Setelah itu Yunita pamit, dia merasa tidak nyaman jika terus di sana. Setslab Yunita pergi dan Fatimah keluar, yanti menyelidiki Jaka. ''Kalian bertengkar?" tanya Yanti. "Tidak, Bu. Ibu kenapa tanya begitu?" tanya Jaka. "Kamu dengar tadi, apa yang Fatimah katakan pada Yunita. Dia membahas anak, apa kalian bertengkar karena hal itu?" tanya Yanti. "Bu, wajar jika Fatimah ingin punya anak," jawab Jaka. "Tapi sikap dia berbeda, Jaka," bantah Yanti. Yanti diam karena Fatimah masuk ke ruangan Jaka. Fatimah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Tiba-tiba Dokter datang, "Bu, Pak Jaka sore ini sudah diperbolehkan pulang," ucap Dokter. "Keadaannya sudah cukup baik," lanjut Dokter. "Baik, Dok," jawab Yanti. "Oh ya, jangan kecapean lagi. Jika capek segera istirahat," ucap Dokter lalu undur diri. Fatimah senang, Jaka akan pulang. Itu tandanya dia tidak akan bersama Yanti lagi. Karena bersama Ibu mertuanya itu sudah bikin Fatimah takut.
Jaka bukan pria tidak punya etika, dia tidak ingin melabrak Angga dan Fatimah. Selain mempertimbangkan nama baik dia dan Fatimah tercemar, dia takut Fatimah mengungkit kekurangannnya. Jaka belum siap jika harus kehilangan Fatimah. Dia tidak ingin kehilangan wanita yang dia cintai. "Om, makannya sudah selesai. Kita pulang, ya?" tanya Jonathan. "Iya, Om juga mau lanjut kerja," jawab Jaka. Saat hendak pulang, Di parkiran Jonathan malah mendekati Shaka. Rupanya dua anak itu saling kenal. "Shaka," panggil Jonathan. "Jonathan, kamu makan siang di sini juga?" tanya Shaka. "Kenalkan ini Mama dan Papa aku," kata Shaka memperkenalkan Fatimah dan Angga. Fatimah terkejut, anak kecil di depannya adalah anak Yunita Bos Jaka. Itu tandanya Yunita ada di resto ini. Jaka sudah masuk ke mobil dan segera pergi. "Jonathan ke sini sama siapa?" tanya Fatimah. "Sama Baby sitter aku," jawab Jonathan. Dia masih ingat betul bahwa wanita di depannya adalah ist
Entah pukul berapa, Jaka memutuskan untuk pulang. Dia berusaha untuk melupakan masalahnya sejenak. Namun, dia kembali teringat semua saat kembalin ke rumah Fatimah. Jaka melihat Fatimah tengah tertidur pulas. Kali ini dia memakai baju tidur yang agak tipis. Ada rasa ingin menyentuh istrinya, tetapi Jaka teringat kembali pada sikap dingin Fatimah. Jaka tidur, dia bangun entah pukul berapa. Sengaja hari ini dia berangkat pagi sekali. Dia menghindari Fatimah dan keluarganya. "Jaka, belum masak kok udah pergi!" teriak Aminah saat melihat Jaka sudah naik mobil. "Bu Aminah, kok Jaka disuruh masak. Apa benar kata orang-orang kalau Jaka sekarang dijadikan pembantu?" tanya Bu Umi yang sedang lewat. "Punya menantu harus dimanfaatkan daripada sewa pembantu mahal," jawab Aminah ketus. "Tapi Jaka kan laki-laki, Bu. Kok disuruh masak sih. Kasihan dia dong!" ujar Bu Umi. "Jangan ikut campur, suka-suka gue." Aminah masuk ke dalam rumah dan mengomel karena Jaka meni
Sampai di rumah Fatimah tidak berani menceritakan kejadian tadi pada Aminah. Dia tidak mau jika Aminah malah menemui Verawati. "Sudah pulang? Tadi Jaka pulang ke rumah, dia tahu kamu tidak ada tetapi hanya diam saja," kata Aminah. "Biarkan saja, Bu. Aku mau mandi," ucap Fatimah. "Bagaimana? Kamu sudah melakukannya dengan Angga? Kok pulang-pulang mandi?" tanya Aminah setengah menggoda Fatimah. "Aku gerah, Bu. Angga gak bisa antar tadi," jawab Fatimah. "Sudah aku mau mandi," kata Fatimah lalu masuk ke kamarnya. Aminah tampak tahu jika Fatimah dan Angga telah melakukannya. Aminah senang, dia akan punya cucu.** Jaka pulang, dia membawa pekerjaannya ke rumah. Aminah menuruhnya untuk ke dapur namun Jaka menolak. "Aku tidak mau, Bu. Kalau Ibu dan Fatimah keberatan aku akan cari pembantu," tolak Jaka. "Mas, kenapa harus cari pembantu? Kita kan bisa mengerjakannya," bantah Fatimah. "Sekarang Mas masak buat makan malam, lalu nyetrika," ucap Fatimah
Yunita menatap Jaka dan Rudi bergantian. Sepertinya dia heran karena Rudi terdiam setelah dia datang. "Apa yang kalian bicarakan? Kenapa kalian datang setelah aku datang?" tanya Yunita. "Tidak, Bu. Hanya gurauan saja," jawab Jaka. "Oh ya Pak Jaka, laporannya sudah selesai? Saya mau lihat hari ini," kata Yunita. "Baru mau saya print, Bu. Nanti saya antar ke ruangan Ibu," ucap Jaka. "Baiklah, saya tunggu," kata Yunita lalu keluar dari ruangan Jaka. Rudi merasa lega, Yunita tidak dengar. Rudi kembali ke mejanya, pekerjaannya menanti. Jaka hanya tersenyum, melihat tingkah sahabatnya itu.** Rani asyik mengobrol dengan Fatimah dan Aminah. Mereka sedang membahas tas model baru. Entah sejak kapan, Fatimah suka mengobrol. Biasanya wanita itu suka sekali sibuk di kamar atau dapur. "Fatimah, kamu gugat saja Jaka, lalu nikah sama Angga," kata Rani. "Nggak bisa, Mbak. Mas Jaka yang harus ceraikan aku," kata Fatimah. "Lagian Ibu Mas Angga nggak suka
Dengan berat hati Jaka meninggalkan kamar dan duduk di ruang tamu. Tidak berapa lama, Angga dan Fatimah muncul. "Duduklah!" perintah Jaka. "Kita bicarakan dan selesaikan semua sekarang," ucap Jaka. Mereka duduk berdampingan, seperti dua orang yang akan di sidang. Mereka tertunduk, namun masih diam. "Sejak kapan kalian melakukannya?" tanya Jaka. "Sudah beberapa minggu ini," jawab Angga. "Angga, apa kamu mencintai Fatimah?" tanya Jaka. Ada rasa sakit saat menanyakan hal itu pada Angga. "Ya, aku sangat mencintai dia. Jaka dia ingin punya anak, jadi tolong jangan kekang dia," jawab Angga. "Kekang? Aku tidak mengekangnya." Jaka menjawab sinis. "Fatimah, apa kamu mencintai Angga?" tanya Jaka pandangannya tertuju pada Fatimah. Dia hanya diam, tidak ada jawaban dari mulutnya. Jaka masih sabar menunggu jawaban. "Kenapa diam? Apa kalian melakukannya karena sama-sama suka? Atau karena hanya ingin punya anak?" tanya Jaka lagi. "Mas, tolong jan
Jaka mendekati Yanti, namun wanita itu sudah emosi. Dia ingin tahu jawaban Fatimah. Namun, fatimah hanya diam saja. Yanti menarik Fatimah ke ruang tamu. Dia menjatuhkan Fatimah di sofa dimana Aminah san Rani berada. "Apa selama ini kalian menyuruh Jaka memasak?" tanya Yanti pada Rani dan juga Aminah bergantian. "Iya, Memangnya kenapa? Anakmu di sini hanya sebagai babu, bukan menantu. Sebab apa? Anak kamu mandul," jawab Rani. "Mbak," cegah Fatimah namun semua sudah keluar dari mulut Rani. "Fatimah, sekarang kita sudah ketahuan oleh Ibunya. Jadi untuk apa kita berbohong? Kita lebih baik jujur pada mereka, biar mereka sadar diri," kata Rani. "Kalian tega," ucap Yanti. "Apa benar Jaka, kalau kamu mandul?" tanya Yanti. "Benar, Bu." Jaka sengaja jujur karena semua sudah ketahuan. "Meskipun dia mandul, tapi tidak sepantasnya kalian perlakuan dia seperti itu," bantah Yanti. "Bu, kita ajak Kak Jaka ke rumah saja," kata Rosi. "Kasihan dia k
Hasan menyeret Rani, dia sangat marah pada Rani. Hasan geram dengan Rani yang nggak mau urus anak dan rumah. "Rani kita cerai saja!" teriak Hasan. "Oke kamu kira aku takut, tapi kamu bawa Ahmad. Aku tidak mau dia ikut aku," bentak Rani. Santo dan Aminah hanya menggeleng, dua anak perempuannya akan menjadi janda secara bersamaan. "Hasan tolong dibicarakan baik-baik dulu," bujuk Santo. "Tidak, Pak. Saya sudah bulat menceraikan Rani. Dia wanita nggak becus ngurus suami sama anak," jawab Hasan. Hasan pulang ke rumah, dia memasukkan semua baju milik Rani dan mengantarnya ke rumah Aminah. "Nih baju kamu, kalau ada yang ketinggalan ambil sendiri," ucap Hasan lalu pergi. Sementara Ahmad tinggal di rumah Sugito. Di sana ada adik dan Ibu Hasan yang siap merawat Ahmad. Mereka sebelumnya sudah sepekat jika Hasan menceraikan Rani termasuk Ahmad. Anak itu sudah enggan bertemu Ibunya. Rani bukan bersedih, malah dia senang. Dia berencana menggaet pria