"Hai, Sayang." Rista mendatangi anaknya. Lalu menatap seseorang di samping anaknya. "Eh, ada Andrio." "Iya, nih, Mi." "Hai, Tante," sapa Andrio malu-malu. Lalu menyalami tangan ibu kekasihnya itu. "Mi, Kak Andrio makan siang bareng kita, boleh, 'kan?" Rista memandangi Alyssa dan tersenyum tenang. "Ya, boleh, dong, Sayang." Lalu menatap Andrio. "Kebetulan Tante lagi masak banyak, langsung aja, yuk ke ruang makan." Andrio memandangi Alyssa yang mengangguk. Lalu mereka mengiringi Rista ke ruang makan. Alyssa mengedar pandang pada masakan yang tersaji di atas meja makan berbentuk persegi panjang dan berukir itu. Di sana ada sup buntut dalam mangkok keramik besar. Ada ikan goreng Nila beserta lalap dan sambalnya di atas piring keramik. Ada perkedel kentang, cah kangkung dan ikan salmon goreng. Semuanya terlihat menggugah selera, menggelitik perutnya yang memang lapar sejak tadi. "Mami masak banyak banget?" Alyssa memandangi maminya sekilas lalu menarik kursi dan duduk. Andrio juga d
Tiga Bulan Lalu "Kak Andrio?" "Alyssa?" Andrio dan Alyssa saling menatap penuh tanya. Tak Andrio sangka, perempuan yang ingin papanya jodohkan dengannya adalah Alyssa. Dan sebaliknya, Alyssa sungguh tak menduga kalau lelaki itu justru Andrio, lelaki yang memang dia idamkan selama ini. Setelah bersusah payah membujuk Andrio untuk menghadiri pertemuan ini di kediaman Bagaskara, di bantu oleh Marissa, akhirnya Andrio menyetujui pertemuan ini. Andrio tidak bisa menolak jika mamanya sudah angkat bicara. "Kalian sudah saling kenal?" heran Putra, menatap Andrio dan Alyssa bergantian. Begitu pun Marissa, Bagaskara, dan Rista yang berkumpul di ruang tamu nan luas itu. "Dia kakak tingkat aku di kampus," jawab Alyssa. Raut keheranan yang sempat tercipta di wajahnya berubah menjadi senyum senang. Kontras dengan wajah Andrio yang tampak biasa saja. "Oh, bagus kalau begitu. Lagi-lagi kebetulan yang luar biasa," jawab Putra. "Ya, perjodohan ini akan berjalan lancar karena kalian sudah saling
Alyssa mengamati pertengkaran Andrio dan orang tuanya dengan air mata berlinang. Dadanya sesak. Sakit sekali rasanya melihat lelaki yang dia harapkan justru mencampakkannya. Bahkan lelaki itu mempermalukannya di depan keluarganya dengan menolaknya mentah-mentah. "Kak Andrio, gue bakal buat lo nyesel," gumamnya di sela isak tangis. Lalu gadis bergaun putih itu kembali menghampiri orang tuanya. "Papi ...." Alyssa menghambur di pelukan Bagaskara sembari terisak. "Aku sayang banget sama Kak Andrio. Selama ini dia sosok yang aku idamkan. Papi tahu kenapa selama ini aku ngejomlo? Karena aku selalu nungguin Kak Andrio nembak aku, Pi." Alyssa meluapkan isi hatinya di dada bidang sang ayah. Bagaskara balas membelai bahu Alyssa lembut. "Iya, nanti Papi coba bujuk Andrio, ya, kamu tenang aja jangan nangis ...." Kemudian Bagas melepas pelukan putrinya. "Kamu masuk dulu sama Mami. Biar ini Papi yang urus." Alyssa mengangguk. Namun, ketika Bagas menghampiri orang tua Andrio, Alyssa bukannya ma
"Alhamdulillah, gue baik. Aman kok semuanya aman." Alena sedang bertelepon dengan Farah sambil menelungkup di atas ranjang dan memeluk guling. "..." "Ada, namanya Mira. Hmm dia baik sih orangnya. Gue pulang kerja diantar dia." "..." "Iya, soalnya motor peninggalan Ibu gue udah gue jual lagi butuh duit banyak dan gue belum gajian." "..." "Nggak pa-pa lah. Do'ain gue dapat rezeki biar bisa beli motor baru." "..." "Ya, nggak juga. Sahabat gue tetap lo kok nomor satu. Nggak akan terganti." Alena tertawa. "..." "Yeee ... Gue serius, nih." "..." "Iya, iya. Kapan-kapan kita ketemuan, ya. See you." Sambungan terputus. Alena tersenyum menatap layar ponselnya. Setelah lama tak bertemu, perasaan Alena sedikit lega karena sudah bertukar kabar dengan sahabatnya meskipun hanya lewat telepon. Sebenarnya dia ingin sekali bertemu langsung dengan Farah, tapi keadaan belum memungkinkan. Farah masih disibukkan dengan tugas kuliahnya. Setelah meletakan ponselnya di atas meja, pikiran Alena
From 08953477xxxx:Alena, ini gue Andrio. Sorry baru bisa chat sekarang. Hmm lagi ngapain?Alena pun mengetik.Nggak pa-pa. Lg habis teleponan sm Farah. Mau tidur jg, tapi pas lihat chat lo nggak jadi, deh.Kenapa nggak jd? Maaf ya gue ganggu Minta maaf muluk dari tadi. Gue mah seneng lo chat gue.Setelah mengirimkan chat tersebut, Alena membaca ulang pesannya. Dan sedikit membelalak. "Kok gue bilang seneng, sih? Tarik aja, deh." Alena baru akan menarik pesannya ketika centang dua pada pesan tersebut berubah biru. "Duh udah di baca lagi." Dia pun pasrah menatap tulisan mengetik pada pesan Andrio.Seriusan seneng gue chat?
"Cewek yang gue suka adalah ... siswi kelas XII IPS 4. Namanya ... Alena!" Kalimat itu selesai terucap bersamaan dengan Alena menghentikan langkahnya di tepi lapangan yang sudah ramai murid-murid berkumpul. Alena menyadari dirinya terlambat menghentikan aksi lelaki itu. "Gila. Andrio beneran nekat," gumamnya. Sepersekian dektik kemudian siswi-siswi yang berdiri di sampingnya menoleh ke arahnya. "Cowok lo tuh. Kayaknya dia mau nembak lo," celetuk siswi itu. "Iya," sahut siswi yang disebelahnya. "Mending lo samperin gih." Alena hanya diam, melirik siswi-siswi itu sekilas. Tatapannya kini terfokus pada Andrio yang berdiri di tengah lapangan sana sembari memegangi toa. Andrio menyadari kehadiran Alena dan langsung tersenyum ke arah gadis itu. Dan mendekatkan toa ke mulutnya lagi. "Alena gue cinta sama lo! Gue sayang sama lo. Gue mau lo jadi pacar gue!" teriaknya sambil matanya tak lepas dari melirik Alena. Seluruh pasang mata yang ada di lapangan itu menatap Alena yang sudah membatu
Rista memarkirkan mobilnya langsung memasuki garasi. Lalu mematikan mesin dan mencabut kuncinya. Dan keluar dari sana. Nyonya Bagaskara itu baru saja pulang dari belanja bulanan di mall. Wanita mengenakan dress terusan lengan pendek itu langsung masuk melalui pintu ruang tengah yang terhubung dengan garasi. "Bibi!" Dari ambang pintu dapur wanita paruh baya terlihat tergopoh-gopoh menghampirinya. "Iya, Bu? Ada yang bisa dibantu?" "Ambil belanjaan di bagasi mobil, ya, Bi. Semuanya bawa ke dapur, simpan di tempat masing-masing, diatur seperti biasa," perintahnya. "Iya, Bu." Asisten rumah tangganya itu pun segera ke garasi melaksanakan perintah. Sementara dirinya duduk di kursi sofa ruang televisi, meraih majalah yang ada di atas meja dan meletakkannya di pangkuannya. Baru saja dia membuka cover majalah itu, tiba-tiba Bibi memanggilnya membuatnya menoleh ke belakang. "Ada apa lagi, Bi?" "Di depan ada kurir ngantarin paket. Katanya buat Ibu dan dia mau Ibu sendiri yang menerimanya la
"Ada apa, Rista? Kenapa kamu teriak-teriak?" Rista berhenti berteriak saat mendengar suara itu. Dia menurunkan tangannya dan memandang ke sumber suara. "Mas Bagas?" Wanita itu pun memeluk suaminya yang berdiri di depan pintu garasi. "Mas, aku takut, Mas." Bagas yang melihat reaksi istrinya yang tak biasa, terheran-heran. "Iya, takut kenapa? Ada apa?" "Tadi ada kiriman paket katanya dari Alyssa." Rista bercerita sambil masih memeluk suaminya. "Tapi pas aku buka isinya bo-boneka ... boneka pocong, Mas, terus ada darahnya. Di tubuh boneka itu juga ada banyak jarumnya. Serem, Mas." Mata Rista memejam ngeri mengingat rupa boneka itu. "Mana bonekanya?" "I-itu ... Itu di halaman, aku takut." Rista menunjuk ke arah halaman. Wajahnya dibenamkan ke dada suaminya dalam-dalam. Dia sungguh takut jika harus melihat boneka pocong itu lagi. Bagas memandangi kotak yang terlihat menelungkup di halaman dengan tutup terbuka. "Sebentar aku liat dulu." Bagas melepas pelukan istrinya dan keluar garasi,