Share

Perjanjian dengan Keluarga Fatimah

    Jaka tidak menyangka akan bertemu Rani, Jaka segera mendekati Rani.

     "Ada apa, Jaka? Kamu takut jika Fatimah tahu?" tanya Rani ketika melihat raut ketakutan di wajah Jaka.

    "Aku tidak akan memberitahu Fatimah, tetapi ada syaratnya," kata Rani. "Kita bicarakan nanti di rumah," kata Rani lalu pergi.

     Rani kembali ke mejanya lalu memesan makanan bersama Fatimah. Mereka tidak lupa membungkus makanan untuk Aminah dan Santo.

Sesampainya di rumah, Rani menemui Aminah di kamarnya.

     "Bu, aku tadi melihat Jaka dengan seorang wanita dan anak kecil," kata Rani.

     "Apa Fatimah juga melihatnya?" tanya Aminah penasaran.

     "Tidak, Bu. Aku akan gunakan hal ini sebagai senjata untuk mengancam Jaka. Supaya dia mengizinkan kita bisa mencari pria untuk menghamili Fatimah," kata Rani senang. 

     Aminah yakin, jika Fatimah tahu suaminya keluar dengan wanita lain pasti marah.

**

     Sorenya Jaka pulang dari kantor, dia melihat Fatimah sedang duduk di tepi ranjang. Melihat wajah Fatimah yang sedih membuat Aji merasa takut. Dia takut jika Rani telah memberitahu Fatimah.

    Ponsel Jaka bergetar, ada pesan dari Rani. Rani menyuruh Jaka ke rumahnya sekarang.

    "Dek, Bapak sama ibu kemana? Kok sepi?" tanya Jaka.

     "Ke rumah mbak Rani, Mas," jawab Fatimah.

    "Dek, Mas mau keluar sebentar ya. Kamu tidak apa-apa kan di rumah sendiri?" tanya Jaka sedikit takut.

    "Iya, Mas. Pergilah!" perintah Fatimah.

Jaka segera ke rumah Rani, padahal dia belum mandi apalagi ganti baju.

Sesampainya di rumah Rani, disana sudah ada Aminah dan Santo.

   "Duduklah, Jaka!" perintah Santo.

Jaka duduk di dekat Hasan, mereka tampak serius sekali. Jaka yakin Rani sudah bercerita tentang pertemuannya dengan Rani tadi siang di cafe.

     "Jaka tanda tangani perjanjian ini," kata Rani menyodorkan sebuah map berwarna merah.

     Jaka melihat isi perjanjian itu, tertulis Jaka harus mengizinkan Fatimah hamil dengan pria lain. Kedua Jaka harus memberi nafkah 5 juta per bulan pada Aminah. Ketiga Jaka harus melakukan pekerjaan rumah, mulai dari memasak hingga mencuci baju.

     "Perjanjian ke tiga apa Fatimah tidak akan curiga jika aku melakukan semua?" tanya Jaka.

    "Baca lagi yang bawah," kata Rani sinis.

Jaka membaca lagi, ada peraturan bahwa Jaka dan Fatimah harus setuju dengan segala rencana dan peraturan yang Santo buat. Dibawahnya lagi jika Jaka tidak memenuhi peraturan dan rencana Santo maka Fatimah akan tahu hubungan Jaka dengan wanita lain Serta orang tua Jaka akan tahu kemandulan Jaka.

     "Aku dan Bu Yunita tidak ada hubungan apa-apa, mengapa harus disangkut pautkan disini?" tanya Jaka.

     "Kamu terlihat sangat akrab dengan wanita itu, sepertinya wanita itu menyukai kamu," jawab Rani. "Tanda tangani saja kalau kamu masih ingin bersama Fatimah," kata Rani.

    "Kalian mengapa tega sekali, aku tidak mau jika Fatimah harus bezina," tolak Jaka.

     "Jaka, ingat kamu mandul. Kami tidak mau jika kamu menjadi penghalang kami mempunyai cucu," bentak Santo.

"Kalau tidak mau berzina ceraikan saja Fatimah," ucap Santo.

    Jaka masih berpikir, karena dia takut jika harus meninggalkan Fatimah. Akhirnya Jaka menandatangani surat perjanjian itu. Mungkin Jaka sudah kehilangan akal sehatnya karena mau melakukan hal yang tidak dia inginkan.

     'Maafkan aku Fatimah,' batin Jaka sedih.

    Jaka pulang, dia tidak ingin Fatimah curiga karena dia pergi terlalu lama. Sesampaimya di rumah, Jaka langsung mandi. Sedangkan Fatimah sedang memasak untuk makan malam.

    Terdengar suara tawa Santo dan Aminah, Jaka tahu mereka senang karena berhasil mendapatkan tanda tangan Jaka.

    "Mas, kok ngelamun," tegur Fatimah yang melihat Jaka mau memakai baju tetapi malah melamun. "Melamunin apa?" tanya Fatimah penasaran.

     "Tidak apa-apa, Dek." Jaka memakai bajunya lalu meletakkan handuknya. "Mas hanya banyak pekerjaan saja," ucap Jaka berbohong.

     Ada rasa menyesal di hati Jaka, karena dia telah menandatangani perjanjian dengan keluarga Fatimah. Fatimah menyiapkan makanan, Jaka membantunya.

     "Tumben Mas bantuin aku menyiapkan makan malam," ucap Fatimah tanpa rasa curiga.

    "Ya, sekali-kali, biar kamu tidak capek. Seharian kamu kan sudah ngerjain yang lain," kata Jaka sambil menata piring di meja makan.

     Santo dan Aminah hanya tersenyum melihat anak menantunya sudah mulai mengikuti perjanjian. 

     "Jaka, ambilkan air minum!" suruh Aminah.

    ".Biar aku saja, Bu," jawab Fatimah.

     "Tidak, aku maunya Jaka yang ambil. Kamu kerjakan yang lain," kata Aminah. Jaka mengambil air minum untuk Aminah lalu meletakkannya di meja depan Aminah.

      "Ini Bu minumnya," ucap Jaka lalu membantu Fatimah lagi.

     Jaka dengan sigap membantu Fatimah menyiapkan makan malam. Santo terlihat tersenyum sinis pada Jaka.

    Setelah itu mereka makan, tidak ada yang berubah selama makan. Mereka makan seperti biasanya.

     "Fatimah, ayo ikut Ibu!" ajak Aminah pada Fatimah yang akan membereskan bekas makan malam mereka.

    "Biar aku bersihkan meja makan dulu, Bu," jawab Fatimah.

    "Biar Jaka yang membereskan semua, kamu sudah capek seharian mengerjakan pekerjaan rumah." Aminah menarik tangan Fatimah.

    Jaka langsung membawa piring kotor ke wastafel, dan menyimpan sisa makanan di almari. Lalu membersihkan meja makan dan mencuci piring. Jaka tidak pernah mengeluh, karena dia melakukannya juga untuk merindukan pekerjaan Fatimah.

     Aminah mengajak Fatimah ke rumah seseorang, Fatimah merasa tidak asing dengan rumah itu.

     "Fatimah kamu ingat Angga?" tanya Aminah sembari turun dari sepeda motornya.

     "Iya, ini rumah Angga, Bu. Ngapain kita kesini?" tanya Fatimah penasaran. Pasalnya dulu dia dan Angga pernah menjalin hubungan namun kandas.      "Fatimah tidak enak dengan keluarga Angga, apalagi dengan istrinya," ucap Fatimah merasa tidak enak hati.

     Aminah tidak menjawab, dia mengetuk pintu rumah Angga. Terlihat sosok pria tampan dengan pakaian santai membuka pintu.

    "Tante Aminah, Fatimah," ucap Angga nampak kaget dengan kedatangan Aminah dan Fatimah ke rumahnya.

     "Bu, balik saja ya," bisik Fatimah.

     "Silahkan masuk, Te, Fatimah!" perintah Angga.

     Aminah menarik tangan Fatimah agar masuk ke dalam rumah Angga. Mereka duduk di sofa ruang tamu rumah Angga.

     "Aku dengar, istri Nak Angga telah meninggalkan Nak Angga," ucap Aminah tanpa basa-basi.

     "Benar Bu, entahlah. Mungkin dia lebih mencintai kekasihnya dibandingkan aku dan putranya." Angga duduk di sofa single.

     Terdengar langkah kaki, seorang bocah berusia 4 tahun memasuki ruang tamu. Dia melihat kearah Fatimah, dia tersenyum pada Fatimah. Fatimah pun membalas senyum bocah kecil yang pasti putranya Angga.

    "Dia anak aku, namanya Shaka," kata Angga memperkenalkan Shaka pada Fatimah dan Aminah.

    "Mama... mama," panggil Shaka sembari mendekati Fatimah.

     Fatimah terkejut mendengar bocah kecil itu memanggilnya mama. 

    'Mungkin dia merindukan Ibunya,' pikir Fatimah.

    "Mama jangan pergi tinggalkan Shaka," ucap Shaka. Angga mendekati Shaka, dia memeluk putranya dan mencium keningnya.

     "Dia bukan Mamanya Shaka," kata Angga dengan lembut.

     "Ini Mamanya Shaka," kata Shaka melepas pelukan Angga dan memeluk Fatimah.

     Fatimah tidak tahu harus berbuat apa melihat anak kecil ini memeluknya dan menganggapnya sebagai Mamanya. Aminah tersenyum senang, ada rencana apa di balik senyumnya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status