“Hahahahah! Semuanya! Bersiaplah! Si gembel tua itu akan datang! Kita hancurkan dia dengan temannya yang bodoh ini!”Baswara terbahak puas dengan ekspresi bengis. Teman-temannya memaksakan senyum mereka seraya menyeru semangat menyambut antusias tuannya.Di antara gerombolan Baswara yang semangat, hanya Gala yang tampak murung. Dia tidak menyangka kalau Sena akan melawan. Lebih parahnya lagi, dia juga tidak menduga kalau Baswara sampai berani menggunakan racun hanya untuk meredam pemberontakan Sena. Ini benar-benar di luar kendalinya. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan karena dia juga takut dengan Baswara.Di sisi lain, Sena terjembap jatuh. Tidak hanya pandangannya yang buram, tetapi pendengarannya juga lambat laun kian redup. Mulutnya masih komat-kamit memanggil Raksha dengan suara yang kian senyap. Dia memaksakan diri untuk tetap siaga, tetapi semua rasa perih yang timbul memaksa kedua matanya terpejam.Tepat setelah Sena memejamkan matanya
“Ra….cun….Se….na….”Gala memaksakan diri mengucapkan itu walau tubuhnya sudah lemas dan wajahnya membiru karena cekikan kuat Raksha.Raksha merasa ada yang janggal. Dia mengabaikan sejenak amarahnya lalu melepas kasar Gala hingga tubuhnya terjatuh lemas didepannya.Gala terbatuk keras. Mulutnya dia buka lebar-lebar untuk meraup udara yang dia butuhkan. Beberapa menit setelah napasnya kembali stabil, walau tubuhnya masih ringkih dan tidak kuat untuk berdiri, dia memberanikan diri menghadap prajurit arwah yang menatapinya dengan hawa membunuh yang mencekik didepannya.“Itu…penawar racun Sena…..” Gala menunjuk botol kendi yang tergeletak di sebelah tubuh Sena. “Tolong berikan aku waktu untuk memberikannya padanya. Kumohon….setelah itu, kau bebas melakukan apapun padaku….”Raksha mengerling. Apa yang dikatakan Gala benar adanya. Dia pun tidak merasakan adanya hawa membunuh dari Gala, yang berarti Gala tidak sedang berusaha untuk menipunya. Namun dia masih tidak mengerti alasan Gala repot-
“Raksha, jangan kesini!”Sena bangun seraya menjerit dengan wajah yang pucat karena cemas. DI tengah jantungnya yang masih berdegup kencang, dunia yang dia lihat masih setengah buram, tetapi lambat laun kian terlihat jelas. Matanya terbelalak saat wajah Raksha yang ada di sampingnya terlihat begitu jelas dan nyata.“Raksha! Kamu-““Tenang, tenang….” Raksha memegangi Sena yang hampir meraih pundaknya. “Tubuhmu bagaimana? Masih pegal atau nyeri?” tanyanya santai.“Baswara! Mereka menyerang kita! Ini bukan saatnya berleha-leha! Ayo kita pergi dari sini!” Sena beranjak dengan kepala yang masih pusing lalu menarik paksa Raksha untuk pergi entah kemana seperti orang linglung.“Sena, cukup. Tidak ada Baswara disini.” Raksha menenangkan dengan lembut.“Ti-tidak…! Kamu tidak mengerti! Mereka hendak menjebak kita dan-“Mendadak dunia yang Sena lihat seolah jungkir balik. Tubuhnya yang gemetaran mendadak limbung lalu terjatuh. Raksha reflek merangkul Sena agar tidak ambruk.“Uhhh….kepalaku pusin
“Yang Mulia Raksha! Tolong jangan gegabah! Walau mereka lemah, jumlah mereka banyak!” seru Asoka cemas terdengar di dalam kepala Raksha.“Kau punya tugas lain, Asoka. Menyebarlah dengan semua prajuritmu untuk mencari pendekar dunia arwah yang mengendalikan prajurit arwah itu. Pendekar itu pasti tidak mungkin terlalu jauh dari area sini. Biarkan aku yang menjadi umpan.” Perintah Raksha.“I-ini terlalu berbahaya, Yang Mulia. Kita belum tahu pasti kapan kita dapat menemukannya.”“Aku percaya dengan cakar saktimu dan pasukanmu, Asoka.”“….baik, Yang Mulia. Kami pasti akan menangkapnya secepat mungkin!”Raksha mengalihkan perhatiannya pada Sena yang daritadi menatapinya dengan raut muka keheranan. Dia tidak mungkin menggunakan kekuatan Pendekar Dunia Arwah untuk menangkal prajurit arwah yang datang di depan Sena.Sontak lengan kanan Raksha memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans yang perlahan membentuk dua keris kembar. Dia hanya bisa mengandalkan kekuatan pendekar pedang cahaya. Di
Matahari bertengger cukup tinggi di langit, menandakan siang telah tiba. Para prajurit Kanezka berembuk membukakan pintu gerbang menuju padepokan untuk menyambut pendekar muda yang telah berhasil menyelesaikan ujian kedua.Berbeda dengan ujian sebelumnya, Raksha dan Sena kali ini adalah dua pendekar muda yang kembali tiba di padepokan paling pertama. Kedua liontin mereka sudah memancarkan cahaya perak Dewa Kartikeya sehingga mereka sudah dipastikan lulus ujian kali ini.“Kita tiba pertama? Padahal aku mengira sudah ada pendekar lain…” ujar Sena lega bercampur bingung.Baru saja Sena dan Raksha duduk di saung terdekat untuk beristirahat, derap Langkah kaki prajurit Kanezka terdengar riuh dari gerbang. Mereka membawa banyak pendekar muda yang terluka parah dengan luka tebasan, lebam, dan bengkak di sekujur tiap tubuhnya. Liontin mereka pun hancur tidak tersisa. Sebagian dari mereka ada yang tewas.Raut wajah Sena sontak sendu melihat kondisi mengenaskan para pendekar muda yang terluka i
“Ugh….!”Chandra mengerang perih. Darah berlumuran memenuhi zirah dan mantelnya. Para prajurit Kanezka bersamaan memegangi Chandra untuk membantu tabib memulihkan punggung dan kaki Chandra yang robek. Diantara orang-orang yang terluka di tenda ini, bisa dibilang kalau Chandra adalah orang yang lukanya paling parah tetapi masih bertahan hidup.Sena dan pendekar muda lainnya menatap lirih penderitaan Chandra. Namun di sisi lain, Raksha menaruh perhatiannya pada Harsa dan sekumpulan prajurit Kanezka yang ada di pintu tenda kala itu. Tidak ada satupun dari mereka menampikkan sedikit pun rasa empati.Dari tatapan mereka yang dingin terhadap Chandra, Raksha tahu kalau Harsa dan anak buahnya sedang menunggu waktu untuk menangkap Chandra. Dugaan Raksha menguat saat dia melihat beberapa prajurit Harsa membawa rantai perak untuk mengikat Chandra nanti.“Raksha.” Sena tiba-tiba menarik Raksha perlahan sambil berbisik. “…kudengar Padepokan Udayana akan memenjarakan Guru Chandra setelah ujian ini.
“Ayo! Bunuh saja aku! Kau pasti ingin memperbudakku menjadi prajurit arwahmu!”Seruan Chandra yang histeris bercampur pasrah itu belum membuat Raksha bergerak untuk menghabisinya.“Aku lebih baik mati ditangan Pendekar Dunia Arwah daripada harus menanggung malu mati mengenaskan di tangan Pendekar Pedang Cahaya! Cepat! Bunuh aku sekarang!” sentak Chandra seraya menunjukkan lehernya.Raksha berpikir sejenak. Dia baru sadar kalau Chandra masih belum tahu kalau pendekar dunia arwah lainnya yang ada dihadapannya itu adalah Raksha. Ketidaktahuan Chandra ini mempermudah rencananya, pikir Raksha.Di tengah racauan Chandra, tiba-tiba Kanuragan Ozora mengalir deras di tubuh Suja sehingga aura ungu kehitaman memendar dari tiap sisi tubuhnya layaknya api yang berkobar hebat. Chandra sontak berhenti meracau dengan tubuh gemetaran. Dari aura Kanuragan Ozora yang menekan dan hawa membunuh yang kuat ini, Chandra sadar kalau yang ada di hadapannya itu bukanlah Pendekar Dunia Arwah biasa.Chandra berlu
“Ahh…” Sena terbaring di padang rumput dengan tubuh yang panas dan penuh keringat. Setelah Latihan silat hampir setengah hari tanpa henti dengan Raksha, akhirnya dia mengistirahatkan tubuhnya sejenak seraya mengatur napasnya.Sena sejenak memejamkan matanya. Walau hembusan angin yang sejuk yang menenangkan jiwa dan raganya, dia tidak bisa menyembunyikan kecemasannya untuk menghadapi ujian akhir yang akan diadakan dua hari dari sekarang.Raksha kala itu tengah duduk di sebelah Sena yang tengah terbaring. Tubuhnya dipenuhi keringat seperti Sena, tetapi dia masih bugar karena Kanuragan Ozora di dalam tubuhnya menyokong sebagian besar staminanya. Dia pura-pura terlihat lelah agar Sena tidak curiga.Semenjak Raksha dan Chandra memutuskan untuk bekerja sama, Raksha mengerahkan Asoka untuk menyelinap ke ruangan guru besar Padepokan Udayana, yakni Krisnobroto, untuk memantau rencana mereka terhadap Chandra.Sampai saat ini belum ada kabar sehin