Saat Tasya keluar dari kamar Mira, dia melihat Bima dan Intan sedang mengobrol di ruang makan. "Semoga aja Mama segera sembuh, ya, Mas?" ucap Intan. "Intan," tegur Tasya membuat keduanya menoleh ke arahnya. "Ada apa, Tasya?" tanya Intan. "Lain kali kamu nggak perlu lah ajak Mama jalan-jalan kayak tadi," protesnya. Intan mengernyit heran. "Loh, kenapa? Bukannya bagus, ya? Kan memang harusnya begitu biar tulang Mama tuh nggak kaku. Itu melatih tulang punggungnya juga. Selain itu Mama juga butuh sinar matahari pagi biar Mama cepat sembuh." "Kalau mau Mama cepat sembuh itu ya di bawa ke dokter, ke ahlinya. Bukan cuman diliatin sama kamu yang nggak tahu apa-apa tentang kesehatan. Bukannya sembuh yang ada nanti Mama malah lama sembuhnya." "Tasya, kamu tuh apa-apaan, sih?" tegur Bima yang tak kuasa melihat sikap Tasya pada istrinya. "Kenapa?" "Bisa nggak sih kamu sopan sedikit sama Intan? Walaupun usia
Hari-hari terus berlalu. Tanpa terasa dua Minggu sudah berlalu sejak Mira kecelakaan. Selama Mira sakit, Bima dan Intan lah yang bergantian merawat orang tua itu. Mulai dari memberinya makan, minum obat, memandikannya, menemaninya jalan-jalan hingga berkonsultasi dengan dokter ke rumah sakit. Dua anaknya yang lain, Tasya dan Mischa, tidak begitu terlihat merawat Mira. Tasya hanya datang sesekali untuk menjenguk, kadang dia datang bersama anaknya, Keisya. Sedangkan Mischa belakangan ini tak pernah menampakkan batang hidungnya ke rumah. Jika Bima hubungi alasannya sibuk. Bima tak ambil pusing soal Mischa. Sejak video skandal adik bungsunya itu beredar, dia mengerti itu adalah masalah yang sangat fatal buat Mischa karena berpengaruh terhadap kariernya ke depan. Dan mungkin saat ini Mischa sibuk mengurusi hal itu. Bima hanya bisa membantu Mischa dengan cara tidak memberitahu ibunya tentang masalah video skandal memalukan itu. Dan membantu doa dari jarak jauh. Di balik tragedi memil
"Mama kenapa dari tadi diam aja? Mama marah, ya, sama aku?" tanya Intan saat menyuapi orang tua itu makan.Mira melirik Intan tajam. Melihat gelagat ibu mertuanya, Intan paham beliau pasti marah. Tapi apa yang membuatnya marah?"Mama marah kenapa? Aku minta maaf, ya?" ucap Intan lagi. "Kenapa kamu usir teman Mama? Lancang kamu, tuh!" Mira tak kuasa lagi menahan kekesalannya yang dia pendam sejak tadi. Mendengar itu, Intan tersenyum. "Jadi Mama marah karena itu?"Mira menatap Intan tak habis pikir. "Karena itu kamu bilang? Fara itu kolega bisnis Mama, dia orang penting dan dia udah berbaik hati datang menjenguk. Harusnya kita tunggu aja dia pulang sendiri. Jangan kamu usir begitu. Gimana sih kamu? Kalau dia marah dan tersinggung bagaimana?"Intan menghela napas. "Maaf, Ma, tapi aku nggak bermaksud mengusir teman Mama. Lagi pula kan memang benar, jam waktunya udah habis. Aku cuman nggak mau Mama telat makan ga
"Saya syok banget loh waktu dengar Jeng Mira kecelakaan waktu itu ...."Ketika Mira dan Intan balik dari jalan-jalan di taman, Fara, kolega bisnisnya Mira rupanya sudah menunggu di ruang tamu. Kali ini dia sendiri saja, tidak bersama suaminya. Katanya kedatangannya kali ini ingin menjenguk Mira.Karena Mira sakit, Intan mengizinkan ibu mertuanya itu mengobrol di kamar saja. Yang mana Fara juga ikut masuk ke kamarnya. Dan di sinilah mereka bercakap-cakap.Fara duduk di samping "Katanya kan kamu mau jenguk Maya ke rumah sakit, tapi saya tunggu-tunggu nggak sampai-sampai juga. Sampai saya dapat kabar kalau kamu ternyata kecelakaan parah sampai harus di operasi. Maaf, ya, waktu itu saya nggak bisa langsung jenguk kamu."Mira tersenyum. "Iya nggak papa, saya ngerti, kok. Kamu pasti sibuk jaga Maya juga. Kan waktu itu Maya masih di rumah sakit. Oh iya gimana keadaan Maya sekarang?""Alhamdulillah dia udah sembuh dan udah pulang ke rum
"Selamat pagi, Mama." Jika biasanya setelah suaminya pergi bekerja, hal pertama yang Intan lakukan adalah beres-beres rumah atau menyiapkan sarapan untuk orang rumah. Namun, kali ini hal pertama yang dia lakukan adalah menjenguk Mira di kamarnya. Kebetulan ketika Intan masuk ke kamar, orang tua itu sudah membuka mata. Intan membuka gorden dan jendela kamar itu. "Gimana tidurnya tadi malam, Ma? Nyenyak?" tanya Intan seraya berjalan mendekati ranjang dan duduk di samping Mira. Tapi Mira hanya diam menatapnya. "Apa yang Mama rasakan?" "Tadi malam Mama mimpi," beritahu Mira. "Oh iya? Mimpi apa?" "Mimpi kecelakaan ...." Jawaban Mira membuat Intan tertegun. Perasaannya tidak nyaman. Dan dia merasa sedikit menyesal karena sudah bertanya. " .... Kecelakaan itu lagi," sambung Mira. Intan masih membisu. Ibu mertuanya mengalami seperti apa yang Intan alami selama ini. Kejadian buruk ber
Malam itu, Mischa kembali mendatangi club malam. Bukan untuk mabuk-mabukan, melainkan mencari sosok yang telah menjebaknya. Lelaki yang sudah tega melakukan perbuatan keji itu padanya. "Sampai ke ujung dunia pun lo bakal gue kejar," gumam Mischa saat mengedar pandang ke arah dance floor di mana para pengunjung berjoget ria, menikmati malam. Meski malam kemarin dia mabuk, Mischa masih bisa mengingat jelas wajah lelaki berengsek itu. Mischa tahu mungkin tak mudah mencarinya, tapi dia tak akan menyerah dan setidaknya ini yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Saat dia sibuk memperhatikan para pengunjung laki-laki, satu per satu, dia malah melihat Sasa dan yang lainnya duduk dalam satu meja. Mereka tampak tertawa-tawa menertawakan entah apa. Mischa pun berjalan ke sana, berniat menghampirinya. "Gue yakin setelah ini karier Mischa hancur sehancur-hancurnya." Namun, ketika mendengar namanya disebut, Mischa berhenti. Dia mendengar per