Hasan mengerutkan kening saat Rani mengenalkan dia pada pria di depannya. Hasan tidak menyangka kalau Rani rela jadi pelakor. "Ran, ayo kita pergi dari sini!" ajak pria itu yang bernama Bimo. Bimo adalah bos di kantor Hasan. Dia merupakan pria beristri, istrinya memang sakit-sakitan karena menderita sakit jantung. "Mas, kenapa kamu seperti ketakutan?" tanya Rani. "Hasan adalah salah satu karyawanku. Aku takut dia melaporkan hubungan kita. Tapi kamu tenang saja, aku akan buat dia bungkam," kata Bimo. "Benarkah? Pantas Mas Hasan seperti mengenal, Mas Bimo. Mas Bimo kerja jadi apa di sana?" tanya Rani. "Aku yang punya perusahaan itu, Rani. Jadi aku yang berkuasa, jika Hasan berani buka mulut dia bisa kehilangan pekerjaannya," jawab Bimo. Rani tersenyum senang, dia mendapatkan pria yang statusnya diatas Hasan. Meskipun Bimo lebih tua, tetapi dia punya Segalanya maka dari itu Rani rela menjadi simpanan Bimo. Rani berharap, Bimo akan
Rani cepat-cepat mengemasi barangnya. Dia juga menelfon Bimo, namun Bimo tidak bisa menjemput. Dia akan menyuruh orang untuk menjemput Rani dan mengantarkannya ke rumah kontrakan sementara. "Ibu jahat, karena Fatimah Ibu tega mengusir Rani. Aku doakan mantu kesayangan Ibu itu bangkrut dan nggak bisa membahagiakan Ibu. Atau kalau perlu dia kabur dan nggak jadi nikahi Fatimah." Rani terus mengomel. "Kamu yang jahat! Bisa-bisanya anggap Ibu kayak pembantu," teriak Aminah. "Kamu yang akan menyesal, Rani," bentak Aminah. Mobil yang menjemput Rani tidak kunjung datang. Dia sudah tidak sabar ingin keluar dari rumah ini. "Kalian apa-apaan sih? Kenapa bertengkar? Ibu jangan usir Rani, nanti dia mau tinggal dimana?" tanya Santo. "Terserah mau tidur di kolong jembatan juga nggak apa," bentak Aminah masih emosi. Fatimah keluar dari kamar, "Tuh biang keladinya," teriak Rani sambil menunjuk Fatimah. "Karena belain dia Ibu tega mengusir aku." Rani mendekati Fatim
Angga tidak menyangka Mamanya akan datang ke rumah Fatimah malam-malam. Angga takut, Verawati akan membuat masalah di rumah Fatimah. "Angga, pulang!" perintah Verawati. "Kamu pria terhormat, juga seorang bos. Tidak baik jika terus-terusan mengunjungi wanita yang bukan istrimu," ucap Verawati. "Tapi Fatimah mengandung anak Angga," sahut Aminah. "Kalian yakin itu anak Angga? Bisa jadi itu anak suaminya," bantah Verawati. "Tidak, Ma. Suami Fatimah mandul, dia tidak mungkin menghamili Fatimah. Ini anakku," ucap Angga. "Pulang sekarang! Atau Mama akan membuat keributan di sini," ancam Verawati. Angga terpaksa pulang, dia tidak ingin terjadi keributan di rumah Fatimah. Dalam perjalanan, Verawati tidak pernah diam. Dia memarahi Angga. "Kamu membuat Mama malu, seorang Angga menghamili istri orang," ucap Verawati. "Kamu sudah lupakan Shaka dan terus memperhatikan wanita itu," kata Verawati. Angga hanya diam saja, dia tidak mau menanggapi u
Mereka membawa Fatimah ke rumah sakit. Aminah tidak lupa untuk menelfon Angga. Angga harus tahu apa yang telah dilakukan sang Mama ada Fatimah. "Kenapa bisa begini?" tanya Angga panik. "Iya, semua gara-gara Mama kamu. Dia yang menyebabkan Fatimah begini. Angga langsung emosi, dia tidak terima. Beruntung kandungan Fatimah baik-baik saja meskipun ada pendaraahan. Hanya saja Fatimah perlu banyak istirahat. Fatimah sudah di perbolehkan pulang. Setelah mengantar Fatimah, Angga menemui sang Mama. "Aku tidak menyangka Mama kejam. Tega sekali Mama menyakiti Fatimah," ucap Angga. "Itu akibatnya kalau dia masih dekat denganmu. Apa lagi berani mengaku jadi kekasih kamu di depan relasi," bantah Verawati. "Aku kecewa dengan Mama. Mulai sekarang aku tidak mau berhubungan dengan Mama lagi," ucap Angga marah lalu membanting pintu dengan kasar. Verawati memang selalu mengurus apapun yang dilakukan Angga. Berbeda dengan Papany yang terkesan diam saja.**
Ella kembali dengan Rani dan seorang pria di belakangnya. Santo langsung menyambut mereka. Tidak dengan Aminah yang tampak cuek saja. "Pak, ini Mas Bimo. Dia calon suami aku," kata Rani memperkenalkan Bimo pada Santo. "Wah waktunya tepat, ayo kita sarapan!" ajak Santo. "Ella siapkan dua piring lagi!" perintah Santo. Mereka duduk di meja makan, Ella sudah menyiapkan alat makan. Selama makan mereka tidak banyak berbicara. Selesai makan, mereka mengobrol di ruang tengah. "Pak, saya ingin menikahi Rani. Mungkin sebelumnya Rani sudah bilang kalau saya punya istri, tapi saya janji akan membahagiakan Rani," ucap Bimo kikuk. "Semua saya serahkan Rani, kalau mau menikah dengan Nak Bimo. Ya silahkan! Bapak merestui!" ucap Santo. Aminah masih diam saja, dia bahkan tidak melihat Rani yang ada di depannya. "Namun, kami punya syarat Nak Bimo. Kalau mau Rani jadi istri Nak Bimo tolong berikan Mas kawin dia sebuah rumah. Rani tidak punya tempat tinggal," kata San
Fatimah mendekati mereka, dia tidak menyayangi Santo senekat itu. Fatimah yakin, Ella terpaksa melakukannya. "Mbak, jangan pecat saya! Saya nggak salah!" ucap Ella berlutut di depan Fatimah. "Aku mohon, Mbak. Maafkan saya," kata Ella menangis. "Bapak kenapa melakukan ini? Kalau Ibu tahu bagaimana? Bapak bisa-bisa disunat hingga habis," bentak Fatimah. "Aku tahu Bapak yang salah. Berapa kali Bapak melakukannya?" tanya Fatimah. "Baru dua kali ini," jawab Santo tertunduk. "Kapan yang pertama?" tanya Fatimah. "Semalam, Mbak. Semalam Bapak masuk ke kamar saya. Padahal sudah saya kunci," jawab Ella. "Berdiri, Mbak." Fatimah menuntun Ella berdiri. "Hai ada apa ini?" tanya Aminah yang sudah pulang. "Nggak, Bu. Ini tadi Ella bikin kesalahan sedikit. Dia udah meminta maaf sama saya," jawab Fatimah. Dia menyembunyikan semua dari Aminah, sebenarnya bukan Santo yang dia lindungi melainkan Ella. Fatimah faham, Ella pasti akan diamuk Am
Beruntung Fatimah datang, dan mencairkan suasana yang semula tegang menjadi santai. "Ibu, ngapain Bapak suka Mbak Ella. Bapak kan sayang sama Ibu," ucap Fatimah. "Mbak Ella, itu supir yang jemput udah datang," kata Fatimah. Fatimah dan Ella keluar rumah, di sana sudah ada pembantu baru. Dia sudah berumur, bahkan di atas usia Aminah. "Mbak, Pak, Bu, saya pamit. Saya mohon maaf bila banyak salah," ucap Ella yang pada akhirnya pergi dari rumah Fatimah. Kini Ella digantikan dengan Mbok Inah. Dia yang akan membantu pekerjaan di rumah Fatimah. Fatimah menjelaskan tugas Mbok Inah.** Setelah kepergian Ella, Fatimah masuk ke dalam kamar. Dia merasa capek padahal tidak melakukan pekerjaan apapun. Angga menelfon menanyakan pembantu baru Fatimah. Fatimah senang Angga perhatian dengan dia. Meskipun dia belum sah menjadi istrinya. Fatimah tiduran sambil memainkan proselnya. Tiba-tiba Aminah datang, dia melihat sudah dari pengadilan yang ditaruh Fatimah di at
Sidang perceraian segera dimulai, dalam persidangan Fatimah meminta harta gono-gini. Pihak pengadilan belum menyetujui karena perlu dirundingkan lagi. Selesai sidang, mereka keluar. Lukman tampak kesana dengan sikap Fatimah dan Ibunya. "Fatimah, harusnya kamu tidak datang," kata Lukman. "Kamu tidak punya apa-apa saat bersama Jaka. Jadi kamu tidak berhak aras harta gini-gini, lagi pula anak yang kamu kandung adalah anak orang lain," ucap Lukman. "Eh Lukman, meskipun mereka bercerai setidaknya Jaka memberikan hartanya untuk Fatimah. Yang salah kam Jaka, dia mandul sehingga Fatimah selingkuh," bantah Aminah. "Apa? Anak kamu saja yang kegatelan. Jangan salahkan Jaka!" bentak Lukman. ''Pak, sudahlah. Kita turuti saja apa mau mereka." Jaka mengalah. "Tidak, aku tidak mau," bantah Lukman. "Kita itu pihak laki-laki, dia yang membuat perselingkuhan hingga hamil. Dia yang menyakiti kamu, tapi dia masih tidak malu minta harta gono-gini," ucap Lukman. "Kal