Bara berhenti di sebuah rumah mewah, meski lebih kecil jika dibandingkan rumah orang tuanya. Dari dalam mobil, Bara melihat ke sekeliling. “Ayahmu juga ada di sini?”Pertanyaan soal ayah langsung yang pertama ditanyakan Bara kepada Angel. Dan tentu saja Angel menjawabnya dengan gelengan kepala. “Papa sama Mama jarang pulang ke Jakarta. Mereka menetap di Singapura. Kalaupun ke sini, ya gak di rumah ini. Ini kan rumah saya bersama suami. Kalau Papa Mama, rumahnya gak jauh dari sini sih. Tapi rumah di sana ya dijaga sama anak buah mereka,” ujar Angel tersenyum. “Ohhh … pasti ayahmu sosok yang terlalu angkuh …”“Apa?” tanya Angel heran. “Oh maksudku, pasti ayahmu sosok yang tidak begitu akrab dengan anaknya, karena pulangnya saja jarang atau jarang bertemu,” kata Bara mengalihkan. “Ya memang kalau dibilang dekat, saya lebih dekat dengan ibu saya. Tapi Papa saya sosok yang tegas namun tetap lembut pada anaknya,” ujar Angel. “Ya belum tentu lembut pada anaknya, tapi lembut juga pada r
“Silakan tinggalkan pesan, ini kotak suara,” ujar operator.Angel menghubungi suaminya kembali saat malam hari. Tidak ada tanda-tanda komunikasi dari suaminya saat ini. Angel mulai berpikir banyak hal, merenung sambil melihat foto pernikahan mereka. Kriiing Kriiing!“Haiiii Widuri, ke mana aja,” kata Angel saat ditelepon oleh seseorang. “Hehehe! Ngel! Aku tuh habis ambil S2 hukum, langsung buka kantor lawyer kan kamu tahu itu. Aduh, klienku itu ya selebriti, selebgram, marak banget perselingkuhan zaman sekarang! Ya urusin perceraian setiap hari, Duh pusing deh aku. Jadi kita gak bisa ketemu terus nih! Aku janji mau traktir kamu laksa Singapura ya, kesukaan kita lho ya! Zaman-zaman kuliah dulu. Hahaha,” ucap Widuri, sahabat kuliah Angel. “Iya sombong banget sih! Udah hampir 4 bulan lho kita gak meet up! Kapan mau ketemu, kamu janji janji aja! Huuu! Aku tuh lagi pusing banget, banyak masalah. Mau curhat,” kata Angel manyun sambil tersenyum menatap meja rias. “Masalah apa sih? Seoran
Widuri muncul dari kolam renang menunjukkan mimik heran ketika menatap Angel yang begitu emosional. Wajah Angel seperti meledak-ledak merah seolah terbakar. “Kenapa sih kamu? Ada apa? Soal suami ya?” tanya Widuri, sang sahabat sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu mengambil minuman. “Bayangin coba Wid! Pabrik skincare aku ditutup!” kata Angel berapi-api. “Hah? Siapa yang nutup? Pabrik yang di mana nih?” tanya Widuri sang pengacara bingung. “Ya yang di Tangerang! Itu pabrik satu-satunya dan sudah berkurang produksinya. Sekarang malah ditutup sepihak,” kata Angel kesal. “Sama siapa? Bukannya itu pabrik kamu? Kok bisa sih ditutup,” tanya Widuri karena Angel bicara setengah-setengah. “Ya siapa lagi kalau bukan CEO arogan itu! Atasan aku yang baru. Bos yang mengakuisisi klinik dan label aku sementara. Si Bara Bagaskara itu,” ucap Angel ketus. “Lho lho lho, kok bisa? Memangnya apa alasannya,” tanya Widuri lagi.“Ya gak tahu! Padahal kemarin itu dia lumayan agak baik, agak
Setibanya di halaman parkir RS, Angel dan Widuri turun dari mobil. Dengan hanya mengenakan celana kulot warna cokelat ⅞ dan kemeja putih lalu membawa clutch hitam, Angel ditemani oleh Widuri dengan rambut yang masih setengah basah usai berenang. Widuri terpaksa ikut dalam masalah ini. “Kayak apa sih orangnya si Bara itu?”“Pokoknya sok tahu, dingin, sombong, angkuh. Gak banget! Monster,” kata Angel kesal. “Hah? Masa sih? Tapi dia punya bisnis di bidang farmasi dan klinik, artinya dia mengerti perempuan kan? Ya maksudnya, dia paham dong siapa yang dia hadapi? Wanita,” kata Widuri. “Nyatanya? Enggak kan! Ya oke, dia berhak memutuskan apapun, tapi harusnya kan bilang dulu sama aku! Koordinasi dulu. Ini gak ada angin, gak ada hujan, dia gak pernah lho menyinggung soal pabrik. Dia cuma bilang kalau semua barang yang ada di klinik, semua ganti punya dia. Tapi dia gak pernah melarang kalau kami menjual di e-commerce. Dan gak pernah bilang soal pabrik. Ini? Tiba-tiba di siang bolong,” kata
Angel duduk di lorong rumah sakit sambil menanti sang atasan untuk mempertanyakan kebijakan sepihak yang dilakukannya. Kesal, tentu saja. Emosi sudah pasti. Akan tetapi, Angel malah melunak tiba-tiba, terlihat dari wajahnya yang lebih banyak melamun. “Yeee, kenapa sih? Ya udah yuk pulang aja. Gak enak kali, ngobrol di rumah sakit. Ayahnya lagi sakit, ibunya juga lagi repot. Gak usah sekarang. Masih ada hari esok,” ucap Widuri. “Besok aja ya?”“Iya, besok aja. Gak enak,” kata Widuri. Angel menuju ke arah meja perawat sambil melirik ke arah ruang ICU. Sudah cukup lama, 15 menit ditunggu, Bara belum kunjung ke luar dari ruangan. “Maaf Sus, boleh tanya?” ucap Angel sedikit berbisik pada perawat. “Oh iya, kenapa ya mbak?” tanya perawat. “Pasien atas nama Gunadi Bagaskara tadi, memangnya sakit apa? Maksudnya, kok bisa sampai ke ruang ICU? Stroke ya? Apa benar?”“Iya betul kena serangan stroke. Tapi kami gak bisa jelaskan detail, kecuali keluarganya,” kata perawat. “Kondisi pasien saa
Bara dan ibunya makan mie ayam di ruang tunggu pasien, di samping ruang ICU. Satu boks mie ayam didorong menjauh oleh ibunda Bara. “Kok gak habis Ma? Gak enak ya,” tanya Bara sambil mengunyah. “Mana enak makan sih? Mama itu banyak pikiran. Sampai kapan ayahmu begini? Kalau begini, seperti mati segan hidup tak mau,” kata ibunya Bara meneteskan air mata. “Ma … jangan bicara begitu. Papa harus tetap hidup! Papa harus melihat kehancuran rivalnya dulu,” kata Bara dingin. “Jangan begitu. Kalau terus menyimpan dendam, ayahmu bisa gak sembuh-sembuh. Kita harus ikhlas, harus legowo,” ujar sang ibu. “Tadi itu! Anaknya Tanuwijaya Ma!”“Tadi? Siapa?” tanya sang ibunda bingung. “Ya si Angel itu! Anaknya Tanuwijaya! Memang dia lama di luar negeri untuk kuliah. Sehingga saat kejadian Papa dan ayahnya berseteru, Angel tidak tahu menahu,” kata Bara menjelaskan. “Lho kok, bisa sekantor sama kamu? Mama jadi bingung,” tanya sang ibunda. “HAHAHA! Kan aku sudah pernah bilang, aku memang dendam ingi
Bara turun dari mobil dan melihat ke arah mobil Angel, dua mobil di sampingnya. Senyum kecil terpasang di wajahnya. Bara baru tiba sekitar jam makan siang. “Halo, siang,” kata Bara menyapa sekretarisnya. “Siang Pak. Sore ini ada klien dari Kalimantan, ingin datang menyampaikan presentasi konsep kerjasama mereka. Mereka suruh ke sini aja, atau bapak mau bertemu di luar?” tanya sekretaris Bara. “Jam berapa?” tanya Bara. “Sekitar jam 4 sore Pak,” kata sekretarisnya. “Saya gak mau sendiri. Coba tanya Angel, bilang bahwa ada klien nanti sore. Dia biasa pulang jam 5 kan ya,” tanya Bara sebelum masuk ke dalam ruangannya. “Iya Pak. Bu Angel biasa pulang jam segitu. Oke, nanti saya akan bilang bu Angel,” kata sang sekretarisnya. “Riri, anak buahnya dia sudah masuk?” ucap Bara. “Belum pak. Kata rekannya sih besok baru mulai masuk kantor,” kata sang sekretaris. Bara mengangguk dan masuk ke ruangannya. Jas krem hari ini membuatnya tampak teduh. Akan tetapi, matanya tetap tidak bisa membo
Dengan sigap Angel merapikan tas dan berkas-berkasnya di meja kerjanya. Ruangannya saat ini jauh lebih sempit dibanding yang sebelumnya. Dengan heels 7 cm, Angel berjalan menuju ke ruang rapat.“Ah perkenalkan, ini Angel, rekan kerja saya. Perusahaan kami saat ini menyatu atau merger,” kata Bara memperkenalkan Angel pada kliennya. “Oh baik, saya Wilson dan ini tim kami. Kami pengusaha lokal dari Kalimantan sedang membuat project bersama para mahasiswa dan investor asing. Kami berniat untuk mengajak kerjasama,” kata sang pengusaha. “Ahh kerjasama seperti apa ya,” tanya Angel seraya menjadi sorotan dan bidikan mata Bara yang melihat Angel begitu cantik sore ini karena sapuan makeup yang dipolesnya kembali, menjelang kepergiannya menyusul suaminya. Mereka membicarakan materi bisnis ditemani sekretaris Bara dan juga sejumlah tim sales. Angel sesekali menoleh ke arah Bara dan memberikan ide. Meski begitu, Angel juga gelisah dan selalu melihat jam tangan. Bara sadar bahwa Angel sudah ti