Karena satu malam yang tak terelakkan dengan sahabat kakaknya, Ayunda pun harus menerima kenyataan bahwa dirinya tengah berbadan dua. Namun, David menghilang entah ke mana setelah berjanji bertanggungjawab. Putus asa, Ayunda pun menikahi pria lain yang selama ini mengejarnya! Lantas, bagaimana nasib Ayunda? Belum lagi, David mendadak kembali dengan identitas baru, menganggapnya berkhianat, dan berjanji menghancurkannya....
view more"Bisa-bisanya kamu selingkuh sama sahabatku, Erwin!” seru Ayunda dengan suara cukup keras.
Hati istri mana yang tidak sakit melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang suami tengah bermesraan dengan sahabatnya sendiri di kantor? Tubuh Ayunda bahkan sampai gemetaran karena tidak menyangka akan menyaksikan sendiri hal kotor ini. Dia pikir kedekatan keduanya selama ini sebatas sekretaris dan atasan saja. Siapa sangka, keduanya berkhianat? Di sisi lain, Erwin tampak tidak merasa bersalah. Pria itu bahkan menatap Ayunda sinis. "Cukup Ayunda! Nggak usah teriak-teriak!" ucap pria itu dengan suara pelan, tetapi penuh penekanan. Ayunda sontak tertawa kehilangan akal. "Aku udah berusaha jadi istri yang baik buat kamu, tapi apa yang kamu lakukan ke aku?" kecewa wanita itu. "Alah! Nggak usah mendramatisir keadaan, Ayunda atau kamu mau semua orang tahu bahwa anak itu adalah anak haram, hah?!" ucap Erwin sambil menunjuk perut buncit Ayunda, “kamu wanita murahan yang bahkan tak tahu ayah anakmu ada di mana, kan?” Deg! Ayunda terkesiap. Lima bulan pernikahan mereka, keduanya memang tidak satu kalipun melakukan hubungan suami istri. Bukan karena Ayunda menolak, tetapi Erwin yang merasa jijik padanya karena sudah mengandung anak dari pria lain. Padahal, suaminya itu jelas-jelas sudah tahu keadaannya dan meyakinkan bahwa dia memang ingin bertanggungjawab kala wanita itu tengah putus asa. Erwin yang memang selama ini mengejar Ayunda–bahkan berjanji merawat anak itu seperti anak kandungnya sendiri, hingga dia akhirnya luluh juga. Bahkan mencoba mencintai pria itu meski sulit. Tapi sekarang, pria ini memperlakukannya seperti sampah? Lantas bagaimana menjalani pernikahan yang sulit ini? "Bukankah sejak awal kamu sudah tahu keadaan aku? Justru kamu yang mengatakan siap menjadi ayah dari anak ini. Lalu kenapa—" "Waktu itu, aku khilaf kayanya. Mana mungkin ada yang sudi punya istri seperti seperti kamu, kan?” potong Erwin, tanpa peduli kata-katanya begitu kejam, “pokoknya, jangan sampai kamu bicara tentang tadi pada salah satu sahabatmu atau pada orang tuamu!” “Jika itu terjadi, maka mereka juga akan tahu tentang anak haram itu bukan anakku!" ancam Erwin lagi, "kau mau citra baik keluarga besarmu hancur? Belum lagi, betapa kecewanya mereka nanti?” Pria itu lalu tersenyum miring setelah merasa berhasil mengancam istri pajangannya itu. Ditinggalkannya Ayunda yang masih mengepalkan tangannya–menahan marah. Keluarga wanita itu memang tak ada yang tahu jika anaknya bukanlah anak Erwin, melainkan anak dari mantan kekasihnya yang pergi tanpa kabar! Air mata yang tertahan, akhirnya luruh juga di pipi putih Ayunda. Tak lama, wanita itu memutuskan pergi dari sana dan mengendarai mobilnya. Menenangkan diri meski pergi tanpa arah. Bahkan, angin yang berhembus kencang pun tak lagi terasa olehnya yang kini tanpa jaket. Sayangnya, kegundahan hati Ayunda tak kunjung reda, hingga dia pun memilih berjalan kaki. Lagi-lagi, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Perasaannya begitu sakit. Dia ditinggal kekasihnya dalam keadaan hamil seorang diri dan dijanjikan pertanggungjawaban. Tapi, pria itu pergi tanpa kabar. Belum lagi, Ayunda akhirnya dinikahi oleh Erwin, tapi berakhir dikhianati dengan wanita yang notabenenya sahabatnya sendiri. Jika begini, mengapa suaminya itu tidak menikah dengan sahabatnya saja sejak awal? Sambil melangkahkan kakinya, Ayunda merasa semakin hancur. Kini dirinya mulai bertanya-tanya, apakah dia tidak layak dicintai? Lalu, bagaimana dengan anaknya nanti? Ayunda menghela napas. Merasa tak kuat lagi, dia pun akhirnya duduk di sisi jalanan sambil terus menangis keras berharap bisa meringankan sedikit beban. Namun, nasib sial sepertinya tidak bisa dilewatkan oleh Ayunda karena dia mendadak dihampiri oleh dua orang preman! "Kalian mau apa?" tanya Ayunda penuh rasa takut. “Hahaha….” Preman itu tertawa sambil menatap kalung di leher Ayunda. “Mau ini!” Srak! Tanpa kata, preman itu menarik kalung tersebut dengan sangat kuat sebelum kabur. Sayangnya, Ayunda langsung terdorong, hingga kepalanya pun membentur bahu jalan. Entah apa yang terjadi, Ayunda merasa tubuhnya terasa dingin. Kepala wanita itu juga memberat, sementara penglihatannya menggelap. “Anakku?” lirih Ayunda sebelum kesadarannya menghilang.Zidan pun terbangun saat hari sudah terang, tapi dia tidak melihat keberadaan Tere. Namun, suara gemericik air membuatnya yakin jika Tere tengah berada di kamar mandi. Benar saja, sesaat kemudian Tere keluar dengan balutan handuk kimono. "Mas, udah bangun?" tanya Tere dengan perasaan tidak nyaman karena dia lupa membawa pakaiannya. Biasanya keluar dari kamar mandi dia sudah memakai pakaian lengkapnya. Cepat-cepat dia pun mengambil pakaiannya dan segera memakainya. "Mas, Tere nggak usah ikut ke kantor ya? Tere di rumah Mama aja, atau sendiri di sini juga nggak papa," ucapnya. "Kita disini saja, Mas sedang malas ke kantor," jawab Zidan. "Kita?" tanya Tere bingung. "Iya, kenapa?" "Bukannya, Mas kerja?" "Iya, tapi Mas pengen di rumah aja." Tere pun semakin was-was saja dibuatnya. "Kita pulang ke rumah Mama aja kalau gitu, soalnya Tere pengen diajarin masak," ucap Tere yang tidak ingin berdua saja di dalam rumah tersebut bersama dengan Zidan. Tapi sayangnya kei
"Ya udah, Mas aja yang Tere pijat," katanya karena tak ingin Zidan terus memijatnya. "Nggak masalah sih, sebenarnya kita bisa saling pijatkan? Maksudnya saling bergantian," ujar Zidan. "Nggak usah, Tere nggak bisa dipijat," tolak Tere. Zidan pun menatapnya dengan serius, tapi Tere memilih untuk menatap arah lainnya. "Baiklah," Zidan pun kembali berbaring telentang menatap Tere, menunggu pijatan. Katanya menunggu pijatan, padahal ada modus yang lain yang ingin dia jalankan. Dasar otak Zidan tidak beres, tapi bagaimana pun juga dia adalah pria normal. "Mas, harusnya kan tengkurep," kata Tere. "Kan depan dulu, kemudian belakang." Jika bisa berteriak Tere ingin sekali berteriak keras karena ulah Zidan. Bahkan dia bingung kenapa bisa Zidan memintanya untuk memijat. Dia langsung memegang kulit Zidan yang biasanya masih berlapis pakaian, kini tidak sama sekali, dada pria itu terlihat sangat indah. Sial. Kenapa dia jadi begini? "Mas, tengkurep aja ya," pintanya.
"Santai saja," kata Zidan setelah melepaskan tautan mereka. Santai? Bagaimana mungkin Tere bisa santai? Yang ada dia sangat panik karena ulah Zidan. Kemudian dia pun menangis karena tidak tahu bagaimana caranya mengatakan bahwa dirinya belum siap dan sangat takut. Tapi Zidan justru tertawa melihatnya menangis. "Kamu ini lucu sekali, kesannya Mas seperti sedang melecehkan seorang wanita," katanya sambil diiringi dengan tawa kecil. Seketika itu Tere pun berhenti menangis, mungkin dia sedang mencerna apa yang telah dikatakan oleh Zidan. Kemudian Zidan pun mulai mengusap wajahnya yang basah dengan kedua tangannya. Lalu menangkup wajah Tere dengan kedua tangannya. "Kenapa kamu harus takut? Kita sudah pernah melakukannya kan?" Tere pun tercengang, bagaikan tidak percaya mendengar pertanyaan Zidan. Tapi Zidan masih menunggu jawabannya. "Aku takut, kamu seperti orang kesurupan," kata Tere. Zidan pun mengacak rambutnya sendiri karena merasa malu. Kemudian kembali
Keduanya pun berbelanja di supermarket dan Zidan yang mendorong troli, sedangkan Tere memilih beberapa barang yang akan dia beli. Sesaat kemudian mereka pun kembali ke rumah, Tere tampak sibuk memasak, sedangkan Zidan hanya duduk di kursi sambil terus memperhatikan dirinya. Sebenarnya dia sedang menahan diriku untuk tidak memeluk Tere dari belakang. Bayangkan saja jika itu dia lakukan? Ah kacau! Entah kenapa akhir-akhir ini otaknya agak soak dan menjadi tidak beres. Hingga dia pun mencoba untuk mendekati Tere. "Mas, butuh sesuatu?" tanya Tere. "Enggak, cuma mau tanya, apa ada yang bisa Mas bantu?" Ah, bukan itu. Sebenarnya dia ingin memeluk Tere, tapi tidak jadi karena malu dan Tere terlanjur menyadarkan dirinya dari pikirannya. "Kayaknya nggak usah deh, Mas duduk aja. Lagian Tere cuma masak yang gampang aja," ucap Tere. "Memangnya kamu masak apa?" "Udang goreng, Mas suka udang kan?" tanyanya sambil terus berkutat dengan masalahnya. "Kayaknya sekarang Mas l
"Bukannya, Mas pulangnya sore?" tanya Tere yang melihat Zidan sudah kembali. "Kamu tidak suka?" tanyanya. "Bukan begitu, Tere cuma tanya aja, kan sebelumnya Mas bilang pulang sore," kata Tere. Zidan masih ingat dengan apa yang dia katakan sebelumnya. "Kita ke rumah lama kamu sekarang bagaimana?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Tere. Mata Tere seketika berbinar, dia tidak menyangka jika Zidan akan mengajaknya lebih cepat. "Mas, serius?" tanyanya seakan tak percaya. "Tapi kamu harus kiss di sini?" kata Zidan tiba-tiba. Glek. Senyuman manis berubah menjadi tegukan saliva yang sangat sulit, dia benar-benar tidak menyangkan Zidan akan berkata demikian. "Kenapa? Kalau kamu tidak mau sekalian saja kita tidak usah pergi," kata Zidan lagi. "Mas," Tere panik tapi dia juga bingung harus bagaimana. "Cepat, atau aku benar-benar berubah pikiran!" Tere pun mulai mendekatinya tapi dia masih begitu tegang untuk melakukan perintah Zidan. Tere pun memegang dasi Zidan karen
"Apa dia berulangtahun?" tanya Zidan sambil menatap layar laptopnya. Kemudian dia pun segera menghubungi adiknya, dia yakin Ayunda pasti tahu. "Halo, Kak," jawab Ayunda. "Apa Tere ulang tahun?" tanyanya secara langsung. "Iya," jawab Ayunda. Kemudian panggilan pun terputus, Zidan yang memutuskannya. Dia pun meletakkan ponselnya pada meja sementara matanya terus menatap layar laptopnya dimana ada Tere disana. *** Tok tok tok. Tere pun segera meletakkan foto sang Mama pada tempat sebelumnya, kemudian dia pun membuang lilin ke tempat sampah. Setelah itu meletakkan sepotong kue yang masih di atas ranjang pada meja nakas. Tok tok tok. Tere pun mengusap wajahnya dengan cepat dan segera membuka pintu. Ternyata Wina dan Ayunda yang datang dengan membawa kue dengan lilin menyala di atasnya. "Happy birthday to you!!!!" seru Ayunda. Tere tak percaya tapi dia sangat bahagia dengan kejutan yang diberikan oleh Ayunda dan Wina. "Bukannya Mama sama Yunda arisan?" tanyan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments