Setelah satu bulan dalam perawatan intensif, akhirnya Ayu dan bayinya keluar dari dalam rumah sakit. Wanita itu terlihat lebih segar meskipun jalannya masih terlihat tertatih. Ayu, melangkah dengan memeluk manja tangan Faisal, sementara Rianti menggendong bayi tersebut.
Faisal segera membawa Ayu ke kamar depan seperti yang diinginkan oleh istri keduanya. Dia membuka pintu dan membiarkan wanita itu terpukau dengan luasnya kamar yang selama ini dia impikan.
"Ini, beneran Ayu tinggal di kamar ini?" Ayu seakan lupa jika sebelumnya lemas, berbalik dengan wajah berseri-seri.
"Iya, ini kamarmu sekarang." Faisal masuk dengan meletakkan tas koper berisi pakaian wanita itu.
"Mbak Rianti gak marah?" Ayu menatap ke arah istri tua suaminya dengan wajah polos yang seolah-olah merasa tidak nyaman.
"Hanya sebuah kamar, apa yang harus dirisaukan." Rianti tertawa kecil. Dia membawa bayi mungil tersebut ke arah ruang belakang, meninggalkan Faisal dengan istri k
"Bik Wati! Bik Ina! Tolong dong Dewi menangis," teriak Ayu yang masih sibuk dengan nasi padangnya.Tangis bayi itu tidak membuat Ayu bergeming sedikitpun dari makanannya. Gadis itu tetap dengan lahap makan, tanpa menghiraukan tangisan anaknya melainkan menambah keributan dengan berteriak memanggil pembantu rumah.Tak ada seorang pun yang muncul membuat Ayu kesal. Dia mulai meletakkan sendoknya dengan kasar dan bersiap untuk berteriak semakin keras."BI--""Sudah, biar Mas saja yang melihat Dewi." Faisal menyudahi makanannya dan berjalan mendekati bayi itu.Dia mengangkat tubuh mungil Dewi dan menggendongnya dengan kaku. Tentu saja Faisal sudah lupa bagaimana cara menggendong anak bayi, karena itu sudah dua p
Malam harinya, Ayu kembali melancarkan serangan. Dia meskipun masih dalam kondisi baru saja melahirkan, dimana plaster akibat luka caesar belum sepenuhnya pulih, gadis itu sudah tidak dapat menahan keinginannya untuk bermesraan.Ayu mengenakan daster transparan yang ternyata sudah mulai sesak. Gaun yang dulunya berhasil membuat Faisal tergoda, hingga lelaki itu naik ke atas ranjangnya. Gaun kebanggaan dan penuh kenangan bagi gadis itu.Meskipun postur tubuhnya terlihat kurang indah mengenakan gaun tersebut, tetapi Ayu tetep memaksakannya. Dia merendahkan bagian dada, agar pepaya kembarnya yang semakin besar terlihat menggoda."Jangan harap kau bisa kabur malam ini, Mas, meskipun tubuhku belum kembali seperti dulu, tetapi aku yakin masih sanggup membuatmu bertekuk lutut seperti dahulu." Ayu tersenyum puas ke arah cermin."Sekarang waktunya menyusui Ayu, setelah itu aku akan ganti menyusui ayahnya." Ayu tertawa kecil dengan bayangan yang t
"Aku masuk ke dalam kamar dulu, ya," pamit Rianti. "Selamat malam, Mas, Ayu." Rianti berucap santai menutupi gemuruh dalam hatinya. Wanita itu lebih memilih menghindar dari pada harus terbakar emosi, kecemburuan dan amarah. Wanita itu masih bertahan dalam rumah tangga ini - selain dia tidak bisa merelakan wanita lain memenangkan hati Faisal apalagi dengan cara yang memalukan - karena Faisal pun tidak pernah menjatuhkan talak. Pria itu mencukupi semua kebutuhan jasmani dan rohani masih terpenuhi. Rianti memilih masuk ke dalam rumah, melakukan wudhu dan mengenakan mukenanya. Wanita itu berusaha menenangkan hatinya dengan mencari kedamaian di bawah kaki Allah. Hanya dengan doa dan zikir, satu-satunya cara agar dia kuat selama ini, meskipun keinginan untuk menyingkirkan Ayu pun tak kalah mempengaruhi tekadnya. "Ya, Allah berikanlah ketenangan dalam batinku, pikiranku, agar aku hanya boleh memikirkan yang terbaik dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehe
“Selamat siang, Pak Faisal.” Sapaan formal dari suara yang terdengar akrab membuat pria itu menghentikan kesibukannya menandatangani berkas-berkas.Pria itu masih dengan mata yang mengarah pada lembaran kertas, tertegun. Tangannya tanpa sadar gemetaran dan jantungnya berdebar keras. Dia hampir saja tidak berani menengadahkan wajahnya menatap ke asal suara."Pak, ada mas Joko." Agus kepala Bagian akunting yang sedang duduk di depan Faisal, menegur pimpinannya."Joko …." Faisal menengadahkan wajah sambil mendesahkan nama putra sulungnya.Pandangan mata mereka bertemu. Faisal yang dipenuhi dengan kerinduan sekaligus rasa khawatir dalam hatinya, setelah delapan bulan tidak bertemu, hanya bisa menelan ludah melihat tatapan datar dari Joko.Dahulu mata hitam itu begitu bersahabat. Berbinar penuh rasa hormat dan kekaguman hanya untuk dirinya. Joko akan mengucapk
Faisal pulang ke rumah dengan tujuan menenangkan diri. Dia ingin bertemu dengan Rianti, bertanya pada wanita itu tentang banyak hal. Sebesar apakah kesalahan yang telah dia lakukan sehingga maaf itu terasa sukar diberikan oleh Joko. Faisal selama ini tidak pernah bertanya. Dia hanya berasumsi dari sikap tenang Rianti bahwa semuanya baik-baik saja. Isti pertama yang tidak pernah mengeluh, bahkan bersikap tenang di hadapan Ayu yang manja selama kehamilannya. Saat Jelita memutuskan untuk keluar dari kantor dengan alasan mencari pengalaman di tempat lain, dia merasa hal itu wajar. Saat Joko tidak pernah melapor padanya, tetapi melalui manager pemasaran, Faisal mengira jika pria itu sedang sibuk di Sulawesi. “Ada yang terlewat dari semua ini,” gumam Faisal saat mobil baru saja sampai di depan halaman rumah. Pria
“Di mana kamu?” Ayu dengan telepon yang masih menempel di telinganya, membayar ongkos taxi. “Tungguin aku masih baru sampai ini.”Ayu masuk ke dalam mall yang terletak di tengah kota. Pusat perbelanjaan itu masih terlihat sepi, karena baru saja buka. Ayu adalah termasuk pendatang pertama. Gadis itu dengan dandanannya yang mulai berani, berjalan menuju sebuah coffee shop.“Ikka! Dilla!” Ayu berteriak senang.Dia segera berlari kecil menghampiri dua teman yang dulunya pernah akrab dengannya ketika sedang kursus kecantikan. Ika dan Dilla sebelumnya memang tidak pernah jalan dengan Ayu, karena gadis itu selalu menghindar dan pulang duluan untuk kencan diam-diam dengan Faisal.“Eh, tambah bongsor saja kamu,” sapa Ika.
“Kemana saja kau semalaman?” Faisal menatap tajam ke arah Ayu.Gadis itu baru pulang sore hari setelah kemarin seharian tidak ada di rumah. Dia berpamitan menginap dan mematikan handphone tanpa sempat Faisal memberi izin atau pun melarang. Pria itu merasa kesal dan marah pada istri mudanya.“Kan Ayu sudah kirim pesan semalam.”“Lalu kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi?”“Baterinya habis.”“Jangan alasan, Ayu!”“Sudahlah, Mas, yang penting kan Ayu sudah pulang. Mas butuh sesuatu dariku? Apa Mas merindukanku dan ingin meni
“Bapak …,” Rianti sujud di sisi lelaki tua yang terbaring lemah.“Kamu sudah datang, Nduk?” Terdengar getaran di nada bicaranya.“Iya, Pak, Rianti di sini. Bapak kenapa sampai jatuh sakit?” Rianti membelai rambut putih yang mendominasi kepala ayahnya.“Menurutmu kenapa, Nduk?” Pertanyaan itu membungkam bibir Rianti.Hening sejenak menguasai suasana kamar tersebut. Hanya ada helaan napas berat Bapak dan hembusan napas lemas Rianti. Dia menatap ayahnya dengan penuh rasa bersalah. Gara-gara dirinya, pria itu terbujur lemah di peraduan.Rianti pulang segera menuju ke Lumajang, ketika mendapatkan telep