“Maaf, Yang Mulia. Sampai saat ini kami tidak menemukan jejak terkait Pendekar Dunia Arwah yang mengendalikan Siluman Srigala di lembah ini.”Salah satu prajurit arwah Raksha melaporkan hasil pengamatan terbarunya yang nihil seraya duduk bersimpuh di hadapan tuannya. Kesembilan prajurit arwah lainnya yang bersimpuh mengitarinya pun melaporkan kenihilan yang sama.“Apa ada hal lain selain itu?” tanya Raksha masih tidak puas.“Ya, Yang Mulia.” Salah satu prajurit arwahnya menyambut, “Kami menelusuri jejak jenazah kandidat pendekar yang tewas di lembah ini karena serangan siluman srigala saat ujian kandidat pendekar sebelumnya. Hasilnya, tidak ada jenazah yang tersisa.” lanjutnya.“Tidak ada? Maksud kalian jenazah itu menghilang tanpa jejak? Semua jenazah yang dikuburkan itu?” tanya Raksha lebih spesifik.“Ya, Yang Mulia. Tidak ada jejak penggalian kuburan atau tanda-tanda kalau mayat itu terurai.”“….berarti mereka dibangkitkan menjadi prajurit arwah oleh Pendekar Dunia Arwah yang kita
Entah sudah berapa lama Sena melangkah, tetapi langit yang menaungi terasa gelap karena rimbunnya pepohonan yang tengah dia lewati. Matahari yang bertengger di siang kala itu terik dan menyilaukan, tetapi tidak terasa karena diredam oleh dedaunan lebat pepohonan di hutan ini.Dengan menggunakan mata batinnya, Sena dapat melihat benang tipis yang timbul dari gelang kirinya tengah mengarah ke arah timur, yang menunjukkan arah Raksha berada sekarang. Namun setelah sekian lama berlari dan melangkah, rasanya jarak antara dirinya dan Raksha belum juga memendek.Bukannya harusnya lebih cepat karena Raksha juga pasti berjalan menuju kesini?Atau mungkin ada sesuatu yang terjadi pada Raksha?Bagaimana kalau Raksha terkena perangkap atau jadi sasaran Baswara dan gerombolannya lagi?Semua kecemasan yang timbul dan pertanyaan yang mencuat malah membuat Sena khawatir. Langkahnya yang semula pelan kembali dia percepat lagi dengan berlari. Kala itu, dia tidak sadar kalau semak-semak disekitarnya ber
“Hahahahah! Semuanya! Bersiaplah! Si gembel tua itu akan datang! Kita hancurkan dia dengan temannya yang bodoh ini!”Baswara terbahak puas dengan ekspresi bengis. Teman-temannya memaksakan senyum mereka seraya menyeru semangat menyambut antusias tuannya.Di antara gerombolan Baswara yang semangat, hanya Gala yang tampak murung. Dia tidak menyangka kalau Sena akan melawan. Lebih parahnya lagi, dia juga tidak menduga kalau Baswara sampai berani menggunakan racun hanya untuk meredam pemberontakan Sena. Ini benar-benar di luar kendalinya. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan karena dia juga takut dengan Baswara.Di sisi lain, Sena terjembap jatuh. Tidak hanya pandangannya yang buram, tetapi pendengarannya juga lambat laun kian redup. Mulutnya masih komat-kamit memanggil Raksha dengan suara yang kian senyap. Dia memaksakan diri untuk tetap siaga, tetapi semua rasa perih yang timbul memaksa kedua matanya terpejam.Tepat setelah Sena memejamkan matanya
“Ra….cun….Se….na….”Gala memaksakan diri mengucapkan itu walau tubuhnya sudah lemas dan wajahnya membiru karena cekikan kuat Raksha.Raksha merasa ada yang janggal. Dia mengabaikan sejenak amarahnya lalu melepas kasar Gala hingga tubuhnya terjatuh lemas didepannya.Gala terbatuk keras. Mulutnya dia buka lebar-lebar untuk meraup udara yang dia butuhkan. Beberapa menit setelah napasnya kembali stabil, walau tubuhnya masih ringkih dan tidak kuat untuk berdiri, dia memberanikan diri menghadap prajurit arwah yang menatapinya dengan hawa membunuh yang mencekik didepannya.“Itu…penawar racun Sena…..” Gala menunjuk botol kendi yang tergeletak di sebelah tubuh Sena. “Tolong berikan aku waktu untuk memberikannya padanya. Kumohon….setelah itu, kau bebas melakukan apapun padaku….”Raksha mengerling. Apa yang dikatakan Gala benar adanya. Dia pun tidak merasakan adanya hawa membunuh dari Gala, yang berarti Gala tidak sedang berusaha untuk menipunya. Namun dia masih tidak mengerti alasan Gala repot-
“Raksha, jangan kesini!”Sena bangun seraya menjerit dengan wajah yang pucat karena cemas. DI tengah jantungnya yang masih berdegup kencang, dunia yang dia lihat masih setengah buram, tetapi lambat laun kian terlihat jelas. Matanya terbelalak saat wajah Raksha yang ada di sampingnya terlihat begitu jelas dan nyata.“Raksha! Kamu-““Tenang, tenang….” Raksha memegangi Sena yang hampir meraih pundaknya. “Tubuhmu bagaimana? Masih pegal atau nyeri?” tanyanya santai.“Baswara! Mereka menyerang kita! Ini bukan saatnya berleha-leha! Ayo kita pergi dari sini!” Sena beranjak dengan kepala yang masih pusing lalu menarik paksa Raksha untuk pergi entah kemana seperti orang linglung.“Sena, cukup. Tidak ada Baswara disini.” Raksha menenangkan dengan lembut.“Ti-tidak…! Kamu tidak mengerti! Mereka hendak menjebak kita dan-“Mendadak dunia yang Sena lihat seolah jungkir balik. Tubuhnya yang gemetaran mendadak limbung lalu terjatuh. Raksha reflek merangkul Sena agar tidak ambruk.“Uhhh….kepalaku pusin
“Yang Mulia Raksha! Tolong jangan gegabah! Walau mereka lemah, jumlah mereka banyak!” seru Asoka cemas terdengar di dalam kepala Raksha.“Kau punya tugas lain, Asoka. Menyebarlah dengan semua prajuritmu untuk mencari pendekar dunia arwah yang mengendalikan prajurit arwah itu. Pendekar itu pasti tidak mungkin terlalu jauh dari area sini. Biarkan aku yang menjadi umpan.” Perintah Raksha.“I-ini terlalu berbahaya, Yang Mulia. Kita belum tahu pasti kapan kita dapat menemukannya.”“Aku percaya dengan cakar saktimu dan pasukanmu, Asoka.”“….baik, Yang Mulia. Kami pasti akan menangkapnya secepat mungkin!”Raksha mengalihkan perhatiannya pada Sena yang daritadi menatapinya dengan raut muka keheranan. Dia tidak mungkin menggunakan kekuatan Pendekar Dunia Arwah untuk menangkal prajurit arwah yang datang di depan Sena.Sontak lengan kanan Raksha memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans yang perlahan membentuk dua keris kembar. Dia hanya bisa mengandalkan kekuatan pendekar pedang cahaya. Di
Matahari bertengger cukup tinggi di langit, menandakan siang telah tiba. Para prajurit Kanezka berembuk membukakan pintu gerbang menuju padepokan untuk menyambut pendekar muda yang telah berhasil menyelesaikan ujian kedua.Berbeda dengan ujian sebelumnya, Raksha dan Sena kali ini adalah dua pendekar muda yang kembali tiba di padepokan paling pertama. Kedua liontin mereka sudah memancarkan cahaya perak Dewa Kartikeya sehingga mereka sudah dipastikan lulus ujian kali ini.“Kita tiba pertama? Padahal aku mengira sudah ada pendekar lain…” ujar Sena lega bercampur bingung.Baru saja Sena dan Raksha duduk di saung terdekat untuk beristirahat, derap Langkah kaki prajurit Kanezka terdengar riuh dari gerbang. Mereka membawa banyak pendekar muda yang terluka parah dengan luka tebasan, lebam, dan bengkak di sekujur tiap tubuhnya. Liontin mereka pun hancur tidak tersisa. Sebagian dari mereka ada yang tewas.Raut wajah Sena sontak sendu melihat kondisi mengenaskan para pendekar muda yang terluka i
“Ugh….!”Chandra mengerang perih. Darah berlumuran memenuhi zirah dan mantelnya. Para prajurit Kanezka bersamaan memegangi Chandra untuk membantu tabib memulihkan punggung dan kaki Chandra yang robek. Diantara orang-orang yang terluka di tenda ini, bisa dibilang kalau Chandra adalah orang yang lukanya paling parah tetapi masih bertahan hidup.Sena dan pendekar muda lainnya menatap lirih penderitaan Chandra. Namun di sisi lain, Raksha menaruh perhatiannya pada Harsa dan sekumpulan prajurit Kanezka yang ada di pintu tenda kala itu. Tidak ada satupun dari mereka menampikkan sedikit pun rasa empati.Dari tatapan mereka yang dingin terhadap Chandra, Raksha tahu kalau Harsa dan anak buahnya sedang menunggu waktu untuk menangkap Chandra. Dugaan Raksha menguat saat dia melihat beberapa prajurit Harsa membawa rantai perak untuk mengikat Chandra nanti.“Raksha.” Sena tiba-tiba menarik Raksha perlahan sambil berbisik. “…kudengar Padepokan Udayana akan memenjarakan Guru Chandra setelah ujian ini.