." telunjuk Robertson terarah lurus pada Devon. "Aku akan mengurusnya nanti. Untuk saat ini, aku harus men

  • Demon King   Antonella' Flame

    Devon tak bisa menghitung, berapa lama dia terkunci di dalam ruangan aneh ini. Selama waktu itu, berkali-kali Antonella melihatnya, menjenguknya ataupun sekedar menggodanya.Entah terbuat dari apa jeruji besi yang mengelilingi Devon saat ini. Yang jelas, dia kesusahan untuk mematahkannya. Emosinya meledak-ledak sejak saat kabut aneh itu merasuki dirinya. Devon merasa dirinya bagaikan hewa buruan yang diamankan di kandang. Dia harus menemukan jalan keluar agar dirinya bisa kembali menguasai keadaan dan membalikkan kekuatan Ganymede. "Anda tak bisa membuka jeruji itu, Yang Mulia," suara lembut seorang wanita membuat Devon terdiam untuk beberapa saat. "Apakah itu kau, Antonella?" Devon menautkan alisnya dan menatap tajam ke arah depan. Lagi-lagi gadis itu ingin bermain-main dengannya. Namun, kali ini kehadiran Antonella tak seperti biasanya. Tak terlihat apapun di luar jeruji, hanya ruangan luas dengan berbagai sisi yang berwarna putih. "Aku ada di sini," ujar suara itu lagi. Sosoknya

  • Demon King   In The Hand Of The Devil

    Devon memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Seakan ada bandul raksasa yang berdentang di dalam. Matanya terpicing, awas menatap sekitar. Dinding berbentuk jeruji besi terlihat kokoh memutarinya, mengungkungnya di tempat antah berantah ini. Dia bagaikan binatang buas yang dikurung di dalam kandang di tengah ruangan luas yang aneh.Ditatapnya lantai tempatnya berbaring seperti seorang pesakitan. Lantai berbahan logam berwarna hitam, sehitam matanya. "Ganymede!" teriak Devon sambil telentang. Bajunya entah kemana. Dia bertelanjang dada kini. Urat-urat hitam masih tampak menonjol di bawah permukaan kulit."Kau sudah sadar, Yang Mulia? Luar biasa. Padahal aku mencampurkan bermili-mili gram obat penenang, cukup untuk membuat tidur seekor gajah selama seharian," seringai sosok Ganymede yang tiba-tiba saja muncul di ujung ruangan, di luar jeruji tentunya."Kau memang makhluk spesial. Tak ada yang sekuat dirimu. Sekalipun itu Tuan Anka Hadar," Ganymed

  • Demon King   Transformation

    Devon sendirian kini. Hanya pedang Nebula saja yang setia menemaninya. Benda itu selalu tersarungkan dengan rapi di samping pinggang. Dia berjalan terseok-seok memasuki pusaran kabut hijau yang entah dari mana munculnya. Seperti ada seseorang atau sesuatu yang mengarahkannya ke sana. Bisikan-bisikan di dalam kepalanya terdengar semakin kencang, sampai-sampai Devon harus menutupi telinganya meskipun itu sia-sia.Sekilas, bayangan wajah Bellatrix, tergambar jelas di benak Devon. Dia tersenyum untuk sesaat, lalu kembali meringis, merasakan nyeri yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Otot-otot tubuh yang timbul di permukaan kulit, kini berubah menjadi kehitaman. Bola mata hijaunya juga mulai memudar, berganti warna menjadi gelap seluruhnya. Akan tetapi, penglihatannya menjadi semakin jelas.Tubuh Devon berubah menjadi semakin kekar. Kekuatannya seakan makin tak terbatas, namun ada satu hal yang makin berkurang, dirinya kini tak bisa mendengarkan nurani dengan jelas. Han

  • Demon King   Demon Devon

    Sudah empat hari berlalu sejak Devon memerintahkan Leya untuk mengemudikan pesawat siluman pulang ke markas Greenwalds. Sedangkan dirinya dan Bellatrix terjebak di daerah aneh ini, sementara kabut hijau semakin menyebar dan merata, padahal mereka berhasil membasmi titik-titik tumbuhnya tanaman beracun di berbagai tempat. "Waspadai langkahmu, Bella," ujar Devon memperingatkan gadis cantik yang berjalan di samping Devon itu. "Aku merasa ada yang aneh dengan badanku," keluh gadis cantik itu. "Apa perlu kita berhenti sebentar? Mungkin kau kelelahan. Kita sudah membasmi tempat tumbuhnya tanaman beracun itu dalam jumlah yang tak terkira banyaknya," Devon yang terlihat khawatir, segera menghentikan langkahnya. Dia putar pedang Nebula dengan kecepatan penuh, sehingga kabut hijau itu kembali terurai dan menyebar menjauh. Sudah berkali-kali Devon melakukan hal ini, namun asap hijau itu selalu berhasil merapat kembali. "Apa masker biohazardmu tak berfungsi? Kau bisa memakai punyaku," tawar De

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status