"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan." Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok." Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?" "Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam kelua
"Dosa Mama begitu besar sama kamu." Mira melanjutkan ucapannya ketika menantunya tak menjawab. "Mama juga mengerti sulit buat kamu maafin Mama. Tapi kali ini Mama sungguh-sungguh ingin berdamai sama kamu. Mama mau minta maaf sama kamu, Intan."Intan sungguh bingung kenapa sikap ibu mertuanya itu tiba-tiba berubah. Intan masih bertanya-tanya. Dan Intan tak berani mempercayainya, tapi ibu mertuanya kini terlihat sungguh-sungguh. Maka dia pun menjawab. "Iya, Ma. Aku selalu maafin Mama, kok."Mira tersenyum senang. "Sungguh? Kamu betulan maafin Mama? Semudah itu?""Tanpa Mama minta maaf pun aku selalu maafin kesalahan Mama. Tapi kalau aku boleh tahu kenapa tiba-tiba Mama mau baikan sama aku?" Intan tak kuasa memendam rasa penasarannya. "Begini Intan. Semenjak Bima minta maaf sama Mama kemarin, Mama sabar sesuatu. Setelah Mama merenung, Mama baru sadar nggak seharusnya Mama jahat sama kamu. Karena selama ini kamu udah banyak jasa dalam keluarga kami. Kamu juga udah banyak mengubah Bima.
"Kami habis dari jalan-jalan, Ma. Mas Bima tadi ngajakin aku belanja terus kita ke tempat treatment bentar, dan ...." Intan melapor pada ibu mertuanya ke mana saja mereka pergi bak anak kecil yang melapor pada orang tuanya. Sebenarnya apa yang Bima dan Intan lakukan itu adalah hal yang sangat wajar jika bagi pasangan lain. Namun, bagi mereka tidak. Karena Mira tidak mengizinkan Intan bersenang-senang seperti belanja dan jalan-jalan. Dia tidak mengizinkan menantunya itu bahagia, walaupun hanya sesaat, walaupun dengan kebahagiaan yang amat sangat sederhana. Sudah lama memang Bima tidak melakukan hal itu karena takut dengan ibunya. Namun, malam ini Bima melanggar semuanya. Wajah Intan masih terlihat tegang setelah selesai bicara dengan Mira. Dia siap untuk hadapi kemarahan sang ibu mertua untuk yang kesekian kalinya. Namun, Mira malah tersenyum. "Iya, nggak pa-pa, kok. Mama cuman khawatir aja tadi kalian nggak ngasih kabar, sih, kirain kalian ada masalah atau dalam bahaya, kan? Mama
Mobil yang dikendarai Bima memasuki gerbang rumah mewah itu saat malam sudah larut.. Ketika mobil mereka berhenti di halaman, mereka tak langsung turun. Bima menoleh memandangi wajah cantik istrinya. Sedangkan Intan yang merasa dipandangi demikian mengalihkan pandangan ke mana saja, malu. Untuk sesaat suasana mobil jadi hening, hanya menyisakan suara deru AC dan helaan napas mereka. "Kamu cantik," pujinya Bima kemudian. "Berarti nanti kalau aku nggak perawatan lagi, nggak cantik lagi." Intan bicara bernada ngambek. "Ya, enggak, dong. Istri aku akan selalu cantik, kapan pun itu. Apalagi hatinya." Intan tersenyum membalas pandangan suaminya, kini mereka bertatapan. "Aku bercanda, Mas. Makasih, ya, untuk hari ini. Bima lagi-lagi tersenyum. "Aku pengen deh kita bisa selalu kayak gini." Sebenarnya menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan yang sudah menikah itu adalah hal yang wajar bagi pasangan lain. Namun, bagi Bima itu adalah hal yang langka dan agak sulit untuk dia lakukan. K
Tiba di depan lampu merah, mobil Bima berhenti di tengah persimpangan itu. Kendaraan dari arah jalan sana terlihat ramai menyebrang. Mereka terkena macet. Intan melempar pandang ke luar kaca jendela, banyak pemandangan anak-anak jalanan di antara kendaraan itu. Macam-macam yang mereka kerjakan, mulai dari boneka badut, pengamen, penjual gelembung sabun sampai penjual minuman. Mereka semua bekerja demi mencari uang. Intan selalu merasa miris tiap kali melihat anak-anak jalanan itu. Seorang anak perempuan tiba-tiba mengetuk kaca jendela mobilnya yang seketika membuyarkan lamunan Intan. Intan pun menoleh dan membuka kacanya tanpa berpikir dua kali. "Beli gelembung sabunnya, Tante?" Anak perempuan itu mengulurkan sebotol sabun berwarna hijau ke arahnya. Intan tak langsung merespons, dia memperhatikan wajah anak perempuan itu. Rambutnya panjangnya yang diikat tampak mengkilap karena terpapar matahari, dahinya yang legam juga mengkilap karena keringat. Kasihan anak itu, dia pasti pan
"Silakan masuk, Tuan Putri." Bima membukakan istrinya pintu mobil. Wanita cantik yang sedang mengenakan gaun lengan panjang selutut dengan rambut dicepol satu itu tersenyum simpul. "Lebay deh kamu, Mas. Aku kan bisa buka pintunya sendiri." "Nggak apa-apa. Aku kan mau nostalgia waktu kita masih pacaran dulu," jawab Bima yang melihat istrinya kemudian masuk ke dalam mobil. Intan masih tersenyum saat dia sudah duduk di dalam mobil. Tak lama kemudian suaminya masuk dari pintu sebelah dan duduk di sampingnya. Intan masih tersenyum saat menoleh menatap suaminya. Intan cukup merasa bahagia pagi ini. Karena dia bisa memastikan ibu mertuanya tidak melarang mereka jalan berdua di hari libur seperti kekhawatirannya. Selain itu Intan juga senang karena dia sudah melihat sendiri bagaimana kemarin malam Bima minta maaf pada Mama Mira, dan hubungan ibu dan anak itu sekarang sudah membaik. Apalagi mengingat bagaimana harunya momen saat itu. Bima dan Mira bahkan sampai menangis. Namun, Intan ti