"Nah, suamiku udah ganteng ...." Intan tertawa saat dia selesai membantu merapikan dasi dan jas suaminya.
Bima mengernyit. "Memangnya biasanya nggak ganteng?" Lagi, Intan tertawa. "Ganteng, kok. Suamiku selalu ganteng." Intan mencubit pipi suaminya dengan gemas. "Masak, sih. Jago gombal, deh, kamu." Bima mencubit hidung mungil istrinya. "Iya. Dan bagiku suamiku yang paling ganteng." Intan tersenyum menatap suaminya. "Dan makin ganteng sekarang." "Iya deh iya aku percaya." Intan masih tertawa lebar hingga giginya nampak. "Senang deh aku bisa lihat kamu tertawa kayak gini, tersenyum kayak gini," ucap Bima kemudian. Karena jujur saja Intan jarang tersenyum. Apalagi jika sudah di depan ibu mertuanya. Yang ada wajahnya sering terlihat murung dan sedih. Intan terdiam mendengar ucapan itu. Wajahnya kembali netral. "Senyum lagi, dong," pinta Bima. Intan pun memasang senyum terbaiknya di depan lelaki yang paling dia cintai. "Maafin aku, ya, Sayang. Aku nggak bisa buat kamu selalu tersenyum." Wajah Bima terlihat sedih. "Kenapa harus bahas masalah itu lagi, sih, Mas. Bagi aku apa pun itu keadaannya, selama kamu di samping aku, aku akan kuat dan bahagia. Jadi jangan ngomong gitu lagi, ya." Bima tersenyum. "Makasih, ya, Sayang." Intan tertawa. "Iya." Yang bisa Intan syukuri saat ini adalah meski belum mempunyai anak, hubungannya dengan suami selalu romantis seperti pengantin baru meski mereka sudah bertahun-tahun menikah. Intan sangat bersyukur mempunyai suami sebaik Bima. "Ya udah boleh pergi sekarang nanti telat. Aku antar, ya." Setelah memastikan tidak ada barang kerjaan suaminya yang tertinggal, mereka keluar kamar. Intan mengantar suaminya hingga ke teras. Seperti biasa sebelum masuk ke mobil, Bima mencium kening istrinya. Dan Intan berdada ria seiring dengan mobil itu pergi meninggalkan halaman hingga tak tampak lagi. Intan tersenyum melepas kepergiannya. Dia terdiam beberapa saat. Tiba-tiba ada banyak hal yang dia pikirkan. Sampai dia dikejutkan dengan suara ibu mertuanya. "Intaann!!" Intan terkejut mendengarnya. Wanita itu pun buru-buru masuk ke dalam rumah dan mendatangi ibu mertuanya yang tengah duduk santai di depan televisi.. "Iya, ada apa, Ma?" Mira mendongak menatap tajam Intan. "Masalah semalam belum selesai," ucapnya kemudian. Intan terdiam mendengarnya. Kali ini apalagi yang ingin mamanya lakukan terhadapnya? "Kamu beruntung tadi malam dibelain sama suamimu," ucap Mira lagi. "Tapi saya masih dendam kesumat sama kamu." Intan langsung bertanya. "Mama mau aku melakukan apa, Ma?" Dan pertanyaan itu membuat Mira menatap menantunya tak percaya. "Bagus kalau kamu paham kesalahan kamu. Kamu harus menebus kesalahan kamu karena kamu udah mempermalukan saya di depan kolega penting saya tadi malam. Mumpung sekarang suamimu lagi nggak ada, saya mau kasih kamu hukuman." Intan tertegun mendengarnya. "Hukuman apa, Ma?" "Ikut saya." Mira berdiri dari duduknya lalu berjalan, dan Intan mengikutinya. Ternyata Mira membawa Intan ke tempat pencucian baju. Di sana terlihat banyak ember-ember besar berisi pakaian. Intan lantas menatap ibu mertuanya tak mengerti. "Pakaiannya banyak sekali, Ma." Mira lalu menghadap Intan sambil bersidekap dada. "Iya, tugas kamu sekarang kerjakan semua ini. Cuci semua pakaian kotor ini dan nggak usah pakai mesin cuci." Intan terkejut tak menyangka. "Tapi ini banyak banget, Ma." "Iya memang banyak. Ini hukuman buat kamu. Jadi kamu harus terima." Intan malah terdiam memandangi tumpukan pakaian dalam ember-ember itu. "Kenapa? Nggak terima?" Intan kembali menatap ibu mertuanya. "Ma aku nggak sanggup, aku nggak yakin bisa, Ma." "Jadi kamu mau bantah?" Belum sempat Intan menjawab, Mira menambahkan. "Kalau kamu membantah saya punya tugas lain yang lebih berat dari ini.""Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan." Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok." Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?" "Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam keluarga kami. Kamu juga udah banyak mengu
"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan." Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok." Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?" "Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam kelua
"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan." Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok." Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?" "Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam kelua
"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan." Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok." Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?" "Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam kelua
"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan."Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok."Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?""Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam keluarga kami. Kamu juga udah banyak mengubah Bima.
"Kami habis dari jalan-jalan, Ma. Mas Bima tadi ngajakin aku belanja terus kita ke tempat treatment bentar, dan ...." Intan melapor pada ibu mertuanya ke mana saja mereka pergi bak anak kecil yang melapor pada orang tuanya. Sebenarnya apa yang Bima dan Intan lakukan itu adalah hal yang sangat wajar jika bagi pasangan lain. Namun, bagi mereka tidak. Karena Mira tidak mengizinkan Intan bersenang-senang seperti belanja dan jalan-jalan. Dia tidak mengizinkan menantunya itu bahagia, walaupun hanya sesaat, walaupun dengan kebahagiaan yang amat sangat sederhana. Sudah lama memang Bima tidak melakukan hal itu karena takut dengan ibunya. Namun, malam ini Bima melanggar semuanya. Wajah Intan masih terlihat tegang setelah selesai bicara dengan Mira. Dia siap untuk hadapi kemarahan sang ibu mertua untuk yang kesekian kalinya. Namun, Mira malah tersenyum. "Iya, nggak pa-pa, kok. Mama cuman khawatir aja tadi kalian nggak ngasih kabar, sih, kirain kalian ada masalah atau dalam bahaya, kan? Mama