Home / Lainnya / Dendam Wanita Teraniaya / Bab 5 hanya orang kecil

Share

Bab 5 hanya orang kecil

Author: Hapyhapy
last update Last Updated: 2025-09-20 16:01:26

Kirana melirik uang itu sekilas, lalu menatap Gauri tajam, “Saya tidak butuh uang anda, Nyonya, ambil kembali, dan saya tidak akan menyerah, saya akan tetap menuntut keadilan, saya ingin anak anda dan teman-temannya dihukum!”

Rahang Gauri mengeras, tidak menyangka gadis miskin ini keras kepala.

“Gadis Bodoh.” Suara Gauri teredam, dia menahan kekesalannya, “Saya datang jauh-jauh kesini dengan itikad baik dan menyelesaikan masalah dengan damai, percuma kamu bersikeras membuat tuntutan, kalian tidak akan mendapatkan apa-apa, lagipula tidak ada seorang pengacara pun yang akan  membantu kalian.”

Tangan Kirana yang terkulai mengepal sampai kulitnya memutih.

“Anda sebaiknya pergi dari sini!” hardik Kirana penuh amarah.

Gauri mendesah lalu memutar bola matanya, “Sudah miskin, belagu lagi.” Dia memberi isyarat pada pengawalnya untuk mengambil kembali koper yang terletak di meja.

Sebelum melenggang pergi, Gauri memberi tatapan meremehkan pada ibu dan anak itu.

Dia mencibir, “Terserah, kalau kalian tidak mau menerima uang ini, saya ambil kembali, saya tidak peduli kalian mau berbuat apa, yang jelas kalian sendiri yang akan rugi.”

Dengan kata terakhir itu, Gauri pun melangkah pergi.

Gauri masuk ke dalam mobil mewahnya, duduk dengan anggun di kursi penumpang.

Sungguh orang-orang yang merepotkan,  sudah miskin tidak tahu diuntung lagi. Gauri mencibir dalam hati lalu mendengkus.

Menuntut keadilan apa? Mereka pikir di dunia ini ada yang namanya keadilan. Keadilan hanya ada bagi mereka yang berduit.

Mobil melaju meninggalkan pemukiman sempit itu, bahkan sopir harus hati-hati mengendarai mobilnya agar tidak tergores tembok.

Gauri ingin cepat-cepat meninggalkan pemukiman kumuh ini,  ini semua karena putranya yang nakal itu, dia harus rela datang ke tempat seperti ini. 

Mahesa!   Kamu selalu saja berbuat masalah.

__

Sepeninggal orang-orang itu, tubuh Kirana merosot, napasnya memburu menahan luapan emosi.

Kinasih langsung merangkulnya, “Kita ini begitu rendah di mata orang-orang kaya itu, kita layaknya semut kecil yang menggerayang di kaki mereka. Merasa terganggu, mereka tinggal menghempas kita dengan satu kibasan, betapa tidak ada artinya kehidupan orang kecil seperti kita, bahkan untuk mendapatkan keadilan pun begitu sulit.” Air mata Kinasih semakin berderai.

Apa yang dikatakan ibunya memang benar, mereka hanyalah orang miskin biasa, tanpa uang tanpa kekuasaan atau jabatan.  Akan sulit melawan orang-orang yang memiliki segalanya,   lalu apakah Kirana harus menyerah karena hal itu.

__

  Pagi itu, saat Dipta datang ke rumah Kirana dia membawa dua kabar buruk.

Pertama, Dipta mengatakan kalau teman-teman kampus tidak ada yang mau ikut-ikutan berorasi.

“Mereka mengatakan ingin lulus kuliah dan   hidup dengan tenang, mereka tidak ingin di DO, dan rektor juga tidak memberi ijin untuk berorasi.” Dipta menjelaskan.

Kirana menunduk, merapatkan bibirnya, dia dapat mengerti ketakutan para mahasiswa itu, mereka tidak mau bermasalah atau berurusan dengan keluarga Mahesa dan geng-nya. Mereka lebih cari aman daripada ribet.

“Kiran.”

Panggilan Dipta membuat Kirana mendongkak dan menatap ke arahnya.

“Tadi aku mendapat kabar kalau Hani meninggal.” 

Kirana terkejut mendengar berita itu, dia langsung terbayang wajah Hani yang lugu, senyumnya yang polos dan Hani yang penakut.

Hani adalah teman baiknya, tapi, terus terang Kirana merasa kecewa padanya, biar bagaimanapun Hani ikut andil atas kejadian yang menimpa Kirana.

Dia ingin bertanya kenapa Hani begitu tega padanya, tapi sekarang temannya itu sudah pergi untuk selamanya, pergi secara mendadak.

“Saat ini Arumi pergi ke rumah orangtua Hani untuk melayat, rencananya hari ini aku juga akan ke sana.” Ada jeda sejenak sebelum Dipta melanjutkan dengan hati-hati, “Apa kamu mau sekalian ikut?”

Kirana menggeleng, untuk saat ini dia tidak ada tenaga untuk menghadapi dunia luar.

Dipta tidak bertanya lagi, dia mengerti.

“Maaf, Kiran, ternyata aku teman yang tidak berguna.” Tiba-tiba Dipta berkata seperti itu, wajahnya penuh penyesalan.

Kirana memandang sahabatnya dengan tatapan lembut, “Jangan berkata seperti itu, aku tahu kamu sudah berusaha.”

Dipta tersenyum kaku. Andai saja dia seperti si Mahesa yang memiliki orangtua sangat kaya, Dipta pasti bisa membantu Kirana dan menyewa pengacara terbaik.

Namun, keluarga Dipta hanya seorang pengusaha roti sederhana, sangat jauh dibandingkan dengan keluarga Mahesa.

__

“Jadi tidak ada seorang pun yang bisa membantu kita saat ini?” Kinasih menghentikan kegiatannya yang sedang memetik kangkung, tatapannya menerawang, matanya mulai berkaca-kaca.

Kirana hanya bisa memberi anggukkan sebagai respon.

Kinasih menghela napas panjang, dia menyentuh tangan putrinya, “Orang kecil seperti kita memang sulit mendapatkan keadilan, maaf, Kiran, sebagai orangtua ibu memang tidak berguna.” Kinasih terisak, lagi-lagi dia menangis.

Kirana menggeleng, kali ini dia yang menggenggam tangan sang ibu, “Tidak, Bu, jangan bicara seperti itu, hati Kiran sakit mendengar Ibu bicara begitu, percayalah, Bu, Tuhan tidak akan tinggal diam mereka pasti akan mendapatkan balasannya.”

Ibu dan anak itu kembali berpelukan, saling menguatkan.

__

Karena tidak ada yang membantu, bukan berarti Kirana akan diam saja. 

Kirana nekad untuk melakukan orasi di depan kampus walau harus sendirian, sebenarnya tidak sendiri, ada sang ibu yang ikut bersamanya, walau sudah dilarang, Kinasih bersikukuh ingin ikut.

Kirana dan Kinasih membawa kertas karton besar dengan tulisan ‘Aku ingin keadilan ditegakkan dan Mahesa, Arga dan Nicholas harus dihukum.’

Ibu dan anak itu berdiri di depan halaman kampus, mengangkat poster sederhana itu tinggi-tinggi.

Tiba-tiba Arumi dan Dipta bergabung, mereka juga membawa poster sederhana buatan tangan dengan tulisan ‘penjarakan Mahesa, Arga dan Nicholas, mereka kriminal harus diadili dan keadilan untuk Kirana'

Walau cuaca sedang panas terik, tidak menyurutkan semangat keempat orang itu demi mendapat keadilan, mereka tetap teguh berdiri dengan tangan diangkat tinggi.

Lalu, apakah para Mahasiswa lain mulai bersimpatik? Tidak, mereka tidak peduli, benar-benar tidak ada yang peduli.

Sebagian hanya melirik sekilas lalu melanjutkan kegiatan mereka, ada juga yang hanya sekedar menonton.

Tak berapa lama beberapa polisi datang menghampiri Kirana dan yang lainnya, menggiring mereka  ke mobil patroli.

“Pak! Kami bukan pelaku kriminal! Kami hanya ingin menuntut keadilan!” Dipta berusaha berontak, tapi para polisi itu tidak peduli.

Untuk Kirana dan Ibunya, juga Arumi, mereka memilih pasrah saja.

__

Setelah setengah hari di kurung dalam sel, salah seorang polisi datang membuka pintu besi dan berkata, “Yang namanya Arumi dan Dipta, kalian keluarlah!”

Arumi dan Dipta bangkit, melangkah perlahan menuju pintu sel, sebelum mereka keluar, Arumi juga Dipta  memandang Kirana dan Kinasih dengan khawatir.

Kirana memberi isyarat pada dua temannya kalau dia akan baik-baik saja.

Orangtua Arumi langsung merangkul nya saat melihat dia keluar dari sel.

“Kenapa membuat masalah.” Ibu Arumi berbisik ke telinga anaknya.

“Arumi tidak buat masalah, Arumi ingin membantu teman.” Dia membela diri, yang langsung mendapat pelototan dari sang Ibu. 

Hal yang sama di alami oleh Dipta.

“Kamu jangan ikut campur urusan orang lain, daripada kamu mendapat masalah lebih baik diam.” Marina, Ibu Dipta menasehati.

“Ibu, Dipta ingin membantu teman.”

“Sudah! Benar yang dikatakan Ibumu jangan ikut campur.” Purwa sang ayah ikut memberi nasehat.

Dipta mendesah, kenapa kedua orangtuanya ini tidak mengerti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 7 Ajakan untuk menikah

    __Saat Kirana membuka matanya, yang pertama dia lihat adalah ruangan putih. Rupanya dia ada di klinik dan terbaring di brankar.“Kirana, gimana keadaan kamu sekarang?” Dipta menghampiri saat melihat Kirana sudah sadar, ekspresinya khawatir.“Sedikit pusing.” Kirana menjawab dengan suara lemah.Jari-jari Dipta mulai bergerak untuk memijat pelan bagian dahi kirana.Seorang Dokter perempuan bersama Suster datang keruangan sambil membawa hasil pemeriksaan.Dokter wanita itu mengambil kertas laporan yang disodorkan Suster. “Nona Kirana, dari hasil pemeriksaan medis, ternyata anda sedang mengandung dengan usia janin lima minggu.”Bagai disambar petir, suara Dokter wanita terasa menggelegar di telinganya. Kata-kata Dokter terus berulang-ulang di kepalanya.Kirana hanya bisa tercenung, Dipta juga hanya bisa terdiam, mencerna kata-kata sang Dokter.Dipta melirik ke arah Kirana dengan tatapan iba.“D_Dokter, mungkin anda salah mendiagnosis.” Kirana berusaha bicara walau lidahnya kelu.“Sama

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 6 Ibu telah pergi

    Setelah satu hari satu malam berada dalam sel, polisi akhirnya membebaskan Kirana dan Kinasih, tapi dengan syarat harus menandatangani surat perjanjian kalau mereka tidak akan membuat masalah lagi.Mereka dengan terpaksa menandatangani surat itu dari pada harus terus menginap dalam sel.Kirana baru sampai ke rumahnya saat ada sms masuk ke nomornya, pihak kampus menyuruh Kirana untuk datang.__Saat Kirana datang ke ruangan rektor, tanpa basa-basi rektor kampus yang bernama Pak Jacky itu langsung menyodorkan sebuah kertas ke hadapan Kirana.Dia mengambil kertas itu dan membaca isinya, kesimpulannya adalah itu surat pernyataan kalau beasiswa Kirana dicabut dan dia dikeluarkan dari kampus. Tangan yang memegang kertas langsung gemetar setelah selesai membaca surat itu. Kirana menatap sang rektor dengan ekspresi tak percaya.“Maaf, kami harus melakukan hal itu pada anda, ini sudah merupakan keputusan semua pihak.” Hanya itu yang dikatakan Pak Jacky. Tanpa memberi keterangan yang lain

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 5 hanya orang kecil

    Kirana melirik uang itu sekilas, lalu menatap Gauri tajam, “Saya tidak butuh uang anda, Nyonya, ambil kembali, dan saya tidak akan menyerah, saya akan tetap menuntut keadilan, saya ingin anak anda dan teman-temannya dihukum!”Rahang Gauri mengeras, tidak menyangka gadis miskin ini keras kepala.“Gadis Bodoh.” Suara Gauri teredam, dia menahan kekesalannya, “Saya datang jauh-jauh kesini dengan itikad baik dan menyelesaikan masalah dengan damai, percuma kamu bersikeras membuat tuntutan, kalian tidak akan mendapatkan apa-apa, lagipula tidak ada seorang pengacara pun yang akan membantu kalian.”Tangan Kirana yang terkulai mengepal sampai kulitnya memutih.“Anda sebaiknya pergi dari sini!” hardik Kirana penuh amarah.Gauri mendesah lalu memutar bola matanya, “Sudah miskin, belagu lagi.” Dia memberi isyarat pada pengawalnya untuk mengambil kembali koper yang terletak di meja.Sebelum melenggang pergi, Gauri memberi tatapan meremehkan pada ibu dan anak itu.Dia mencibir, “Terserah, kalau kal

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 4 Kompensasi

    “Mereka benar-benar baj**gan!” Dipta mengumpat, wajahnya merah padam, “Mentang-mentang mereka anak orang kaya, mereka bisa bertindak seenaknya.Dipta dan Arumi saat ini sedang berada di rumah Kirana ingin melihat keadaan temannya itu. Tapi mereka malah dikejutkan dengan kabar kalau kasus Kirana ditutup.Dipta benar-benar murka dan tak habis pikir.“Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan, Kiran?” Itu Arumi yang bertanya, tangannya tak henti-henti mengelus bahu Kirana.“Pokoknya aku akan menuntut keadilan! Aku tidak ingin diam begitu saja, para ba**ngan itu harus dihukum atas perbuatan mereka!” Kirana berkata tegas, tatapannya tajam.“Aku akan selalu mendukungmu, ya walaupun bantuanku hanya sebatas sebagai saksi,” ucap Dipta.“Aku juga,” timpal Arumi.“Tapi apakah kita bisa melawan mereka.” Kinasih datang dari dalam dapur, di tangannya membawa nampan berisi minuman. Dia meletakkan nampan di atas meja lalu ikut duduk di sofa.“Kita bisa meminta bantuan teman Mahasiswa untuk berorasi,”

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 3 Tidak mendapat keadilan

    Arumi menatap Kirana dengan prihatin, dia ikut merasakan sakit atas penderitaan teman baiknya.“Syukurlah kamu sudah bangun Kiran.” Dipta muncul dari balik gorden bersama dengan dua orang polisi yang berdiri di belakangnya.Kirana menatap kedua petugas polisi itu.“Kami datang ke sini karena menerima laporan telah terjadi tindak kriminal kekerasan dan pel**ehan,” ucap salah seorang petugas.“Dipta yang pergi ke kantor polisi dan melapor.” Arumi berujar di telinga Kirana, dia terus-menerus mengelus rambut sang sahabat.“Kami datang kesini untuk meminta keterangan lebih lanjut.” Sang polisi kembali berujar, “Tapi jika Nona belum siap untuk memberikan keterangan, pihak kami akan menunggu sampai anda siap.”“Saya siap.” Kirana berujar dengan nada paraunya, walaupun demikian ada ketegasan dalam nadanya.Dengan sinyal dari ucapan Kirana, maka kedua polisi itu mulai mengajukan beberapa pertanyaan.Walau dengan rasa sakit yang teramat sangat, Kirana berusaha kuat meski harus mengingat kemba

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 2 Malam yang panjang

    DWT 2Setelah Hani pergi, Mahesa menemui dua temannya yang berada di belakang tembok gudang, mereka sedang merokok.“Kamu yakin dia bakalan datang?” tanya Nicholas, asap putih mengepul dari mulutnya.“Tenang saja, dia pasti datang.” Mahesa bersender di tembok.Nicholas dan Arga saling menatap lalu menyeringai, “Malam ini kita akan bersenang-senang,” ucap Arga sambil terkekeh.__Kirana langsung memarkirkan sepedanya sembarangan saat dia sampai di depan gudang kampus.Dia heran, kemana satpam kampus yang berjaga malam, kenapa mereka tidak ada, Kirana langsung berjalan ke arah pintu gudang.Katanya terkunci dari luar, tapi ternyata tidak ada kunci yang tergantung, alis Kirana mengernyit heran. Dia mendorong pintu lalu masuk.Karena tempat ini adalah gudang yang terbengkalai, saat Kirana masuk dia disambut dengan bau apek, keadaan ruangan gelap.Kirana mengeluarkan HP-nya dan menyalakan senter untuk penerangan.Tiba-tiba terdengar suara pintu ditutup.Kirana berbalik memandang ke arah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status