Share

Baper

Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?

Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?

Drrrt drrrt.

Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.

“Mami?”

Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.

Mami       : Luna?

Mami       : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?

Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Maminya di sana.

Mami       : Luna? Kok diam?

Luna          : Luna gapapa kok, Mi.

Mami       : Beneran, Nak? Perasaan mami gak enak dari semalam.

Luna          : Iya, Mi. Luna baik-baik aja kok. Mami gak perlu khawatir.

Mami       : Syukurlah kalau memang begitu, Nak.

Mami       : Kamu masih menginap di rumah Fika?

Luna          : Iya, Mi. Luna masih menginap di rumah Fika kok.

Mami       : Ya sudah kalau begitu. Salam ya untuk tante Sayla.

Luna          : Iya, Mi. Nanti Luna sampaikan salamnya mami untuk tante Sayla.

Mami       : Ya sudah, mami mau berangkat dulu ya, Sayang?

Luna          : Iya, Mi. Mami hati-hati ya.

Mami       : Pasti, Sayang. Kamu juga jaga diri kamu baik-baik ya. Jangan sampai telat makan.

Luna          : Iya, Mami.

Mami       : Awas nanti maag kamu kambuh kalau telat makan.

Luna          : Iya, Mami. Luna gak akan telat makan kok. Mami tenang aja ya?

Mami       : Ya sudah mami matikan ya?

Luna          : Iya, Mi.

Tut

Panggilan pun berakhir, Luna menghela napasnya panjang. Memang sulit untuk berbohong kepada maminya itu. Tapi ia tidak mau membuat maminya itu khawatir jika tahu Luna ada di Rumah Sakit.

Sekarang jam berapa ya? Oh, jam 7 pagi. Kaka juga masih tidur, kasihan banget dia harus tidur di atas sofa kecil begitu. Kenapa dia gak pulang aja sih? ‘Kan gue jadi gak enak karena selalu ngerepotin dia selama ini.

Ting

Ting

Ting

Terdapat notif direct message di aplikasi IG milik Luna. Luna pun segera membuka pesan itu.

Bryan        : Selamat pagi, Luna.

Bryan        : Apa kabar?

Bryan        : Semoga lo baik aja ya? Karena semalam di kampus lo itu mati lampu.

Luna tersentak kaget, kenapa pria ini selalu tahu?

Bryan        : Online ya, Luna?

Bryan        : Gue kepikiran sama lo, Luna.

Bryan        : Lo ‘kan gakbisa di tempat gelap.

Bryan        : Semoga lo semalam udah pulang ya sebelum mati lampu itu.

Lagi-lagi dia tahu semuanya? Dari mana dia tahu kalau gue gak bisa di tempat gelap? Apalagi di kamar mandi? Benar-benar misterius pria ini. Gue bingung harus balas apalagi kalo dia DM lagi.

Bryan        : Semoga hari lo menyenangkan ya, Luna.

Luna          : Dari mana lo tahu?

Bryan        : Maksudnya gimana, Luna?

Luna          : Dari mana lo tahu kalo gue gak bisa di tempat gelap?

Bryan        : 😊 Gue udah berulang kali bilang ‘kan sama lo?

Bryan        : Gue itu tahu semuanya tentang lo, tentang kisah hidup lo.

Bryan        : Bahkan gue tahu dulunya lo itu seperti apa, Luna.

Bryan        : Apa saja yang pernah lo alami.

Bryan        : Kejadian perih ketika lo masih kecil.

Bryan        : Gue tahu semuanya, Luna.

Luna semakin kaget membaca pesan itu. Ia hanya membaca pesan dari Bryan itu. Entah kenapa bulu kuduknya ikut meremang. Ia sangat takut dengan sosok misterius ini. Bagaimana bisa pria ini mengetahui segala phobia-nya? Bagaimana bisa ia tahu masa lalu Luna. Terlebih ia bilang tahu bagaimana masa kecil Luna? Sedangkan Luna sendiri selalu sendirian sejak kecil. Ia memang tidak dapat akrab dengan orang lain. Hanya Fika, sahabat satu-satunya yang ia miliki selama ini.

Bryan        : Karena gue tahu semuanya tentang lo.

Bryan        : Gue mau melindungi lo, Luna. Gue gak bisa lihat lo disakiti lagi.

Luna          : Kalo begitu, berhenti hubungi gue lagi.

Bryan        : Gue gak bisa kalo itu, Luna.

Bryan        : Karena emang takdir kita untuk bertemu. Dan takdir gue itu untuk melindungi lo.

Bryan        : Karena itu, gue gak bisa kalau disuruh berhenti untuk hubungi lo.

Luna          : Maksud lo gimana?

Bryan        : Karena kita itu ditakdirkan untuk bersatu, Luna.

Luna hanya membaca pesan itu lagi. Dia sudah kehabisan kata-kata lagi. Lalu ia meletakkan ponselnya di atas nakas.

Udah stress ini orang gue rasa. Yang bener aja? Masa iya gue sama dia ditakdirkan untuk bersama? Dia itu siapa? Bisa-bisanya langsung ngomong begitu? Makin ngeri aja asli kalo begini caranya.

Saat sudah selesai melamun, ia baru sadar jika sejak tadi ada yang memperhatikannya. Luna langsung menoleh ke arah Rafka. Rafka tampak sedang memperhatikan Luna, sontak Luna menjadi salah tingkah karena tatapan Rafka itu padanya.

“Ka? Udah bangun?”

“Hmm, lo butuh sesuatu?” tanya Rafka. Luna pun menggelengkan kepalanya.

“Lo mau sarapan?” tanya Rafka kembali. Mendengar itu, Luna langsung nyengir memperlihatkan deretan giginya.

“Iya, hehehe. Gue laper sebenernya. Tapi gak mau makanan rumah sakit, gak enak rasanya,” jawab Luna seraya terkekeh pelan.

“Mau makan apa?”

“Engh? Sandwich?”

“Oke, tunggu.”

Rafka pun berdiri kemudian saat itu akan ke luar kamar, Luna memanggilnya.

“Ka!” panggil Luna. Rafka pun membalikkan tubuhnya.

“Makasih ya, maaf kalo ngerepotin,” ucap Luna kemudian. Rafka hanya menggelengkan kepalanya lalu ia pun pergi ke luar kamar Luna.

Kenapa gue selalu ngerepotin dia sih ☹

Ting

Ting

Ting

Terdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya itu di atas nakas. Kemudian ia membaca siapa yang mengirimnya pesan. Senyum seketika mengembang di wajahnya.

Mr. A        : Selamat pagi, Mrs. L.

Mr. A        : Udang bangun kah?

Mr. A        : Apakah kamu baik-baik saja?

Luna          : Pagi, Mr. A.

Luna          : Aku udah bangun dong.

Luna          : Aku lagi ada di rumah sakit nih ☹

Mr. A        : Rumah sakit?

Luna          : Iya, aku jatuh pingsan kemarin.

Mr. A        : Karena?

Luna          : Mati lampu dan aku lagi di kamar mandi.

Mr. A        : Kamu ada trauma kah?

Luna          : Iya, aku trauma sama gelap apalagi di kamar mandi.

Luna          : Karena dulu ketika kecil aku pernah dikurung sama papi di dalam kamar mandi.

Luna          : Selain dikurung, lampunya juga dimatikan saat itu.

Luna          : Aku sampai menggigil kedinginan.

Luna          : Aku coba menggedor pintu tapi tak ada repson sama sekali.

Luna          : Entah kenapa trauma itu terus menghantuiku.

Luna          : Akan sulit untuk disembuhkan sepertinya.

Luna          : ☹

Mr. A        : Memang trauma itu sulit untuk disembuhkan.

Mr. A        : Semoga traumamu nanti sembuh ya.

Luna          : Terima kasih 😊

Mr. A        : Ada yang mau kamu ceritakan ke saya?

Luna          : Tentang si Bryan itu lagi.

Luna          : Kemarin aku bertemu dengannya secara langsung.

Mr. A        : Bertemu?

Mr. A        : Di mana?

Luna          : Di kantin kampus.

Luna          : Dia tahu segalanya tentang aku.

Luna          : Dia tahu masa laluku.

Luna          : Bahkan dia tahu tentang mami dan papi.

Mr. A        : Dari mana dia tahu?

Luna          : Aku juga gak tahu.

Luna          : Dia gak mau bilang.

Luna          : Dia Cuma bilang kalo dia mau melindungiku.

Luna          : Karena dia takdir aku, bahkan dia bilang takdir kita itu untuk bersama.

Mr. A        : Hmm.

Mr. A        : Sudah kamu tidak perlu lagi terlalu memikirkannya.

Mr. A        : Pikirkan dulu kesehatanmu itu.

Luna          : Iya, Mr. A.

Mr. A        : Cepat sembuh ya 😊

Luna          : Terima kasih 😊

***

Sore harinya, Luna sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Ia pun berjalan ke luar kamarnya. Rafka mengikuti di belakangnya.

“Ka, jangan di belakang gue sih.”

“Kenapa?” tanya Rafka.

“Ya jalan di samping gue ‘kan juga bisa, Ka,” jawab Luna.

Ya kali lo di belakang gue? Canggung banget gue yang ada nantinya.

Rafka pun akhirnya menuruti kemauan Luna, ia pun berjalan di samping Luna.

“Makasih ya, Ka, lo udah nungguin gue di rumah sakit.”

“Hm,” gumamnya singkat.

“Lo kenapa hobi banget sih gumam begitu? Kan bisa jawab apa kek gitu,” protes Luna pada Rafka. Ia sebenarnya sangat gregetan dengan gumaman singkat Rafka itu.

“Maaf,” ucap Rafka singkat. Luna kaget mendengar ucapan Rafka.

“Eh? Jangan gitu juga, Ka. Masa lo harus minta maaf sih?” tanya Luna. Ia merutuki ucapannya tadi ke Rafka.

“Gapapa.”

“Maaf, gue gak maksud untuk mengatur lo. Ish, maaf banget ya, Ka?” Luna merutuki perbuatannya.

Gue siapanya dia? Kenapa tadi gue bisa-bisanya protes sama ucapannya dia? Haduh bego lo, Luna! Kenapa lo kayak gitu ke dia? Ya terserah dia lah mau ngomong apa kek. Malah lo sok ngatur segala.

“Gak usah merutuki diri sendiri,” ucap Rafka. Luna tersentak kaget, ia pun lalu menoleh ke arah Rafka. Netra mereka pun bertemu.

“Maafin gue, gak seharusnya gue kayak gitu ke lo,” ujar Luna seraya menundukkan kepalanya.

“Udah, lupakan,” ucap Rafka kemudian. Mereka sudah sampai di depan lift. Rafka pun menekan tombol ke bawah.

Ting.

Tak lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Rafka mempersilahkan Luna untuk masuk terlebih dahulu. Lalu ia menyusul Luna masuk ke dalam lift. Mereka berdua pun hanya terdiam selama berada di dalam lift. Tak lama kemudian pintu lift terbuka. Luna pun segera ke luar lalu diikuti oleh Rafka.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status