Faisal pulang ke rumah dengan tujuan menenangkan diri. Dia ingin bertemu dengan Rianti, bertanya pada wanita itu tentang banyak hal. Sebesar apakah kesalahan yang telah dia lakukan sehingga maaf itu terasa sukar diberikan oleh Joko.
Faisal selama ini tidak pernah bertanya. Dia hanya berasumsi dari sikap tenang Rianti bahwa semuanya baik-baik saja. Isti pertama yang tidak pernah mengeluh, bahkan bersikap tenang di hadapan Ayu yang manja selama kehamilannya.
Saat Jelita memutuskan untuk keluar dari kantor dengan alasan mencari pengalaman di tempat lain, dia merasa hal itu wajar. Saat Joko tidak pernah melapor padanya, tetapi melalui manager pemasaran, Faisal mengira jika pria itu sedang sibuk di Sulawesi.
“Ada yang terlewat dari semua ini,” gumam Faisal saat mobil baru saja sampai di depan halaman rumah. Pria
“Di mana kamu?” Ayu dengan telepon yang masih menempel di telinganya, membayar ongkos taxi. “Tungguin aku masih baru sampai ini.”Ayu masuk ke dalam mall yang terletak di tengah kota. Pusat perbelanjaan itu masih terlihat sepi, karena baru saja buka. Ayu adalah termasuk pendatang pertama. Gadis itu dengan dandanannya yang mulai berani, berjalan menuju sebuah coffee shop.“Ikka! Dilla!” Ayu berteriak senang.Dia segera berlari kecil menghampiri dua teman yang dulunya pernah akrab dengannya ketika sedang kursus kecantikan. Ika dan Dilla sebelumnya memang tidak pernah jalan dengan Ayu, karena gadis itu selalu menghindar dan pulang duluan untuk kencan diam-diam dengan Faisal.“Eh, tambah bongsor saja kamu,” sapa Ika.
“Kemana saja kau semalaman?” Faisal menatap tajam ke arah Ayu.Gadis itu baru pulang sore hari setelah kemarin seharian tidak ada di rumah. Dia berpamitan menginap dan mematikan handphone tanpa sempat Faisal memberi izin atau pun melarang. Pria itu merasa kesal dan marah pada istri mudanya.“Kan Ayu sudah kirim pesan semalam.”“Lalu kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi?”“Baterinya habis.”“Jangan alasan, Ayu!”“Sudahlah, Mas, yang penting kan Ayu sudah pulang. Mas butuh sesuatu dariku? Apa Mas merindukanku dan ingin meni
“Bapak …,” Rianti sujud di sisi lelaki tua yang terbaring lemah.“Kamu sudah datang, Nduk?” Terdengar getaran di nada bicaranya.“Iya, Pak, Rianti di sini. Bapak kenapa sampai jatuh sakit?” Rianti membelai rambut putih yang mendominasi kepala ayahnya.“Menurutmu kenapa, Nduk?” Pertanyaan itu membungkam bibir Rianti.Hening sejenak menguasai suasana kamar tersebut. Hanya ada helaan napas berat Bapak dan hembusan napas lemas Rianti. Dia menatap ayahnya dengan penuh rasa bersalah. Gara-gara dirinya, pria itu terbujur lemah di peraduan.Rianti pulang segera menuju ke Lumajang, ketika mendapatkan telep
“Jangan gegabah, Dik, itu urusan rumah tangga Mas Faisal dan mbak yu Rianti, kita tidak boleh ikut campur.” Mansyur berusaha mengendalikan emosi Fitri.“Tidak ikut campur bagaimana sih, Mas? Mbak Rianti itu kakakku, bukan lagi ipar, malah Mas Faisal itu yang ipar. Mana ada saudara kaya dia. Kamu tahu sendiri bukan, setiap kali keluara bapak dan ibu dalam kesusahan, setiap kali kita ataupun mas Farrel perlu bantuan, kepada siapa kita mengadu?” Fitri mengelus dadanya, napasnya naik turun tidak beraturan.Ya pada mbak Rianti. Mana bisa kita ngomong baik-baik dengan Mas Faisal? Dia itu tidak pekaaa, tidak pernah peka dengan perasaan orang lain. Kalau peka, mana tega dia selingkuh dan menyakiti hati mbakk Rianti. Gak mungkin, pria seperti itu jika tidak bertobat, maka Surga dijauhkan darinya. Inget, Mas, Surg
“Jadi kamu yang bernama Ayu?” Fitri menatap perempuan muda di hadapannya.“Iya, Mbak. Mbak siapa ya?” Ayu menatap heran ke arah Fitri dan Anisa.Dia baru saja bangun dari tidur siangnya, tiba-tiba saat Ayu keluar kamar dan hendak makan dua orang wanita itu sudah menghadangnya dengan sorot mata dingin. Ayu tidak mengerti masalah apa yang membuat mereka berdua membencinya.“Kamu tidak tahu siapa kami?” Fitri mendesis jengkel.“Memangnya kita pernah bertemu ya, Mbak?” Ayu bersikap acuh. “Pasti temannya Mbak Rianti ya, apa bibik tidak kasih tahu kalau Mbak Rianti tidak ada di rumah.”Ayu dengan acuh me
Faisal segera pulang ketika mendapatkan telepon dari Rianti, yang terdengar sangat mengkhawatirkan. Pria itu terkejut ketika Rianti terdengar bingung, kacau dan setengah histeris menceritakan perkelahian ketiga wanita itu. Faisal bisa dengan jelas mendengar teriakan dan kegaduhan lewat ponsel istri pertamanya. Belum lagi tangisan ketakutan Dewi.Benar saja, sesampainya dia di rumah, keadaan sangat kacau balau. Faisal melihat jilbab yang robek dan rambut Fitri berantakan. Tak kalah mengerikan juga keadaan rambut Anisa, ada goresan panjang di pipi adik iparnya, semoga saja tidak meninggalkan luka. Apalagi Faisal tahu bagaimana Anisa merawat diri.Bik Ina sedang sibuk membersihkan pecahan vas dan kaca, akibat perkelahian ketiga wanita tersebut. Rumah bagaikan kapal pecah, dan Faisal melihat Ayu duduk dengan mencengkram bantal di kursi.
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o