Share

Jaka Cemburu

    Jaka merasa aneh, anak kecil itu memanggil Fatimah dengan sebutan Mama. Jaka menatap Fatimah, mencoba mencari jawaban dari Fatimah.

    "Maaf, Mas. Ini Shaka putranya Angga.Dia sudah pisah dari Mamanya, entah mengapa saat melihat saya dikira Mamanya," tutur Fatimah agar Jaka tidak salah faham.

     "Baiklah, aku mau ambil berkas," ucap Jaka lalu masuk ke dalam kamar. Setelah itu Jaka langsung pamit ke kantor.

     Jaka merasa aneh, ada Angga dan putranya disana. Padahal baru semalam mereka bertemu. Jaka takut, jika Angga berusaha merebut Fatimah. Terlebih lagi saat ini mereka dalam masalah.

     Sepanjang perjalanan ke kantor, Jaka memikirkan Fatimah dan Angga. Dia tidak fokus dengan jalanan. Hampir saja dia menabrak seseorang.

    "Ah! Kenapa aku jadi memikirkan mereka!" Jaka mengusap wajahnya. Dia berusaha berpikir positif pada Fatimah.

    Sesampainya di kantor, dia disambut oleh Jo. Jo langsung memeluk Jaka seperti seorang anak yang merindukan ayahnya.

**

    Fatimah dan Angga mengobrol, obrolan mereka hanya sebatas membahas Shaka. Namun, Aminah tiba-tiba nimbrung.

     "Beruntung jika Fatimah punya suami seperti Nak Angga. Sudah tampan bisa punya anak pula," kata Aminah.

     "Bu, jangan bicara seperti itu," tegur Fatimah.

     "Loh, kan memang kenyataannya. Kamu jangan belain suami kamu yang mandul itu. Ibu tahu, kamu ingin sekali punya anak," bantah Aminah.

     Fatimah merasa malu dengan perkataan Aminah. Dia tidak menyangka akan membuka masalah Fatimah di depan Angga. Bahkan dia terang-terangan menginginkan Angga jadi menantunya.

     "Saya sih senang aja Bu, kalau Fatimah jadi istri saya. Apalagi Shaka sangat dekat dengan Fatimah," ujar Angga. Seketika Fatimah mematung mendengar apa yang diucapkan Angga.

     "Maaf, Ngga. Sebaiknya jangan bahas itu. Saya sudah punya mas Jaka," kata Fatimah.

     "Apa yang kamu andalkan dari pria mandul seperti Jaka?" tanya Aminah.

     "Bu, biar bagaimanapun mas Jaka suami aku. Tolong hargai dia!" Fatimah mulai menaikkan nada bicaranya.

      "Terserah, tetapi Ibu masih berharap Nak Angga yang jadi menantunya Ibu," bantah Aminah.

    Angga merasa tidak enak karena menimbulkan keributan. Dia pamit pulang agar keributan tidak semakin bertambah panas.

    "Fatimah, maaf karena aku kamu jadi berdebat dengan ibumu," ucap Angga saat Fatimah mengantarnya ke depan.

    "Iya, tidak apa-apa," jawab Fatimah dengan senyum yang di paksakan.

    Setelah Angga dan Shaka pergi, Fatimah masuk ke dalam kamar. Dia merajuk pada Aminah. Sehingga dia malas untuk memasak makan siang.

    Terdengar Aminah di dapur mengomel. Dia bahkan berteriak memanggil Fatimah. Namun, Fatimah justru memaksakan diri untuk tidur.

     "Fatimah...bangun! Bantu Ibu memasak!" teriak Aminah. Tidak ada jawaban, akhirnya Aminah memasak sendiri sambil mengomel.

    Dia merasa Fatimah keterlaluan. Marah hingga tidak mau keluar kamar. Hingga sore hari, Fatimah tidak kunjung keluar kamar.

    "Dek, tolong bukain pintunya!" perintah Jaka yang sudah pulang dari kantor.

     "Istrimu marah gara-gara aku mau punya menantu Angga. Pria yang mapan sekaligus bisa punya anak," kata Aminah saat melintas di depan kamar Fatimah.

    Tidak berapa lama, Fatimah membuka pintu kamar. Dia menyalami Jaka dan mengajaknya masuk.

     "Apa benar yang dibilang Ibu? Kamu marah karena Ibu ingin kamu dengan Angga?" tanya Jaka sambil duduk ditepi ranjang dan membuka dasinya.

     "Apa kamu tega, melihat istrimu dekat dengan pria lain?'' tanya balik Fatimah.

     Jaka tersenyum, dia mengajak Fatimah duduk di sampingnya. Lalu dia memegang kedua tangan Fatimah.

     "Mas, tidak akan tega. Mas tidak ikhlas, Dek. Melihat kamu tadi bersama Angga di ruang tamu saja aku sudah cemburu," jawab Jaka.

     "Benarkah! Aku kira Mas tadi cuek saja," kata Fatimah.

     "Aku cuek karena aku yakin, kamu tidak akan berhianat," ucap Jaka. Fatimah memeluk Jaka, dia sangat menyayangi Jaka.

      Di luar terdengar Aminah memanggil Jaka.

    "Jaka, kalau istrimu masih marah. Kamu gantiin dia yang memasak buat makan malam," teriak Aminah.

    "Ibu keterlaluan," kata Fatimah beranjak dari duduknya namun ditahan oleh Jaka.

    "Kalau tidak mau aku masak sendirian. Bagaimana kalau kita masak berdua?" tanya Jaka.

     "Tapi itu tugas perempuan, Mas. Mas Jaka nggak perlu memasak," bantah Fatimah.

     Jaka bersikap kukuh ingin memasak. Sehingga mereka memasak berdua untuk makan malam.

    Aminah yang melihat mereka semakin mesra justru merasa risih. Aminah tidak suka jika Fatimah dekat dengan Jaka terus.

     "Kalau masak yang benar, jangan mesra-mesraan melulu," sindir Aminah.

    "Jangan protes, kalau masih protes Ibu masak saja sendiri," bantah Fatimah.

     "Eh ini anak malah ngegas. Jangan jadi anak durhaka kamu," kata Aminah kesal karena Fatimah selalu membantah.

    "Sudah, Dek. Biarkan saja, kita lanjutkan memasak saja," kata Jaka menengahi agar tidak semakin rumit.

    Aminah keluar dari dapur. Dia terus mengomel, ditambah Santo belum pulang juga. Aminah merasa bahwa Jaka dan Fatimah berlebihan.

     Aminah terdengar mengangkat telfon. Dia tampak girang sekali ketika menerim telfon.

     "Halo Nak Angga, ada apa?" tanya Aminah senang.

     "..."

    "Apa? Shaka rewel? Dia ingin bertemu dengan Fatimah?" tanya Aminah.

    "..."

     "Baik nanti akan saya ajak Fatimah kesana. Kamu tenang saja, suaminya yang tak guna itu pasti mengizinkan," jawab Aminah.

     Sepertinya Aminah telah selesai menelfon. Dia segera ke dapur menemui Fatimah.

     "Fatimah, nanti kita ke rumah Nak Angga. Shaka rewel ingin kamu datang," kata Aminah.

     "Biarkan saja, Bu. Aku bukan Ibunya," bantah Fatimah.

      Aminah hanya diam saja lalu pergi. Dia tidak marah ataupun mengomel.

     Waktu makan malampun tiba, ponsel Fatimah berdering. Panggilan dari Angga, Fatimah malas untuk menganggkatnya.

    "Angkat siapa tahu penting, Dek!" suruh Jaka. 

    Fatimah mengangkat panggilan Angga, "Halo, ada apa?" tanya Fatimah.

    "..."

    "Eh Shaka, maaf tante tidak bisa datang," kata Fatimah.

     Shaka justru menangis disana, Fatimah merasa tidak enak hati.

     "Baiklah, tante akan kesana," kata Fatimah pasrah. 

     Jaka yang mendengar hal itu merasa cemburu. Karena Fatimah akan datang ke rumah Angga. Jaka takut jika lama-lama Fatimah mencintai Angga.

     "Mas, aku nanti ke rumah Shaka. Dia butuh aku sekarang," ucap Fatimah.

      "Ini malam, Dek. Apa tidak sebaiknya besok saja?" tanya Jaka merasa keberatan.

       "Biar sama Ibu. Kamu jangan khawatir, Fatimah tidak akan sendiri," jawab Aminah.

      "Tapi Bu. Jaka takut jika sesuatu terjadi," kata Jaka.

      "Kamu tidak percaya dengan Ibu? Ya sudah kalau begitu, kamu antar Fatimah," ucap Aminah kesal.

     "Ya sudah, boleh sama Ibu. Pulangnya jangan malam-malam," kata Jaka pasrah. 

     Fatimah dan Aminah bersiap, tiba-tiba Rani datang.

     "Mau kemana? Kok kado tidak dibawa?" tanya Rani.

     "Ya ampun! Kita kan harus tengok bayi!" seru Fatimah. Jaka senang akhirnya Fatimah gagal ke rumah Angga. Setidaknya Fatimah malam ini menunda keberangkatannya ke rumah Angga.

     "Setelah dari tengok bayi, kita ke rumah Angga," ucap Aminah. Seketika Jaka cemburu lagi.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status