Fatimah hanya membalas pelukan anak itu, entah mengapa memeluk Shaka membuat Fatimah ingin punya buah hati. Namun, segera dia tepis hal itu. Dia tidak mau menyakiti Jaka, cukup keluarganya yang sudah menekan Jaka.
Fatimah bermain dengan Shaka, karena Shaka menariknya ke ruang tengah. Disana sudah ada banyak mainan dan seorang babysister. "Fatimah pasti senang dekat dengan Shaka. Aku kasihan dengan Fatimah," ucap Aminah. "Memang ada apa, Te?" tanya Angga penasaran. "Suami Fatimah mandul, padahal Fatimah ingin punya anak. Bahkan dia tidak mau menceraikan Fatimah. Aku heran mengapa Fatimah masih bertahan padahal hatinya sakit," jawab Aminah.Mendengar hal itu, Angga merasa prihatin dengan keadaan Fatimah. Biar bagaimanapun anak adalah penting dalam berumah tangga. "Apa Nak Angga masih suka dengan Fatimah?" tanya Aminah saat melihat Angga melamun. Angga hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban. Angga masih mencintai Fatimah, meskipun dia sudah beristri. Apalagi melihat Fatimah saat ini Angga merasa cintanya kembali semakin bersemi. "Dekati Fatimah, Tante yakin dia juga masih mencintai kamu. Tante juga yakin kamu bisa memberi kebahagiaan yang tidak bisa diberikan oleh Jaka. Lihatlah! Shaka saja langsung akrab dengan Fatimah seperti ibunya sendiri," kata Aminah. Melihat kebahagiaan Shaka, Angga jadi punya niatan untuk mendekati Fatimah. Meskipun dia tahu Fatimah masih bersuami, tetapi untuk kebahagiaan Shaka dia rela melakukan apa saja. "Shaka, sudah malam Tante pamit pulang ya," kata Fatimah. "Jangan! Shaka mau ikut Tante," kata Shaka bergelayut di tubuh Fatimah. "Lain kali Tante kesini lagi." Fatimah sengaja berjanji agar Shaka mengizinkannya pulang. Walaupun Fatimah sendiri tidak tahu apa dia bisa menepatinya atau tidak. Setelah dirayu, akhirnya Fatimah diizinkan pulang. "Fatimah, terima kasih kamu sudah bikin Shaka tersenyum. Oh ya boleh aku meminta nomor kamu? Takutnya Shaka cariin kamu," kata Angga. Dengan terpaksa Fatimah memberikan nomornya pada Angga. Mereka lalu pamit pulang. Sepanjang perjalanan, Fatimah memikirkan Shaka. Entah mengapa melihat Shaka dia jadi ingin punya anak. "Fatimah, sepertinya Shaka akrab sama kamu," kata Aminah. "Kamu pantas jadi Mamanya," tambah Aminah. "Maksud Ibu Apa?" tanya Fatimah. "Tidak, sudah jangan dipikirkan." Aminah sengaja tidak mau memberitahu Fatimah. "Oh ya, apa kamu masih mencintai Angga?" tanya Aminah.Fatimah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aminah seperti merencanakan sesuatu untuk Fatimah dan Angga. "Bu, Fatimah sudah punya mas Jaka. Jadi tidak mungkin Fatimah suka dengan Angga," bantah Fatimah. "Alah pria mandul seperti dia kok dipertahankan," kata Aminah sambil memarkir sepeda motor karena sudah sampai rumah. "Dari mana, Dek?" tanya Jaka ketika melihat Fatimah datang. "Dari rumah Angga," jawab Aminah sambil berlalu. "Angga mantan kekasihmu, Dek?" tanya Jaka. Fatimah hanya mengangguk, dia tidak mau lagi membahas Angga di depan Jaka. Mereka masuk ke dalam kamar, Jaka segera mengajak Fatimah tidur. Baru saja mereka terlelap terdengar ponsel Fatimah bergetar. Jaka melihat pesan di ponsel Fatimah, dari nomor tidak di kenal. Jaka lalu tidur lagi, dia tidak mau terlalu mengurusi pesan tadi.** Paginya, Fatimah bangun. Dia melihat jam di ponselnya. Ada satu pesan dari nomor baru. [Fatimah, ini nomorku Angga. Tolong disave ya!] Fatimah menyimpan nomor Angga lalu meletakkan ponselnya lagi dan buru-buru ke dapur. Baru saja Fatimah hendak mengambil sayur dan ikan di kulkas, Jaka sudah berada di belakangnya. "Dek, aku bantu kamu masak ya," kata Jaka. "Loh Mas, ini kan kerjaan saya," balas Fatimah membawa ikan untuk dibersihkan ke wastafel. "Tidak apa Dek, suatu hari kalau kamu tidak ada biar aku bisa masak untuk diriku sendiri. Kamu kan kadang juga harus pergi jalan-jalan atau sekedar ke pengajian," kata Jaka. Mendengar alasan Jaka, Fatimah membiarkan Jaka membantunya memasak di dapur. Entah mengapa tidak ada rasa curiga dari Fatimah. Setelah membantu Fatimah memasak, Jaka mencuci baju di mesin cuci. Sedangkan Fatimah menyiapkan sarapan. "Mas, sudah kamu mandi sana. Nanti kamu telat ke kantor!" perintah Fatimah.Jaka lalu ke kamar mandi, dia membersihkan diri. Namun, sekilas terlintas dibenaknya ada apa gerangan Fatimah semalam ke rumah Angga. Apa karena ajakan Aminah? Atau keinginan Angga sendiri? Selesai mandi dan ganti baju, Jaka bergabung di meja makan. "Jaka, sebelum berangkat kerja kamu cuci piring dulu!" perintah Aminah. Jaka hanya mengangguk saja. "Bu, kan ada aku. Kenapa Ibu suruh Mas Jaka?" tanya Fatimah. "Kamu ke pasar saja, bukannya bahan di dapur sudah banyak yang habis," jawab Aminah. Akhirnya Fatimah diam saja, dia merasa kasihan jika Jaka harus mencuci piring. "Mas, tidak apa-apa kamu cuci piring?" tanya Fatimah. "Ya, tidak apa-apa. Kamu pergi saja ke pasar," jawab Jaka sembari membawa piring kotor ke wastafel. Jaka menggulung lengan kemejanya, dan mulai mencuci piring. Fatimah ke pasar bersama Aminah. Entah mengapa hari-hari ini Aminah selalu mengajak Fatimah bepergian. Selesai cuci piring, Jaka segera berangkat kerja. Dia tidak mau telat ke kantor, dia merasa tidak enak dengan Bu Yunita.** Sesampainya di pasar, ternyata Fatimah disuruh belanja sendiri. Sedangkan Aminah pergi untuk membeli sesuatu. Fatimah mulai belanja, dia membeli bahan dapur mulai dari bumbu, gula, minyak hingga sayuran. Selesai belanja, Fatimah menelfon Aminah. "Ibu dimana? Aku sudah selesai belanja." Fatimah menempelkan ponselnya di telinga. "Fatimah, kamu pulang naik ojek ya. Ibu tadi buru-buru pulang, bapak sudah nelfon terus," jawab Aminah lalu mematikan sambungan panggilan Fatimah. Fatimah tengok ke kanan kiri mencari tukang ojek, namun tidak ada. Baru saja hendak melangkah, terdengar suara memanggilnya. "Fatimah," panggil seseorang. Fatimah menoleh, ternyata Angga yang memanggil. "Mama...," teriak Shaka berjalan menuju Fatimah. "Mau kemana?" tanya Angga. "Mau pulang, tadi sama ibu tapi ibu pulang duluan," jawab Fatimah. ".Bagaimana kalau aku antar?" tanya Angga. "Shaka mau kan antar Tante cantik?" tanya Angga pada Shaka. Shaka mengangguk, dia langsung memeluk Fatimah. Fatimah tidak bisa menolak, karena Shaka merengek terus. Angga mengantuk Fatimah, dalam perjalanan mereka saling diam. "Jangan canggung begitu," kata Angga menyadari perasaan Fatimah. "Mama, kapan main ke rumah lagi?" tanya Shaka. "Shaka, Tante cantik punya rumah sendiri. Kalau Shaka mau main sama Tante bisa ke rumah Tante," jawab Fatimah. Tidak terasa mereka telah sampai di rumah, Angga dan Shaka ikut masuk bersama Fatimah. "Lho kok sama Nak Angga?" tanya Aminah tersenyum. "Iya Tante, tadi ketemu di pasar," jawab Angga. Angga dan Shaka duduk, sedangkan Fatimah membuatkan dia minum. Mereka mengobrol, terdengar deru mobil ternyata Jaka pulang. "Eh ada tamu," kata Jaka yang baru saja masuk ke dalam rumah. "Iya Mas, Mas Jaka kenapa pulang cepat?" tanya Fatimah. "Ada berkas ketinggalan, nanti siang mau buat rapat," jawab Jaka. "Mama, dia siapa?" tanya Shaka sembari memeluk Fatimah. Jaka terkejut mendengar anak kecil itu memanggil Fatimah dengan sebutan Mama. Angga merasa tidak enak melihat ekspresi Jaka yang langsung berubah mendengar Shaka memanggil Fatimah Mama.Jaka merasa aneh, anak kecil itu memanggil Fatimah dengan sebutan Mama. Jaka menatap Fatimah, mencoba mencari jawaban dari Fatimah. "Maaf, Mas. Ini Shaka putranya Angga.Dia sudah pisah dari Mamanya, entah mengapa saat melihat saya dikira Mamanya," tutur Fatimah agar Jaka tidak salah faham. "Baiklah, aku mau ambil berkas," ucap Jaka lalu masuk ke dalam kamar. Setelah itu Jaka langsung pamit ke kantor. Jaka merasa aneh, ada Angga dan putranya disana. Padahal baru semalam mereka bertemu. Jaka takut, jika Angga berusaha merebut Fatimah. Terlebih lagi saat ini mereka dalam masalah. Sepanjang perjalanan ke kantor, Jaka memikirkan Fatimah dan Angga. Dia tidak fokus dengan jalanan. Hampir saja dia menabrak seseorang. "Ah! Kenapa aku jadi memikirkan mereka!" Jaka mengusap wajahnya. Dia berusaha berpikir positif pada Fatimah. Sesampainya di kantor,
Fatimah dan Ibunya segera ke rumah saudaranya untuk menjenguk bayi. Jaka tidak ikut karena ada pekerjaan kantor yang harus dia kerjakan.Sampai di rumah Satria, sudah banyak saudara yang datang. Beberapa anggota keluarga tampak menatap Fatimah. Tatapan mereka sangat menyudutkan Fatimah. "Eh Fatimah sama Aminah, kapan nih nyusul? Nikah duluan kok nggak hamil-hamil," ucap Anita ibu Satria. Anita merupakan adik dari Aminah. Anita menikah dan mempunyai dua anak Satria dan adiknya selly. "Iya nih, Fatimah kok nggak hamil-hamil. Padahal punya anak itu enak loh rumah jadi ramai, iya kan Mbak Rani?" tanya Selly pada Rani yang sudah duduk sambil menggendong bayi Satria. "Iya tuh,mana Fatimah bisa hamil. Suami Fatimah kan mandul," jawab Rani tanpa menutupi kekurangan adik iparnya. "Aku juga pengennya Fatimah menikah sama pria yang bisa punya anak. Tapi Fatimah malah cinta mati sama suaminya," sahut Aminah. "Sudah-sudah, kalian kok malah mojokin Fatimah,"
Fatimah mendekati Rosi, "Aku bukan selingkuh, jangan menuduh! Aku pergi atas izin Jaka," kata Fatimah. Rosi merasa Fatimah telah berubah, meskipun dulu dia sering menjelekkannya di depan Jaka, Fatimah tidak pernah membentaknya. Bahkan dia sangat sabar, tapi kali ini dia sudah berani membantah. "Dulu kamu pernah menuduhku mandul saat aku datang ke rumah Ibumu. Aku hanya diam, tapi sekarang aku tidak mau harga diriku dijak-ini," kata Fatimah. "Sudahlah, kita pergi saja!" ajak Angga menarik lengan Fatimah. Mereka pergi meninggalkan Rosi sendirian. Rosi mengambil ponselnya dan memotret Angga yang masih memegang tangan Fatimah. "Akan ku adukan kamu pada Mas Jaka," kata Rosi licik. Dia mengirimkan sebuah pesan pada Jaka. Sejak dulu Rosi tidak suka dengan Fatimah, bahkan dia sering menuduh Fatimah mandul. Nyatanya kini Jaka malahan yang mandul. Tetapi, Rosi tidak pernah percaya. ** Ada sebuah pesan masuk ke ponsel Jaka, dia baru saja selesai rapat. Di buka
Jaka merasa was-was, Fatimah merasa bersalah. Jika Jaka kehilangan pekerjaannya, maka dia tidak lagi dihargai di keluarga Fatimah. Selama ini saja dia di jadikan bulan-bulanan. "Mas, maafkan aku! Aku akan meminta maaf pada Bu Yunita!" ucap Fatimah. "Kita lihat saja nanti. Harusnya kalian tidak asal menuduh begitu saja. Memang aku sering makan siang dengan beliau tapi itu atas permintaan Jonathan putranya," kata Jaka. Anisa kembali masuk ke kamar, sementara Rani dan Aminah asyik menonton televisi. Sore ini Fatimah tidak memasak, Aminah menyuruh Jaka memasak. Jaka sudah terikat dengan perjanjian, sehingga dia harus masak sebisanya. Saat melihat Jaka memasak, Fatimah hanya diam saja. Entah mengapa tidak ada niatan untuk membantu. "Dek, nggak mau bantu aku memasak? Aku takut nggak enak," ucap Jaka. "Aku capek, mau istirahat. Sekali-kali kamu masak, Mas. Biar tahu kerjaan istri di rumah," jawab Fatimah lalu meninggalkan Jaka. Jawaban Fatimah
Merasa terganggu, Fatimah segera bangun. Dia berjalan menuju dapur. Fatimah melihat Rani panik mengobati kaki Aminah. "Ibu kenapa?" tanya Fatimah heran. "Ibu ketumpahan minta panas! Sini kamu bantu aku!" perintah Rani. Fatimah membantu Rani mengangkat Aminah ke sofa. Kaki Aminah terlihat memerah hingga paha. "Kok bisa sampai begini sih?" tanya Fatimah. "Kamu sih suruh kita masak, kan jadi begini. Ibu terpeleset saat membawa minyak panas dan terkena kakinya," jawab Rani menyalahkan Fatimah. "Kenapa nggak di biarkan aja di atas kompor biar dingin dulu?" tanya Fatimah. "Sudah kipasin! Jangan banyak bicara. Semua karena kamu! Kamu jahat sekali menyuruh Ibu sama Rani memasak!" bentak Aminah. "Ibu saja yang kurang hati-hati," omel Fatimah. Aminah menjitak kepala Fatimah. Dia sangat marah, Santo terkejut saat melihat kaki hingga paha sang istri melepuh. "Ini kenapa?" tanya Santo. "Gara-gara Fatimah," jawab Rani
Rani tidak merasa bersalah bahkan ia malah cengengesan. Sugito duduk, dia meminta Rani dan Hasan juga duduk. "Ran, Ahmad bercerita, katanya kamu jarang masak. Bersih-bersih rumah juga paling nyapu ngepel. Sudah gitu Ahmad bilang kamu mengabaikan dia. Dia jarang makan siang, pulang sekolah pun selalu bareng temannya," kata Sugito. "Kamu kan nggak kerja? Lalu apa yang kamu urus selama ini? Sekali-kali beli makanan di luar boleh, asal jangan keseringan. Kalau pagi Ahmad dan Hasan juga jarang sarapan," lanjut Sugito. "Omongan Ahmad jangan di dengar, Pak. Dia tidak tahu kalau saya di rumah sibuk. Dia kan sekolah mana tahu kalau Mamanya sibuk," bantah Rani. "Bukan Ahmad saja yang bilang. Tetangga kamu juga tadi cerita sama saya. Kamu sibuk apa? Cucian ya kamu Laundry?" tanya Sugito. "Itu, Pak. Bantu-bantu di rumah Ibu. Ibu kam sudah tua jadi saya kesana bantu beberes rumah," jawab Rani bohong. "Di rumah Ibu kan ada Fatimah. Dia lebih rajin dari pada kamu. Ka
Rosi tampak tidak terima dengan apa yang dikatakan Fatimah. Dia berdiri dan meluapkan kemarahannya. "Kamu jadi bohongi aku? Maksud kamu apa? Kalau kamu emang mandul ngaku aja!" bentak Rosi. "Rosi, duduk!" perintah Jaka. "Kenapa sih masalah seperti itu saja dibesar-besarkan. Siapapun yang mandul itu bukan urusan kamu," lanjut Jaka. "Sudah-sudah yang penting sudah jelas kalau Fatimah hanya berbohong. Kamu sih selalu menuduh Fatimah mandul." Lukman menyalahkan Rosi sehingga membuat dia semakin kesal. Rosi duduk dan diam, dia malas jika Bapaknya sudah turun tangan. "Bapak harap hubungan kalian baik-baik saja. Bapak sudah sakit-sakitan dan Ibu juga sudah tua," kata Lukman. "Iya, Pak." Jaka tersenyum pada sang Bapak. "Pak Lukman, saya punya ide," sahut Aminah. "Ide apa, Bu?" tanya Lukman. '' Bagaimana kalau Fatimah menikah lagi. Soalnya Jaka belum bisa ngasih kita keturunan. Siapa tahu dengan Fatimah menikah lagi dia mudah punya
Selama perjalanan, Fatimah hanya diam saja. Sesekali Shaka mengajaknya berbicara. Ada rasa bersalah di hati Fatimah. Dia pergi tanpa izin suaminya. 'Maafkan aku, Mas!' batin Fatimah. Jaka menelfon Fatimah, namun tidak tersambung. Jaka merasa gagal karena membiarkan Fatimah pergi dengan pria yang bukan suaminya. Meskipun ada Santo dan Aminah, kemungkinan besar mereka malah dalang dibalik semua. Fatimah sengaja tidak angkat panggilan Jaka. Dia enggan untuk menjawabnya. "Kita mau kemana? Kenapa sedari tadi tidak sampai?" tanya Fatimah pada Angga. "Kita ke puncak, kita ke villa keluargaku," jawab Angga. "Villa?" tanya Fatimah. Ingatannya kembali pada 6 tahun yang lalu. Saat itu, Angga mengajak Fatimah ke puncak. Mereka tidak berdua, meliankan bersama teman-teman mereka. Angga membuat surprise, dia memberi liontin pada Fatimah. Hingga kini liontin itu masih dia simpan. "Aku mencintai kamu, aku harap malam ini akan terulang kembali," ucap Angga