Share

6. Hukuman Untuk Intan

Author: Aprillia D
last update Last Updated: 2025-05-28 09:00:00

Intan melotot mendengarnya.

"Silakan kamu pilih, cuci pakaian ini atau pilih tugas lain yang jauh lebih berat."

Dengan terpaksa Intan pun menerima hukuman mencuci baju itu, karena dia tak ingin mendapat tugas yang lebih berat. "I-iya, Ma, aku cuci pakaian ini aja."

"Bagus. Itu ember cuci dan bilasnya udah ada, airnya di dalam gentong juga udah ada. Kamu tinggal cuci aja pakai tangan, gampang kan?"

"Iya, Ma."

Sebelum Mira meninggalkan Intan, dia mengingatkan sesuatu. "Oh iya, awas ya kalau kamu ngadu sama anak saya, ngadu sama Bima, awas aja. Saya akan kasih kamu tugas yang lebih berat dari ini!" Mira melempar tatapan tajam sebelum akhirnya berlalu dari sana.

Intan menatap miris tumpukan pakaian-pakaian. Dia lalu menghela napas. "Bismillah, aku pasti bisa. Aku harus bisa, ini nggak seberapa." Intan menyemangati dirinya.

***

"Astaghfirullah, Bu Intan!" Waktu itu Bi Iyem baru balik dari belanja di pasar. Dia terkejut melihat Intan duduk di pelataran tempat pencucian dan menghadap begitu banyaknya pakaian. Cepat wanita tambun itu menyimpan barang belanjaannya di meja dan bergegas menyusuli Intan. "Bu, Ibu lagi ngapain?"

Intan yang sejak tadi diam-diam menangis sambil mencuci pakaian agak terkejut melihat kehadiran Bi Iyem. Dia langsung mengusap air matanya yang sempat membasahi pipi dan tersenyum. "Eh, Bi Iyem, ini Bi aku lagi nyuci."

"Tugas dari Nyonya Mira, ya, Bu?"

"Iya, Bi."

"Tapi ini pakaiannya banyak banget, Bu. Ibu ndak akan sanggup selesaikan sendirian."

Intan lagi-lagi memaksakan senyum. "Nggak pa-pa, Bi. Aku harus bisa."

"Biar Bibi bantu ya, Bu?" Bi Iyem kini sudah berjongkok di dekat majikan mudanya dan siap membantu mencuci pakaian dengan sikat tangan.

"Eh, jangan, Bi."

"Ndak pa-pa, Bu, biar Bibi bantu. Ini pekerjaannya berat, Bu. Kasihan Ibu ndak seharusnya mengerjakan ini, ini harusnya pekerjaan saya."

"Tapi Bi Iyem pasti kan juga punya pekerjaan lain kan? Lagi pula nanti kalau Mama tau dia bisa marah sama saya, Bi."

"Insya Allah, Nyonya ndak akan tahu. Biar Bibi bantu, ya."

Melihat Bi Iyem yang ngotot, Intan akhirnya terpaksa mengizinkan pembantunya itu membantunya mencuci pakaian. Berharap ibu mertuanya tidak tahu soal itu.

"Saya tuh selalu kasihan melihat Ibu Intan diperlakukan seperti itu oleh Nyonya. Nyonya memang benar-benar keterlaluan menjadikan menantunya sendiri sebagai babu di rumah ini. Padahal dia bisa saja cari asisten rumah tangga tambahan untuk meringankan pekerjaan saya."

Intan hanya memaksakan senyum.

"Saya heran dengan Bu Intan masih betah saja diperlakukan seperti itu sama Nyonya."

"Ya mau gimana lagi, Bi. Aku nggak mau rumah tanggaku dan Mas Bima jadi taruhannya."

Bi Iyem mengamati wajah sang majikan mudanya lekat-lekat. Begitu besar cinta Intan terhadap Bima, pikirnya. "Yang sabar, ya, Bu."

Intan tersenyum. "Selalu, Bi."

"Kita berdoa saja, semoga kelak sikap Nyonya dan kedua anaknya itu berubah baik sama Bu Intan seperti dulu."

Lagi, Intan tersenyum. "Makasih, Bi."

"Saya ndak habis pikir sama sikap Nyonya. Bisa-bisanya dia bersikap jahat kepada Bu Intan hanya karena masa lalu Bu Intan. Padahal Nyonya sendiri dulu juga berasal dari keluarga miskin. Harusnya dia tahu bagaimana rasanya."

Mendengar kalimat itu, wajah Intan malah berubah. Intan terdiam dan teringat lagi dengan masa lalunya.

Menyadari hal itu Bi Iyem pun meralat bicaranya. "Maaf, Bu Intan, saya ndak bermaksud mengatai atau mengungkit masa lalu Bu Intan. Tapi memang masa lalu Nyonya itu ...."

"Iya, Bi," potong Intan. "Aku paham. Aku nggak pa-pa, kok."

"Bi Iyem! Bi Iyem!"

Tiba-tiba saja terdengar suara sang nyonya meneriaki asisten rumah tangganya. Intan dan Bi Iyem saling tatap, mereka terlihat tegang.

"Bi, Mama pasti marah, udah Bi!" Intan tampak panik.

Sementara Bi Iyem sendiri kebingungan sebenarnya ada apa Nyonya memanggilnya seperti itu? Apa benar dia ketahuan membantu Intan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   159. Karma Sang Ibu Mertua

    Tiga hari kemudian.Mira sudah sadar dan membuka matanya. Adalah Tasya orang pertama yang melihatnya saat orang tua itu membuka mata. Dan pada saat itu Tasya langsung menghampiri mamanya dengan heboh, dan Tasya mendapati mamanya menatapnya penuh tanya dengan pandangan berkaca-kaca seakan bertanya kenapa dia bisa seperti ini sekarang?Tasya pun mengerti perasaan mamanya. Dia lantas menjelaskan sambil menangis. Tasya menyaksikan sendiri mamanya meneteskan air mata waktu tahu dirinya terkena stroke dan tak akan bisa bergerak dan berbicara dalam waktu yang lama. Tasya pun mengerti seberapa terpukulnya hati mamanya mengetahui kondisinya. Tasya berusaha menenangkan mamanya dengan kalimat-kalimat penenang. Meski dia tahu hal itu tidak berpengaruh apa-apa.Setelah itu Tasya melapor pada Bima dan Mischa bahwa mama mereka sudah sadar. Mereka berdua pun menjenguk mamanya. Perasaan Bima sangat terpukul waktu pertama kali melihat mamanya meneteskan air mata. Rasanya dia tidak bisa mengatakan apa p

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   158. Terjadi Lagi (2)

    Malam itu juga, Mischa mengajak Bima ke rumah sakit tempat mamanya mereka dirawat. Di sana, di depan ruang rawat inap Mira, Tasya menunggu sejak tadi. Wanita itu juga terlihat sedih sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan saat Bima dan Mischa datang. "Tasya gimana keadaan Mama?" Tasya langsung mendongak begitu mendengar pertanyaan itu. Begitu melihat kakaknya, bukannya langsung menjelaskan keadaan Mama mereka, Tasya justru menatap Bima penuh amarah. Wanita itu berdiri. "Ini semua gara-gara kamu tahu nggak? Kamu benar-benar anak durhaka, Kak, kamu jahat, kamu lebih mentingin istri kamu daripada Mama kamu sendiri!" Mischa terkejut melihat reaksi Tasya yang malah marah-marah, terlebih Bima. "Kak, sebaiknya kakak jangan marah-marah dulu, ini rumah sakit." Mischa berusaha menenangkan. "Keadaan Mama gimana, Kak. Kita berdua ke sini pengin liat Mama, bukan buat berantem." Tasya menatap Mischa kesal. "Mama kecelakaan begini gara-gara nyusulin dia, kan?" Tasya menunjuk Bima. "

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   157. Terjadi Lagi

    "Hai, Rani." Bima balas menyapa untuk menghargai gadis itu. Gadis itu mengingatkannya dengan Maya. Mendapat respons, gadis di hadapannya ini pun tersenyum kian lebar. "Nama kamu siapa, Mas?" tanyanya kemudian. Bima hampir lupa menyebutkan namanya. "Nama saya Bima," jawabnya kemudian. Rani mengangguk-angguk. "Nama yang bagus. Kamu sendirian aja?" "Iya, seperti yang kamu lihat."Rani lalu melirik cocktail di hadapan Bima. "Kamu nggak pesan minum yang lain?" Bima yang mengerti maksud pertanyaan itu langsung menggeleng. "Aku udah pesan yang ini, yang ini aja."Rani tersenyum. "Okey, aku mau pesan dulu, mau temenin aku nggak?" Gadis itu bertanya dengan manja. Bima terdiam memperhatikannya sebelum akhirnya menggeleng. "Aku udah pesan minum," ucapnya sekali lagi. Dia menegaskan tidak ingin menemani gadis itu."Sayang sekali," respons sang gadis sambil tersenyum. "Padahal kalau kamu mau, kita bisa minum bareng, kan? Dan setelah itu mungkin kita ...." Gadis itu lalu membelai dadanya lemb

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   156. Hancur

    Intan menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Perasaannya benar-benar hancur. Kehadiran suaminya itu benar-benar membuatnya semakin hancur. Dia masih kecewa dan belum bisa memaafkan. Saat dia sibuk menangis, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya. Lalu disusul suara ibunya. "Intan, buka pintunya, Nak. Ibu mau ngomong."Intan terdiam menatap pintu itu ragu, apakah harus membukakan ibunya pintu atau tidak. Lagi pula apa lagi yang mau ibunya itu bicarakan?"Intan!" Suara dan ketukan pintu itu kembali terdengar. Intan pun terpaksa berdiri untuk membukakan ibunya pintu. Dan begitu pintu dibuka, Intan yang tak kuasa menahan tangisnya di depan ibunya langsung menghambur ke pelukan ibunya. "Ada apa, Nak?" tanya Risma amat khawatir sambil mengusap tubuh belakang Intan. ***"Sebaiknya kamu pikirkan kembali keputusanmu," ucap Risma akhirnya setelah mendengar semua cerita anaknya. Dan sebenarnya tanpa Intan bercerita pun Risma tahu karena dia mendengar pertengkaran anak dan menantunya itu.

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   155. Kekecewaan Intan

    Intan membelalak setengah tak percaya. "Apa, Mas? Jadi kamu udah percaya kalau aku nggak selingkuh?" Bima mengangguk. "Aku percaya, Intan. Maafkan aku, aku salah." Bima kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan penyesalannya. "Tapi kamu tahu dari mana, Mas?" "Dari Mama. Aku dengar percakapan Mama dan kedua adikku. Ternyata dari awal mereka memang sengaja merencanakan ini semua. Mereka sengaja memfitnah kamu agar aku benci sama kamu dan menceraikan kamu. Supaya aku mau menikahi Maya." Bima menjelaskan panjang lebar pada istrinya tentang apa pun yang baru dia ketahui. Intan pun tak kalah syok. "Tega banget Mama, Mas." Lagi air mata membasahi pipinya. "Aku atas nama Mama minta maaf, Intan. Aku juga kecewa sama Mama dan nggak nyangka Mama berencana sampai sejauh itu untuk memisahkan kita."Intan menggeleng. "Dari awal aku kasih tahu kamu itu cuman fitnah, Mas, dari awal aku udah ngomong. Tapi kamu nggak percaya sama aku. Sekarang kamu baru begini sama aku? Pura-pura nggak nyangka sama

  • Derita Istri yang Difitnah Mandul   154. Nyaris Putus Asa

    "Jadi kondisi rumah tangga kamu dan Bima sudah separah itu, Intan, sampai-sampai kamu memutuskan pergi dari rumah?" Risma menatap anaknya tak percaya. Kali ini masalah rumah tangga anaknya itu benar-benar serius.Intan akhirnya bercerita panjang lebar pada ibunya setelah mereka masuk ke dalam rumah. Kebetulan sore itu ibunya baru saja tutup warung. Dan Risma benar-benar tidak menyangka Intan sampai berpikir untuk menginap di rumahnya.Intan mengangguk sembari menangis sejak tadi. "Iya, Bu. Aku udah nggak tahu lagi harus gimana sekarang. Aku nggak tahu harus mengadu ke siapa lagi kalau bukan sama ibu, aku rasanya benar-benar nggak kuat, Bu."Risma mengusap bahu anaknya sembari menghela napas. "Kamu yang sabar, ya, Nak. Ibu nggak bosan-bosannya memberitahu kamu untuk terus membesarkan rasa sabar. Karena dari kesabaran itu kita akan temukan keajaiban, jalan keluar dari setiap masalah yang kita hadapi. Kamu harus yakin setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya.""Iya, Bu, tapi mau samp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status