Zoya tak menyangka dirinya akan terbangun di atas ranjang yang sama dengan kakak iparnya, Gama, usai pesta perusahaan semalam. Usahanya untuk menjauhi Gama pun terasa sulit, apalagi ketika sikap Zein, suaminya yang kasar, justru semakin menjadi-jadi. Di sisi lain Gama menawarkan kenyamanan yang tidak pernah Zoya dapatkan sebelumnya. "Berhenti mendekatiku, Kak! Aku sudah bersuami!" "Tidak ada yang bisa kau harapkan dari laki-laki kasar seperti Zein, Zoya!" Zoya tahu ini salah, tapi bagaimana bisa ia melepaskan diri dari Gama saat pria itu berkata akan merebutnya dari Zein?
Lihat lebih banyak[Apa kamu tuli, Zoya? Sudah aku katakan jangan datang ke acara itu , tapi kamu masih saja nekat. Pulang kamu sekarang juga!]
Zoya menghela nafas berat saat membaca pesan yang suaminya kirimkan. Dia pun bergegas untuk segera pamit pulang pada rekan kerjanya yang lain. Pesan dari Zein menjadi teguran dan perintah yang menakutkan yang mana tak bisa Zoya abaikan. Dia bergegas keluar dari tempat itu tetapi saat hendak membuka pintu ballroom, seseorang yang merupakan rekan kerjanya juga sedikit berlari menghentikan langkahnya. "Zoya, kamu mau kemana?" tanyanya dengan wajahnya panik. "Aku mau pulang. Duluan ya, aku buru-buru soalnya. Suami aku udah nungguin. Salam sama yang lain," jawab Zoya yang sekalian pamit kemudian segera pergi dari sana tapi kembali langkahnya tertahan. "Eh tunggu dulu! Aku tadi lihat Pak Gama sakit. Kamu cepetan ke sana. Beliau ada di kamar nomor 125. Kasihan banget, Zoy." "Emangnya sakit apa?" tanya Zoya bingung. Mana dia sedang buru-buru. "Nggak ngerti, tapi kayaknya parah banget. Cepetan kamu ke sana! Aku nggak bisa jelasin sama kamu. Buruan, Zoya!" Zoya pun bingung harus bagaimana. Gama sakit sedangkan Zein sudah memintanya untuk segera pulang. Tidak mungkin dia pulang bersama Gama. Mereka tidak terlalu dekat dan Zein pasti akan bertanya macam-macam meskipun suaminya sudah tau acara apa yang tengah dia hadiri. [Aku tunggu setengah jam dari sekarang! Jika kamu tidak juga datang, maka aku tidak akan segan-segan menghukummu, Zoya!] Kembali pesan dari Zein menghantui pikiran Zoya dan membuatnya bimbang. Dia harus segera pulang tapi belum sempat menolak. Orang itu sudah mendorongnya untuk bergegas pergi. "Cepat Zoya!" "Astaga bagaimana ini?" gumam Zoya bimbang dengan langkah tergesa menuju kamar sesuai dengan arahan dari rekan kerjanya tadi. Zoya melangkah cepat bahkan dia terlihat setengah berlari untuk sampai di kamar itu. "Aku harus buru-buru jika tidak Mas Zein akan semakin marah padaku. Duh Kak Gama lagian sakit apa sich? Padahal aku tadi lihat dia baik-baik saja." Zoya mengetuk pintu kamar yang tertera nomor 125 dengan tergesa. Berulang kali dia melihat ke arah ponselnya takut Zein kembali mengirimkan pesan sedangkan waktu pun terus berjalan. Namun saat dirinya begitu cemas akan keadaan yang mendesak, pintu pun terbuka dan tiba-tiba tangannya ditarik oleh Gama hingga membuatnya tersentak. "Kak!" pekik Zoya. Belum habis keterkejutannya akan itu, dia kembali dibuat kaget ketika Gama mengunci pintu kemudian mendorongnya hingga membentur dinding. Gama pun mengungkungnya hingga ia sulit untuk melarikan diri. Zoya berusaha memberontak tapi kedua tangannya diraih oleh Gama dan diangkat ke atas hingga posenya begitu menantang. "Apa yang Kakak lakukan? Lepas Kak!" bentak Zoya yang tak terima dengan apa yang Gama lakukan padanya. Ada apa dengan pria itu? Kenapa tatapan mata Gama sayu dan terlihat seperti menginginkan sesuatu. Mendadak jantung Zoya berdebar kenceng mendapati Gama yang mulai mengikis jarak padanya. Dia membuang muka saat Gama akan mencumbunya. "Jangan Kak! Menyingkir dari hadapanku! Aku ini Zoya, adik ipar kamu Kak!" Namun Gama seolah tuli. Pria itu kembali menyerang dengan memaksa mencumbunya dan semakin mengeratkan tangannya yang terus memberontak hingga ponselnya pun terjatuh. "Brengsek kamu, Kak! Lepaskan aku, bajingan!" Hancur sudah pertahanan Zoya saat Gama mampu membungkamnya dan menekan tubuhnya ke dinding hingga dia semakin tak bisa berkutik. Sementara ponsel terus berdering hingga membuat pikiran dan hatinya semakin tak karuan. Zoya memejamkan kuat dengan bulir air mata yang tak lagi dapat ia bendung saat Gama terus mencumbu dengan sangat bergairah. Gama membawanya ke ranjang untuk menguasai tubuhnya lebih dalam. "Jahat kamu, Kak!" Keesokan paginya Zoya terbangun lebih dulu. Zoya meringis merasakan sakit di tubuhnya hingga perlahan kedua matanya mulai terbuka kala merasakan hal yang tak biasa. Kedua mata Zoya terbelalak melihat Gama memeluknya dengan posesif. Seketika bayangan akan perlakuan buruk kakak ipar mematik amarah hingga Zoya mendorong tubuh Gama sampai ke pinggir ranjang. Pria itu pun terjaga sedangkan Zoya segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Gama terjaga setelah merasakan itu. Pria itu terkejut melihatnya yang kembali menangis dan menatap penuh amarah. Bukan hanya tubuhnya saja yang sakit tapi hatinya pun sakit ulah laki-laki itu. "Zoya, bagaimana bisa... " Gama menunduk melihat tubuhnya yang tanpa sehelai pakaian pun. "Sial!" "Kamu sudah melecehkanku, Kak! Setan apa yang sudah merasukimu semalam? Sekarang aku kotor, aku hina karena kamu!" bentak Zoya disela tangisnya. Dia beranjak dari sana dan menyerang Gama yang hanya diam tanpa perlawanan dan sepatah kata pun yang terucap. "Aku ini Zoya, istri dari adikmu tapi bisa-bisanya kamu melecehkanku seperti ini. Biadab kamu, Gama!" bentak Zoya yang belum puas untuk memaki. Namun Gama sama sekali tidak melawannya padahal sudah sangat marah pada pria itu. Zoya semakin merasa hina karena Gama dengan santainya beranjak dan mengenakan pakaian tanpa memperdulikannya. "Bajingan kamu, Gama!" Zoya menarik selimut yang membalutnya kemudian mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Zoya pun memutuskan untuk segera pulang setelah dia lelah mamaki tetapi Gama tidak ada tanggapan sama sekali. Semakin hina saja dia saat ini. Zoya pun semakin membenci pria itu. Di saat seperti ini pun dia kepikiran dengan suaminya, apa yang akan ia katakan pada Zein nanti. Kejadian semalam sangat menghancurkan harga dirinya. "Tunggu Zoya!" Gama menahan tangan Zoya yang hendak keluar dari kamar hotel. Namun dengan cepat Zoya menepis tangan pria itu dan menatap tajam wajah Gama yang memperhatikannya. "Jangan lagi menyentuhku, Gama! Jika ada manusia yang paling buruk, itu kamu! Pria bajingan yang pernah aku kenal!"Hari ini seperti hari penyiksaan bagi Gama dan juga Asisten Dito. Ada saja inginnya bumil satu ini. Tidak mau dibantah, inginnya selalu ingin dituruti, dan juga apa yang diminta sangat-sangat tidak masuk di akal. Gama menghela nafas berat kemudian kembali ke meja kerjanya setelah Dito keluar dari ruangan membawa bekas makan. Langkah Dito terlihat sangat berat sekali. Terlihat sekali kekenyangan sampai kasihan. Namun Gama banyak kesalnya karena melihat Dito yang harus menghabiskan semua makanannya. "Aku lanjut kerja, Sayang. Istirahatlah!" "Kamu marah sama aku, Mas?" tanya Zoya yang begitu santai memperhatikan. "Nggak, cuma kesal saja. Kamu bikin aku sakit gigi, Sayang." "Baru segitu, bagaimana kamu? Kamu membuatku hampir mati, Mas." Sontak Gama menoleh memperhatikan Zoya. "Apa maksudnya?" tanya Gama dengan kedua alis terangkat. "Ya, semua wanita yang menyukaimu begitu sangat ugal-ugalan sekali hingga menyerang dengan brutal padaku. Kamu sendiri malah bikin acar
"Berani duduk dan mendekati istriku, maka kamu akan aku pecat!" DEG Bagai tersambar petir di siang yang terik. Dito yang baru saja hendak duduk seketika berdiri lagi setelah mendengar ancaman dari Gama. Mana berani jika apa yang akan dilakukan mempertaruhkan pekerjaan. Dito yang sudah lama mengabdi dengan Gama hingga memiliki banyak tabungan dan aset untuk di masa depan tentu saja tidak akan menyia-nyiakan apa yang sudah berjalan. "Kenapa? Ayo Pak! Saya nggak mungkin habis sendirian," ajak Zoya. "Maaf Nyonya, tapi saya lebih baik kembali ke ruangan saya. Jika Nyonya takut tidak bisa menghabiskannya sendiri, maka Nyonya bisa mengajak Pak Gama untuk makan bersama." "Nggak mau, nanti muntah lagi malah repot. Mau ngajak yang mau-mau aja. Kamu nggak usah takut, Pak Dito! Kalau Mas Gama nggak mau bayar kamu, nanti saya yang menggaji Pak Dito dengan nominal yang sama dengan yang diberikan oleh suami saya." Gama mengerutkan keningnya setelah mendengar itu. Setelahnya Gama
"Ada apa dengan Tuan, Nyonya?" tanya Asisten Dito yang dengan tanggap dan gerakan cepat sudah sampai di kantin untuk membantu Gama. "Tidak kenapa-kenapa, hanya aku suruh makan somay tapi Mas Gama tidak mau katanya. Alhasil seperti itu," jawab Zoya. Sebenarnya ingin kasihan tapi kok malah geregetan. "Pak lebih baik anda segera ke ruangan anda dulu dari pada nanti tambah patah di sini," ujar Asisten Dito. Sebagai orang kepercayaan Gama dan orang yang sudah lama ikut dengan Gama tentu tau apa yang Gama suka atau tidak. Terlahir dari orang kaya pastinya jarang makan makanan yang dijual di pinggir jalan atau sekelas kantin. Hanya saja biasanya Gama tidak begini. Entah karena bawaan bayi atau memang Gama benar-benar mual melihat bentukan somay. Namun jika diperhatikan, tidak ada yang menggelikan. Dilihatnya enak-enak saja. "Bawa ke ruangannya saja, Pak! Nanti aku nyusul. Aku masih mau... " "Sayang kamu ikut sekalian! Jangan memancing celaka! Aku nggak suka!" sahut Gama dengan
Gama mengusap kasar wajahnya kala tak menemukan Zoya. Entah dimana sang istri. Cepat sekali kaburnya. Gemas rasanya Gama dan ingin menyusul sang istri tetapi dia kehilangan jejak Zoya. "Kamu pasti tidak jauh dari sini, Sayang. Apa mungkin kamu kembali diculik? Astaga.... Zoya." Gama segera melihat CCTV kantor untuk mengetahui kemana perginya Zoya. Sementara Dito sudah lebih dulu pergi mencari keberadaan istri dari Gama Prasetyo. Pengalaman membuat Gama semakin posesif saja. Lepas sedikit, Gama tidak akan bisa tenang. Gama tidak ingin terjadi sesuatu lagi pada Zoya. Dering ponselnya pun membuyarkan fokus Gama dari layar laptop. Gama meraih ponselnya dan langsung menerima panggilan dari Dion. "Bagaimana?" tanya Gama, kedua alisnya menukik mendengar jawaban dari Dion. Pria itu pun beranjak dari duduknya kemudian melangkah panjang meninggalkan ruangannya. Gama hampir berlari untuk menuju tempat dimana Zoya berada saat ini. Kedua tangan Gama terkepal kuat hingga urat tangan
"Terimakasih sudah diperkenankan masuk, Nyonya. Saya pamit pulang," ujar Dito dan dianggukki oleh Sinta. "Oh ya, silahkan! Terimakasih sudah mengantarkan pesanan dari Zoya tadi. Jangan lupa titipkan salam untuknya!" kata Sinta dengan ramah. "Baik, permisi." Dito pun bergegas pergi dari sana. Pria itu melangkah memasuki mobil kemudian segera kembali ke kantor. Ada hal yang harus dilaporkan pada Gama setelah apa yang atasannya itu perintahkan selesai dikerjakan. Dito juga tidak mampir ke mana-mana lagi. Tidak juga mampir untuk memberikan makan siang untuk Sena. Rasanya enggan karena tadi pagi sempat ditolak mentah-mentah yang mana malah berujung tidak ribut. Sampai di kantor bertepatan dengan para karyawan yang keluar dari ruangan meeting. Dito pun segera masuk ke dalam ruangan itu tetapi begitu herannya Dito saat melihat Gama dan Zoya ribut. "Kamu mas! Tuh mereka jadi berpikiran yang nggak-nggak sama aku!" "Berani apa mereka? Mau aku pecat memangnya? Biarkan saja!K
"Mas kamu jangan ketaluan!" pekik Zoya tetapi setelahnya kembali mendesah dengan sangat indah. Kegiatan panas pagi ini membuat hidup keduanya semakin indah. Suami istri yang saling beradu peluh ini tak lagi kuasa menahan gejolak yang ada. Sampai dimana suara panjang yang melegakan diiringi hal yang melenakan membuat mereka merasakan getaran yang membuat ketagihan nantinya. Gama menghela nafas panjang dan mengecup pucuk dada Zoya sebelum beranjak dari tubuh sang istri. Gama tersenyum menatap Zoya yang terlihat lemas di atas meja kerja. "Kenapa kamu selalu membuatku lemas begini, Mas? Kamu lama sekali, sengaja 'kan? Tubuh aku remuk, Mas," keluh Zoya yang hendak beranjak saja sulit. Mana medianya meja kerja. Geregetan Zoya jadinya. Kenapa tidak bisa cari tempat lain yang lebih nyaman agar bisa lebih leluasa dan tubuh tidak sakit begini setelahnya. "Pentok sini sakit, pentok sana sakit, ya Tuhan ini badan aku sakit banget," keluh Zoya dengan dibantu oleh Gama. Pria itu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen